Teriakan Lucius dibalas oleh para mortuus , mereka kini berlarian ke arah Lucius yang telah memegang pedangnya menggunakan kedua tangannya. Lucius menghentikan langkahnya, kemudian mengambil kuda-kuda untuk mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga, ia menarik nafas panjang memejamkan mata dengan denyut jantung yang terkesan begitu tenang, saat Lucius menghembuskan nafas cahaya hijau akan merambat ke bilah pedangnya cahayanya berkobar-kobar bagai api yang melahap sebatang kayu.
Kini musuh mulai semakin dekat dengan Lucius, saat jarak kurang lebih tiga meteran Lucius menghentakkan kakinya serentak diikuti ayunan pedangnya dengan tegas, saat itu juga pedang Lucius langsung menembus lautan mortuus di depannya, membelah mereka menjadi dua bagian dengan sekali ayunan. Namun, hal itu tak membuatnya puas justru membuat Lucius kian beringas, ia mulai melangkahkan kakinya dengan mengayunkan pedangnya menyerang dan menangkis serangan dari musuh.
Gerakan Lucius sangat lincah dilihat dari kejauhan, langkahnya begitu indah yang diikuti ayunan pedang yang harmonis—Lucius yang kini berdiri di tengah-tengah kerumunan mayat-mayat hidup mulai melirik ke sekitarnya mencoba mengira-ngira jumlah musuh di hadapannya, saat Lucius hendak menghunuskan pedangnya sebatang anak panah melesat dari atas ketinggian yang menarik perhatiannya, saat anak panah itu menancap di tanah raut wajahnya sedikit lebih rileks.
Namun, saat itu segara berubah menjadi kesal. "Si telinga runcing, sialan tu anak!" Lucius berdecak kesal melihat anak panah itu, saat melihatnya Lucius segera membelah mayat hidup di depannya membuat jalan keluar untuk dirinya keluar dari lingkaran tadi.
Dan ... tak lama setelahnya suara ledakan terdengar sangat keras, menghancurkan mortuus tadi menjadi debu. Untung Lucius berhasil keluar dari lingkaran tadi, jika tidak dia juga akan mati di sana terkena ledakan itu. Lucius langsung menatap ke arah ketinggian tebing, dia menunjuk sosok wanita bertelinga runcing dengan ujung pedangnya, sosok itu berada di atas tebing sambil terlihat tertawa terbahak-bahak.
"Berengsek! Turun kau sialan!" teriak Lucius, dia terlihat geram dengan wanita tersebut.
Wanita itu hanya acuh, malahan ia mulai menarik benang busurnya lagi, lalu mengarahkannya ke langit-langit, sama sekali tak terlihat anak panah di busurnya tetapi dengan ajaibnya saat wanita itu melepaskan benangnya anak panah melesat dengan gesit. Setelah anak panah itu melesat cukup tinggi, segera anak panah itu menukik ke bawah dengan tajam—anak panah yang tadinya hanya berjumlah satu batang kini mulai bertambah satu-persatu hingga berjumlah ratusan.
"Hujann panahhh, Luciuss!! Goyangkan pinggulmu!!!" teriak wanita itu dari atas tebing.
Panah mulai menghujami prajurit mortuus itu, membunuh satu persatu mayat dan gugur menjadi debu, di tengah-tengah hujaman anak panah; Lucius dengan bilah pedangnya menangkis setiap anak panah yang melesat menuju dirinya. Dengan ketangkasannya Lucius berhasil menangkis semuanya, meskipun amarahnya kini meluap-luap wanita itu justru meloncat-loncat penuh kebahagiaan.
Dan entah bagaimana kini perempuan itu berdiri di samping Lucius yang penuh dengan amarah, dia menyenderkan sikunya ke Lucius sambil menyilangkan kakinya.
"Kau tetap memesona dengan tarian seperti tadi, mau menari sepanjang hari? Wahahaha." Tawanya benar-benar nyaring, diikuti dengan gerakan tangannya yang memukul-mukul Lucius. Perempuan itu tertawa seolah-olah tak memiliki kesalahan pada Lucius.
"Lucian, dia masih tetap sama, menjadi matahari bagi Lucius. Dasar si kembar beda orang tua!" kata Afanas dari kejauhan.
Perempuan itu adalah Lucian, seorang pemanah yang sangat andal, selain itu dia juga sangat jenius dalam urusan mengatur strategi, otaknya yang sangat encer memungkinkan dia untuk mengembangkan bahkan menciptakan teknologi yang lebih maju, lebih modern, dan lebih hebat dari apa yang sudah ada saat ini. Ia perempuan jenius yang diakui oleh prajurit laki-laki di Kerajaan Mortisvale. Sahabat dekat Afanas dan juga Lucius.
