"Jam 7.54"
"6 menit sebelum bel berbunyi"
Kaji berlari menuju ke sekolah tanpa memperdulikan apapun.
Ajaibnya, setelah berlari dia akhirnya sampai di sekolah tanpa terlambat.
"clakk..."
Suara lemari sepatu setelah dia mengganti sepatunya dengan uwabaki. Lalu dia berjalan kearah kelasnya dengan langkah tergesa-gesa berharap tidak ada hal buruk yang akan terjadi padanya hari ini.
Namun kenyataannya.
SEKOLAH adalah tempat dimana dia mendapatkan penderitaan yang lain .
_____________________________________
Pembullyan di sekolahku adalah hal yang biasa ,karena sekolahku adalah tempat dimana para pembully bebas melakukan apapun semau mereka. Itu karena guru tak acuh dalam mengatasi kasus pembullyan ini. Alasannya karena mereka takut nama baik sekolah tercoreng jika kasus pembullyan ini tersebar ke media. Alasan lainnya sekolah ini bukanlah milik pemerintah dan karena itu ada beberapa donatur yang mendanai sekolah, membuat anak dari para donatur semakin bebas dan berkuasa untuk menindas yang lemah.
Pada akhirnya tidak ada yang namanya KEADILAN di sekolah. Tempat ini hanyalah sebuah fasilitas bagi Mereka untuk melakukan kekerasan dan penindasan.
Guru tidak berani menghukum para pembully, takut para donatur tidak senang akan hal tersebut, karena sebagian besar pembully adalah anak dari para donatur.
Inilah contoh sederhana, uang bisa membeli kekuasaan dan orang yang berkuasa bisa malakukan apapun yang mereka inginkan.
Aku menjalani kehidupan di sekolahku dengan penuh pembullyan dan kekerasan. Karena aku tidak memiliki kekuatan untuk melawan, tidak ada yang bisa kulakukan selain menerima semua ketidak adilan ini.
Aku tidak membenci mereka yang kuat tapi sebaliknya aku membenci diriku yang lemah.
Setelah aku berjalan melalui lorong sekolah aku menuju ruang kelasku (3-C). Yang saat ini berada di tahun ajaran ke – 3.
Aku membuka pintu kelasku lalu berjalan arah belakang dimana tempat dudukku berada. Melewati beberapa orang yang sibuk berbicara satu sama lain.
Mereka bahkan tidak memperhatikan kehadiranku di hadapan mereka. Aku seperti karakter figuran, ada namun tidak bermakna.
Mereka juga mengetahui bahwa aku di bully namun mereka hanya mengabaikannya.
Aku tidak berharap untuk menjadi karakter utama dalam sebuah cerita, tapi aku hanya ingin hidup normal seperti yang lainnya.
Aku tau itu tidak akan pernah terjadi.
Tempat duduk ku berada pojok belakang dekat jendela. Bukan untuk menikmati pemandangan di luar jendela, tapi aku memilih tempat ini karena ini tempat yang kurasa cocok untukku, karena aku merasa nyaman ketika sendirian.
Meja yang penuh dengan coretan bertuliskan MATI, ANAK PELACUR, SIALAN, ANJING KOTOR, BOCAH KUMUH dan lain lainnya.
Hal biasa yang aku terjadi setiap kali aku datang ke sekolah, aku mengabaikannya dan duduk.
"..."
Sempat terbesit dalam pikiranku, mungkin saja aku akan mati menyendiri tanpa ada keadilan yang datang membelaku.
"TEEENGGGG ..... TEEENNGGGGG..."
Suara keras yang menggema ke seluruh sekolah, menandakan bahwa jam kelas akan segera dimulai.
Semua orang mengetahuinya dan mulai duduk di kursinya masing masing.
___________________________________
Beberapa jam telah berlalu,
"TEEEENGGGG ... TEEEENGGGGGG ..."
Suara bel terdengar, menandakan ini adalah waktu untuk istirahat makan siang.
Semua orang berbondong bondong keluar dari kelas untuk pergi mencari makan siang, sedangkan Kaji tetap berada dikelas.
Bukan karena Kaji tidak ingin makan, tapi karena Kaji tidak memiliki uang untuk membeli makanan. Bahkan Kaji tidak pernah membawa bekal untuk dirinya sendiri. Yang dia lakukan hanyalah tidur di kursinya hingga waktu jam istirahat selesai. Kebanyakan waktu kaji di sekolah ia habiskan untuk tidur.
