Sagard, merupakan sebuah kota yang masih di bawah pemerintahan Kerajaan Mondu. Hampir seluruh bangunannya terbuat dari kayu. Tentunya bukan kayu biasa. Melainkan kayu terbaik yang pernah ada di Gatara. Di pintu gerbangnya yang juga terbuat dari kayu, setiap pukul empat subuh, para petugas membuka pintu itu. Sebab, pintu itu juga menjadi perputaran ekonomi. Ketika melewati pintu itu, kita akan disambut oleh pasar yang tertata dengan rapi. Mau beli apa pun, semuanya ada di sini.
Di siang hari yang terik, ada seorang pria memakai jubah warna cokelat yang menutupi seluruh tubuhnya hingga setengah betis, memakai caping warna jerami, dan samar-samar terlihat dia membawa pedang katana dari balik jubahnya. Pria itu berjalan perlahan melewati pintu gerbang yang sudah terbuka lebar itu. Dia berjalan melewati banyak sekali orang-orang yang keluar-masuk kota. Ada juga yang memakai kereta kuda untuk mengangkut barang-barang.
Sesampainya di tengah pasar, pria itu berhenti di seorang pedagang buah-buahan. Pedagang bertubuh gemuk dan berkumis tebal dengan pakaian warna cerah itu menyambutnya.
"Selamat datang di Sagard. Kota yang penuh dengan keindahan seni ukir kayunya. Setiap malam, akan ada kerlap-kerlip lampu di penjuru kota. Kamu akan suka hahaha," sapa pedagang itu.
Tetapi pria berjubah cokelat tak menanggapinya sehingga membuat pedagang itu berhenti tertawa.
"Jadi, Anda mau beli apa, tuan?" tanya pedagang itu kemudian.
Pria berjubah cokelat itu menyibakkan jubahnya lalu melempar uang satu koin. Dengan sigap pedagang itu menangkap koin itu.
"Satu koin perak cukup untuk membeli buah-buahan sebanyak dua biji saja," kata pedagang itu sambil memasukkan koin tersebut ke dalam kantung celananya.
Tanpa berkata apa pun, pria berjubah cokelat langsung mengambil dua buah apel dan kembali berjalan menyusuri jalanan pasar. Hingga sampai di sebuah penginapan sederhana. Di mana atapnya terbuat dari jerami. Dia masuk dan menuju petugas resepsionis perempuan.
"Masih ada kamar yang kosong," kata petugas perempuan itu.
Pria berjubah hitam tak berkata-kata. Seperti yang dia lakukan sebelumnya. Dia melempar beberapa uang koin ke atas meja. Petugas resepsionis melihat koin tersebut yang ada lima.
"Untuk satu malam dan satu porsi sarapan. Silakan," katanya sambil menyodorkan kunci kamar.
Pria berjubah cokelat langsung mengambil kunci itu dan masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Di kamar, dia melepas jubahnya, terlihat perawakannya yang berotot, kulitnya putih, rambutnya agak bergelombang ketika dia melepas capingnya. Pedang katananya yang terselip di pinggang sebelah kanan dia taruh di sudut ruangan. Dia langsung berbaring di kasur dan beristirahat.
***
Malam hari, pria berjubah cokelat itu keluar menuju sebuah bar sederhana. Di sana banyak sekali pria-pria sedang minum-minum. Tak sedikit juga yang ditemani oleh wanita-wanita penghibur. Tetapi pria berjubah cokelat itu tidak peduli. Dengan santai dia berjalan dan duduk di depan bar. Dia menundukkan kepala sehingga si bartender tidak bisa melihat wajahnya karena terhalang oleh caping.
"Anda mau pesan apa, Tuan?" tanya bartender.
"Makanan dan segelas air putih," jawab pria berjubah cokelat dengan suara yang lembut.
Seorang pria bertubuh besar, ototnya terlihat sangat terlatih, berambut agak panjang, yang duduk di pojokkan bersama wanita penghibur tertawa mendengar jawaban pria berjubah cokelat.
"Hahaha! Pergi ke bar hanya minum air putih?" ledek pria bertubuh besar.
Pria berjubah cokelat hanya diam. Ketika makanannya datang, dia langsung menyantapnya. Sementara pria bertubuh kekar merasa kesal karena dia diacuhkan. Dia lalu berdiri dan berjalan mendekati pria berjubah cokelat itu.
"Hei, kalau diajak mengobrol, kamu harusnya jawab atau balas," katanya sambil mendekatkan wajahnya dan matanya melotot.
"Maaf, saya tidak ada urusan dengan Anda," balas pria berjubah cokelat.
"Rupanya kau belum tahu siapa aku."
Seketika orang-orang di dalam bar tertawa.
"Hajar dia Bedro," ucap salah seorang pria.
"Sepertinya dia orang baru. Harus diberi tahu bagaimana caranya sopan santun di kota ini!" teriak seorang pria yang lain dari kejauhan.
Bedro menunduk lalu berkata, "Hei, kau dengar mereka? Kau sudah tahu siapa aku, hem?"
Pria berjubah cokelat tidak menghiraukan. Dia terus makan dan meneguk air putih. Bedro semakin kesal karena dari tadi dia diacuhkan. Dengan penuh emosi Bedro menarik makanan pria bejubah cokelat lalu membantingnya ke lantai. Semuanya terdiam karena tahu jika Bedro marah, akan mengerikan sekali. Bahkan si bartender pun lari karena ketakutan,
"Aku katakan sekali lagi. Kalau diajak mengobrol, kau harusnya jawab," Bedro menggebrak meja sampai-sampai semua orang dibuat kaget.
