Chereads / Kumpulan kisah pendek (bahasa melayu) / Chapter 21 - Tsuma ilah ruhi ( true story)

Chapter 21 - Tsuma ilah ruhi ( true story)

"Nah.. ingat ini... kalau sayang dengan arwah mak.. selalu la kirimkan alfatitha untuk dia.." Kata ayah sambil bagi satu kertas bertulis -

'tsuma ilah tuhi ( nama arwah yang di tujukan sedekah alfatitha) lahulmul fatithah'

Ramee baca ayat-ayat yang bertulis tulisan tangan dalam kertas itu baik-baik. Tulisan ayah. Dakwat pen warna biru. Ramee pandang muka ayah. Ayah senyum lembut sambil balas pandangan Ramee.

" Hafalkan ayat ni. Kalau sayang dengan arwah mak. Rajin-rajin la baca dan sedekah untuk arwah mak.. bila sudah meninggal dunia hanya doa-doa ini lah yang dapat kita kirim kan sebagai tanda kasih sayang kita pada mereka yang sudah tiada" lembut suara ayah menerangkan. Ramee angguk. Dia sayang arwah mak. Dia rindu arwah mak. Dia janji dalam hati akan selalu kirimkan alfatithah untuk arwah mak.

"Orang yang sudah meninggal dunia ni,  jika dia sedang di siksa kerana dosa-dosanya ketika di dunia. Kiriman doa kita yang masih hidup di dunia, dapat meringankan siksaan mereka di alam kubur.." tàmbah ayah lagi. Ramee angguk paham.

" sedekah alfatithah untuk orang yang sudah tiada ni.. bukan masa lepas sembahyang saja. Waktu tunggu bas di bas stop pun boleh.. waktu tengah memasak pun boleh..  boleh buat bila-bila masa saja. Asal teringat baca lah. Ada masa lapang.. kirimkan saja untuk arwah mak, lebih banyak lebih baik.. lagi pun kiriman doa-doa kita ini juga dikira pahala buat kita yang mendoakan.." pesan ayah lagi. Pesanan itu melakat kuat dalam kepala Ramee.

Ramee kesat airmata yang jatuh berderai dipipinya. Dadanya rasa sakit yang amat. Sebak sangat. Dengan suara yang bergetar dia membaca alfatithah untuk dia - dia yang telah mengajarnya untuk mengirimkan kasih sayang kepada orang yang telah pergi.

Tak sangka orang yang dikirimkan alfatitha itu kali ini adalah ayahnya. Sampai masa ayahnya yang menerima kiriman doa-doa tanda kasih sayang darinya. Air mata Ramee gugur lagi. Pedih tapi itulah hakikat yang masih berusaha dia telan dan hadam.

Sambil membaca alfatithah sambil itu Ramee membayangkan senyuman lembut ayahnya ketika menyerahkan kertas yang bertulis tulisan tangan ayahnya dengan dakwat pen berwarna biru. Tergiang-giang pesanannya- betapa berharganya kiriman doa itu buat orang-orang yang sudah kembali ke rahmatulah.

Habis baca dia ulang lagi hingga berpuluh-puluh kali hingga airmatanya kering. Kemudian dia rasa lega sambil membayangkan ayahnya melihatnya dari 'sana' dengan senyuman.

Ramee berbisik sendiri

" bapa tunggu kami ya.. suatu hari nanti kita akan jumpa lagi"

Dalam hati Ramee ingat kata-kata ayah.  Setiap yang hidup akan mati. Kita semua akan kembali ke sana. Kerana kata-kata arwah ayahnya itu Ramee rasa tenang. Mati bukan sesuatu yang menakutkan.

Mati itu pasti. Suatu hari dia akan jumpa ayahnya lagi. ibunya dan neneknya. Yang amat dia kasihi. Membayangkan dia akan jumpa mereka lagi, tiba-tiba bayangan ibu dan neneknya tergambar di kepalanya seolah-olah mereka tersenyum kepadanya. Sejuk hati Ramee. Dia senyum.

****

Alfatithah