Saat itu kondisi kelas sangat berisik. Kaji menidurkan kepalanya ke meja dan menutupinya dengan tangan. Tubuhnya berkeringat dingin, karena kebisingan membuatnya merasa gelisah.
Sebuah perasaan gatal timbul dari dalam hatinya, perasaan yang membuatnya merasa mual, gatal, dan marah.
Bagi kaji berada di tempat yang ramai adalah sebuah penyiksaan baginya.
"sangat berisik...."
"aku tidak tahan....."
"aku ingin ini akan segera berakhir"
Hanya itu yang terbesit dalam pikirannya sekarang.
"hidup ku berbeda dengan mereka , mereka tumbuh dengan kasih sayang orang tua .. "
"Sedangkan aku hidup dengan kesendirian tanpa perhatian orang tua .. "
Dalam hatinya dia hanyut dalam KESEDIHAN dan KEBENCIANNYA melihat teman temannya yang bisa tertawa dan hidup dengan layak.
"a...aa... aku benci .....mereka..."
Lalu dia menutup matanya sambil berharap bahwa ini akan berakhir dengan cepat.
untuk membayangkan hal yang bahagia saja sudah menyakiti hatinya. Bahkan akal sehatnya tak sanggup untuk membayangkannya. Namun ia ditampar oleh kenyataan bahwa dia ditakdirkan terlahir di keluarga yang hancur.
"kenapa aku hidup seperti ini...."
"aku juga ingin merasakan apa itu kebahagiaan.... arti dicintai..... arti disayangi..."
Dan disini benih kebencian atas semua ketidak adilan yang dia rasakan mulai tumbuh.
Secara perlahan dia mulai membenci dunia yang memperlakukannya seperti ini.
wajahnya mungkin tak menunjukkan emosi apapun, namun sebenarnya didalam hatinya dia sedang menangis dan mengutuk dunia.
Tangisan yang bahkan tidak akan didengar siapapun. Saksi bisu atas semua KEBENCIAN dia terhadap dunia.
Ditengah jam istirahat. Kaji merasa haus, memaksanya untuk bangun dari tidurnya.
Dia bangkit dari posisi tidurnya di meja. Kemudian dia berjalan meninggalkan kelas kearah WC.
Shiki dan gerombolannya yang sedang berjalan ke arah kelas 3-C melihat Kaji keluar kelas, mereka kemudian mengikutinya.
Kaji tidak tau sebenarnya shiki dan gerombolannya sedang mengikutinya dari belakang.
Terlihat tulisan penanda WC diatas pintu, Kaji pun masuk. Didepan wastafel dia menyalakan air keran kemudian meminumnya.
"BUUKKKK..."
Tanpa disangka, pukulan datang mengenai bagian belakang kepalanya membuat Kaji kaget atas apa yang terjadi.
Ternyata itu adalah Shiki, tidak berhenti disitu shiki kemudian menarik rambut Kaji, menyeretnya dengan paksa dan kemudian melemparnya kearah pintu bilik toilet.
"hahahahaha ... "
"Kau ingin minum? Kenapa kau tidak minum saja air closet?"
"bukannya kau itu binatang?"
Mendengar itu, membuat Kaji sangat marah. Namun dia tidak mampu melawan mereka.
Kaji hanya terdiam dan menunduk, dia mengepalkan tangannya dengan sangat keras hingga darah mengalir dari kepalannya.
Shiki yang melihatnya kemudian berbicara.
"Kenapa? Kau tidak terima?"
"PLAAKKK!"
suara tamparan keras mengenai wajah Kaji.
Shiki menampar wajahnya, kemudian lanjut berbicara
"kau berani melawan ya sekarang?"
Shiki meraih rambutnya kemudian membenturkannya kepalanya ke pintu bilik toilet.
"Bukkk.... Bukkk... Bukkkk..."
Suara Shiki membenturkan kepala kaji ke bilik toilet tanpa ampun. Setelah beberapa kali membenturkannya Shiki berhenti kemudian mulai berbicara.
"Apa kau lupa kau ini siapa?"
Kaji tidak menjawabnya, dia hanya diam dan tertunduk.
Shiki yang melihat Kaji mengabaikannya, membenturkan kepalanya Kaji ke lantai, bahkan lebih keras daripada sebelumnya.
"BAAKKKKK ...!"
Darah keluar dari hidung Kaji, Shiki kemudian menarik rambutnya dan membuat Kaji menatap wajahnya.