Tetapi pria berjubah cokelat tetap tenang. Dia malah menghabiskan air putihnya. Bedro semakin tersulut emosi. Dia hendak memukul peria berjubah cokelat itu dengan tangan kanannya. Tetapi entah kenapa, pria berjubah cokelat menghindar dengan menundukkan badannya ke bawah lalu dengan cepat, dia berputar dan kembali berdiri dan kini berada di belakang Bedro.
Semua orang tertegun melihat kecepatan pria berjubah cokelat itu.
"Cepat sekali dia menghindar," sahut salah seorang pria.
Bedro memutar badan ke kanan sambil tangan kanannya mengepal berharap bisa mengenai pria berjubah cokelat. Tetapi pria berjubah cokelat dengan mudah melompat ke belakang. Bedro berlari dan melayangkan pukulan dengan tangan kanan tepat mengarah ke pipi kiri pria berjubah cokelat. Dengan cepat pria berjubah cokelat menunduk lalu menghunus katananya sehingga ujung gagang katana tersebut mengenai perut Bedro. Seketika Bedro terpental ke belakang dengan punggung menghempas ke lantai. Dia lalu kesakitan bahkan mulutnya mengeluarkan darah.
Semua orang yang ada di bar hening. Pria berjubah cokelat itu dengan tenang berjalan ke tempat dia makan tadi lalu menaruh beberapa uang koin. Dia berbalik dan berjalan ke luar. Orang-orang yang terdiam merasa takut ketika pria berjubah cokelat itu berjalan melewati mereka.
"Me...mengerikan," ucap salah satu orang ketika pria berjubah cokelat itu sudah pergi.
***
Esok paginya, kabar kekalahan Bedro pun menyebar di kalangan para penjahat kota Sagard. Bahkan, dia diledek oleh teman-teman kelompoknya. Bedro yang selama ini pemberani dan selalu menang, kalah telak hanya dengan satu serangan. Di sebuah gedung kelompok penjahat itu berkumpul, mereka meledek Bedro.
Gedung berlantai tiga itu terletak di sudut utara kota yang terkenal daerah kumuh. Terbuat dari kayu tapi tidak rapuh walau umurnya sudah tua. Rayap pun, tak sanggup memakannya. Sementara itu ketua kelompok hanya duduk diam sambil memejamkan mata ketika hampir semua anggota meledek Bedri.
"Bos Gardi, bagaimana ini? Anak buah kesayanganmu kalah hanya dengan satu serangan di bar tadi malam? Hahaha," ucap salah seorang anggota sambil tertawa puas.
Gardi masih diam. Kulitnya yang agak gelap membuat dia semakin ditakuti. Matanya tajam, rambutnya merah menjuntai, dagunya lancip, dan badannya besar lagi kekar. Dia selalu membawa senjata andalannya, yaitu sebuah tongkat besi yang memiliki duri-duri tajam.
"Di mana dia sekarang?" tanya Gardi sambil membuka mata.
"Dia di rumah sakit. Lukanya lumayan parah," jawab salah satu anggota.
"Bukan dia. Melainkan pria berjubah itu."
"Menurut anggota kita yang memata-matai, dia masih ada di penginapan dekat pasar."
"Kapan dia akan keluar?"
"Siang ini."
***
Pria berjubah cokelat itu keluar dari penginapan. Dia berjalan keluar ke pintu gerbang melewati pasar. Ada dua orang pria yang mengikutinya diam-dia dari belakang. Tentunya pria berjubah cokelat itu tahu dia sedang diikuti. Jadi dia berjalan ke selatan pintu gerbang ke sebuah bukit yang diselimuti oleh rerumputan. Bukit itu tingginya sekitar lima puluh meter. Di atas bukitnya, tidak ada apa-apa kecuali batu-batu besar yang berserakan.
Setelah berjalan menyusuri jalan setapak, dia sampai di atas bukit itu. Di sana, Gardi sedang duduk bersila di atas batu paling besar sambil memejamkan mata. Tongkat berdurinya tergeletak di sebelah kanannya.
"Aku kira, anak buahku akan susah mengarahkanmu ke sini," ucap Bedro. Dia membuka matanya, mengambil tongkat berdurinya lalu melompat dan berdiri sekitar lima meter di depan pria berjubah cokelat itu.
"Sebelum pergi dari kota ini, sepertinya ada masalah yang harus aku selesaikan," balas pria berjubah cokelat itu.
"Nama?"
Pria berjubah cokelat itu heran.
"Siapa namamu?" tanya Gardi sekali lagi.
"Ran," jawab pria berjubah cokelat itu singkat.
"Ran? Sepertinya kau bukan orang biasa."
"Aku adalah seorang ronin yang mencari orang bernama Garun."
"Belum pernah aku dengar nama itu."
Gardi bersiap. Dia memegang erat tongkat berdurinya. Lalu dia berlari melesat secepat angin dan mengayunkan tongkat berdurinya ke arah Ran. Tetapi dengan cepat Ran menghunus katananya dan menahan tongkat berduri milik Gardi.
"Ternyata kau lumayan juga," ucap Gardi sambil tersenyum menyeringai.
"Ayo kita selesaikan sehingga aku bisa pergi dari kota ini dengan tenang," balas Ran.
Mereka kemudian bersiap dengan jurusnya masing-masing untuk mengalahkan satu sama lain.
Bersambung...