Selain hebat dan jenius, Lucian juga begitu memesona terlebih dengan rambutnya yang seputih salju dan telinga runcingnya. Selain itu Lucian juga memiliki warna bola mata biru laut, cahayanya benar-benar indah, bahkan dari kejauhan sekalipun. Meski penampilannya cukup anggun dan memiliki kecantikan di atas rata-rata, Lucian adalah seseorang yang konyol dia memiliki selera humor yang sangat 'receh'. Lucian juga terkenal karena kejahilannya, tak hanya pada Lucius, bahkan Afanas pun tak luput dari tangan usilnya. Namun, inilah yang membuat Lucian benar-benar unik, dan menjadi salah satu gemintang dalam Kerajaan Mortisvale.
Sembari bersandar di bawah tebing, Afanas tersenyum melihat pemandangan di depannya yaitu Lucius dan Lucian yang tampak tengah cekcok, mereka sangat akrab karena mereka sudah kenal sejak mereka kecil. Namun tampaknya ada yang lebih kesal daripada Lucius, yaitu Biovineky yang kini terasingkan di medan perang.
"Woy!!! Kalian pasangan bodoh, sialan!! Lihatlah aku, aku di sini, apakah kalian buta, hah!!!???" bentak Biovineky dengan nada kesalnya.
Selain mereka buta, mereka juga tuli, Lucius dan Lucian masih cekcok menghiraukan kesal Biovineky, saat itu juga Biovineky bergerak degan cepat meluncurkan serangan di antara Lucius dan Lucian, dentuman terdengar sangat keras tanah pun memunculkan bekas gada besar Biovineky.
"Wowww, santai bro santai. Ga perlu kasar-kasar seperti itu," kata Lucian menenangkan Biovineky.
"Sudahlah menyerah saja bison, kau sudah kalah dariku tadi, dan kau ingin kalah untuk kedua kalinya? Keledai saja tidak mau jatuh di lubang yang sama dua kali." timpa Lucius meremehkan Biovineky sambil meletakkan pedangnya dipundak dan satu tangannya di pinggang.
Embusan nafas terdengar sangat jelas dari hidung besar Biovineky mengeluarkan asap hangat yang berbau tidak sedap, Biovineky mulai mengayunkan gadanya mencoba menyerang Lucius dan Lucian, namun dengan mudahnya dihindari oleh keduanya.
Sambil melompat mundur Lucian berkata, "Aduh, kita lagi berperang atau sedang main lompat tali sih, Lucius?" nadanya benar-benar mengesalkan meremehkan Biovineky yang sudah naik pitam.
"Ah, aku rasa kita lagi sedang pemanasan untuk lompat tali deh, yah—kau tahu kalau gak pemanasan kaki kita bisa terkilir nantinya. Jangan main-main seperti itu Lucian, lakukan dengan benar, nanti cedera," sahut Lucius.
Serangan Biovineky benar-benar tak memiliki efek apa pun, tak sedikit pun juga mengenai keduanya, Biovineky mulai kelelahan dengan gada besarnya gerakannya kini mulai melambat. Saat itu juga, Lucius menghunuskan pedangnya menusuk dada bidang Biovineky yang berbulu lebat. Biovineky kembali terkapar untuk kedua kalinya, tunduk oleh Lucius yang jauh lebih muda darinya.
"Apa kataku, dasar bison jelek! Lakukan pemanasan dulu! Lihat? Kau cedera sekarang, aduh bagaimana ini? Aku tidak punya tabib." Nada bicara Lucius kini berbeda 180° dari sebelum kedatangan Lucian, kini nada bicaranya benar-benar mengesalkan dengan kata-katanya yang tengil.
Biovineky berubah menjadi butiran debu, dan tampaknya itu memicu amarah musuh yang kini semakin menggebu-gebu berlarian ke arah Lucius dan Lucian. Jumlah mereka semakin bertambah entah bagaimana bisa, kini jumlah mereka jauh lebih banyak dari jumlah mereka saat awal datang ke medan perang ini.
Aura kegelapan semakin kental menyelimuti tubuh mati mereka, dengan teriakan penuh semangat mereka mulai menyerang Lucius dan Lucian dengan senjata-senjata mereka. Di tengah-tengah ketegangan itu, terdengar teriakan yang tak asing di telinga para prajurit Mortisvale, teriak seorang pria yang begitu menggelegar dari atas tebing memecahkan teriakan-teriakan mayat hidup di bawah.
"Mana sambutan untuk bintang ini, teman-teman!" pekik pemuda itu dengan posisi tangan terlentang. Selain itu sebuah senyuman nampak dari wajahnya, memperlihatkan kedua gigi taringnya yang cukup panjang dan tajam.