Banyak luka diwajahnya, akibat dari kepalanya yang dibenturkan Shiki berkali kali.
Mereka melihat wajah Kaji yang kosong matanya tidak menunjukkan kehidupan.
Walaupun telah disiksa sedemikian rupa, Kaji tetap tidak bergerak, dia tidak berteriak, dia tidak menangis.
"Masih tidak bergeming ya?"
Shiki sangat marah kemudian dia mulai menendang perut Kaji.
"BUKK!!
Sebuah tendangan tepat di ulu hati Kaji.
Membuatnya sakit dan sesak.
"uhuk ..."
Tidak memberikannya kesempatan untuk bernafas, Shiki kemudian menarik rambutnya ke atas
"BUKKK!! BUKKK!! BUKKK!"
"pukuli dia"
Kemudian mereka memukulinya tanpa ampun.
Darahnya menetes ke lantai. Bukannya berhenti mereka malah semakin tak terkendali dan bengis.
"BRAKKK" suara kaji dilempar kelantai
"BUKKK!! BUKKK!!! BUKKKK!!"
"SRAKKK.... BUKKK...!!!!"
mereka semua menghajarnya,
Kaji hanya meringkuk seperti kucing dan menerima semua kekerasan itu. Sampai pakaiannya robek dan banyak darah disana sini membuatnya tak lagi berbentuk layaknya pakaian.
Walaupun begitu mereka tidak berhenti menghajarnya hanya karena pakaian yang robek. Mereka terus memukulinya hingga puas.
Beberapa saat berlalu akhirnya mereka berhenti memukulinya. Shiki kemudian meraih sakunya dan menemukan dompet di saku celananya.
"cih ... tidak ada apapun didalamnya"
Kecewa karena tidak ada apapun didalamnya. Hanya ada kartu pelajar.
Dia mengambilnya dan mematahkan kartu itu menjadi dua kemudian menginjaknya.
Sebelum shiki meninggalkannya dia mengencingi Kaji. Sebuah tindakan yang tidak bermoral terhadap Kaji, namun Kaji hanya terdiam meringkuk bahkan setelah dikencingi olehnya.
Mungkin shiki dan kawannya merasa puas jadi mereka meninggalkan Kaji seperti tidak terjadi apa apa.
Kaji yang saat itu meringkuk mencoba untuk berdiri namun dia tidak mampu.
Dia menyeret dirinya sendiri kearah tembok untuk bersandar, kemudian duduk memeluk lututnya.
Air mata menetes, apakah itu air mata kesedihan atau kebencian tidak ada yang tau.
Saat itu keadaan kamar mandi sangat kacau banyak noda darah akibat pembullyan yang baru saja terjadi.
Memperlihatkan sosok Kaji yang hancur saat itu. Dia menangis tanpa emosi.
Setelah beberapa saat, bel berbunyi.
Namun dia masih tetap menangis termenung didalam toilet.
Kaji kemudian memaksa dirinya bangkit dan berjalan keluar toilet.
Dia berniat untuk pulang, tidak memperdulikan sekolahnya lagi.
Setelah beberapa saat, Kaji menyusuri lorong kelas yang sepi. Hanya ada kekosongan di matanya.
Disaat Kaji menahan sakit sendirian, murid lain sedang belajar dengan fokus.
Kaji menyusuri lorong dengan berjalan. Kemudian secara perlahan langkah kakinya mulai bertambah cepat, lorong demi lorong dia lewati.
Setelahnya sampai digerbang sekolah dia mulai berlari ke arah rumah dengan air mata mengalir diwajahnya.
Dia memasuki rumah namun ia malah melihat ibunya yang tergeletak dilantai bersimbah darah.
Kaji terjatuh dengan lemas termenung melihat ibunya yang tergeletak bersimbah darah.
Terdengar langkah kaki menuju kearahnya, Kaji mendongak ke atas menyadari bahwa orang yang telah membunuh ibunya tidak lain adalah ayahnya sendiri.
Ayahnya kemudian mencekiknya, membuat Kaji kesulitan bernafas, sedikit demi sedikit pandangannya mulai kabur. Cekikan ayahnya semakin lama semakin kuat membuatnya mengerti bahwa dia akan segera mati.
Namun disaat nafas terakhirnya, yang ia pikirkan hanyalah kebencian....
Kebencian ....
Kebencian ....
Kebencian ....
Kepada takdir dan kehidupan yang kejam.
Kaji mati dengan membawa kebencian dan rasa sakit.