Chereads / Peace Hunter / Chapter 322 - Chapter 322 : Menuju Kota San Lucia

Chapter 322 - Chapter 322 : Menuju Kota San Lucia

Minggu terakhir di bulan April 1221.

Hari keberangkatan untuk menuju wilayah San Lucia pun telah tiba. Aku saat ini sedang berada di kamarku untuk mengemas pakaian dan barang-barang yang akan aku bawa untuk pergi ke wilayah San Lucia. Disaat aku sedang mengemas barang-barangku, tiba-tiba pintu kamarku diketuk dari luar.

*Tok *Tok *Tok

Aku tahu siapa yang mengetuk pintu kamarku dari luar, jadi aku langsung berbicara dengan orang yang mengetuk pintu kamarku.

"Ada apa, Irene ?," tanyaku.

"Aku sudah mengemas barang-barang yang ada di asramaku untuk aku bawa dan aku juga sudah membawa tas yang berisi barang bawaanku kesini. Apa kamu masih lama untuk mengemas barang-barangmu, Rid ?," tanya Irene yang berada di luar kamarku.

"Tinggal sebentar lagi," ucapku.

"Baiklah. Aku akan menunggumu disini," ucap Irene.

"Oke," ucapku.

Aku lalu melanjutkan untuk mengemas barang-barangku. Setelah itu, aku langsung pergi keluar dari kamarku.

"Aku sudah selesai mengemas barang-barangku. Ayo kita pergi ke gerbang akademi, Irene," ucapku.

"Iya," ucap Irene.

Lalu aku dan Irene pun pergi keluar dari asramaku. Setelah kami berdua sudah keluar dari asramaku, kami melihat Charles dan Chloe yang secara kebetulan juga baru keluar dari asrama mereka masing-masing.

"Charles, Chloe, kalian berdua sudah selesai mengemas barang-barang kalian ?," tanyaku.

"Iya, aku sudah mengemas barang-barangku," ucap Charles.

"Aku juga," ucap Chloe.

"Begitu ya. Kami berdua juga sudah mengemas barang-barang kami. Apa kalian berdua mau langsung pergi ke gerbang akademi ? Kalau iya, ayo kita bareng," ucapku.

"Iya, aku dan Chloe memang berniat ingin langsung pergi ke gerbang akademi begitu kita sudah selesai mengemas barang bawaan kita masing-masing. Kalau begitu, ayo kita bareng, Rid," ucap Charles.

"Iya," ucapku.

Kemudian, aku, Charles, Chloe dan Irene pun langsung pergi meninggalkan gedung asrama untuk menuju gerbang akademi.

Lalu, kami pun akhirnya sampai di gerbang akademi. Terlihat sudah banyak murid dengan barang bawaan mereka masing-masing yang sudah memenuhi gerbang akademi. Para murid yang memenuhi gerbang akademi itu terdiri dari murid tahun pertama hingga murid tahun keempat seperti kami. Setelah sampai di gerbang akademi, kami langsung mencari teman-teman kami yang mungkin sudah datang ke gerbang akademi. Saat kami berempat sedang mencari teman kami, aku mendengar ada beberapa murid yang bersorak dan memberikan semangat kepadaku.

"Senior Rid, semangat untuk menjalankan ujiannya,"

"Semangat, senior Rid," ucap para murid yang merupakan murid perempuan.

Dilihat dari lencana yang mereka pakai dan cara mereka memanggilku dengan sebutan 'senior', sepertinya mereka adalah para murid juniorku. Terlihat ada cukup banyak murid perempuan yang menyemangatiku saat aku sedang berjalan di kerumunan murid-murid yang sedang berkumpul di gerbang akademi. Ini bukan pertama kalinya aku mengalami ini karena aku pun sering disapa atau diajak bicara oleh banyak murid perempuan sejak aku masih menjadi murid tahun kedua. Kebanyakan yang menyapa dan mengajakku bicara adalah murid perempuan dan murid itu merupakan murid juniorku. Sepertinya popularitasku di akademi ini lebih tinggi dari yang aku kira karena aku selalu disapa dan diajak bicara oleh murid-murid di akademi ini. Tidak hanya di akademi ini saja, bahkan popuralitasku di kerajaan ini pun juga lebih tinggi dari yang aku duga karena para murid baru yang baru menjadi murid di akademi ini pun langsung mengenali aku. Ini semua karena namaku dan fotoku sering dimuat dalam surat kabar yang diterbitkan oleh Diganta, karena itulah popuralitasku lebih tinggi dari yang aku kira.

Sementara itu, Charles yang menyadari kalau ada banyak orang yang menyapa dan menyemangatiku pun langsung berbicara denganku.

"Seperti biasanya, setiap kamu berjalan kamu selalu menarik perhatian banyak murid lain yang ada di sekitar, Rid. Yah apa boleh buat, lagipula kamu adalah orang paling populer di akademi ini, tidak, bahkan di kerajaan ini. Bahkan kepopuleranmu itu melebihiku dan Chloe yang merupakan pangeran dan putri di kerajaan ini. Jadi wajar saja kalau kamu menarik perhatian banyak orang," ucap Charles.

"Apa kamu iri karena kepopuleranku lebih tinggi darimu, Charles ?," tanyaku.

"Tidak, aku tidak iri dengan hal semacam itu," ucap Charles.

"Iya, kamu tenang saja. Lagipula kamu masih tetap populer seperti biasanya," ucapku.

Aku mengatakan itu karena aku mendengar ada beberapa murid yang menyapa dan menyemangati Charles. Charles pun juga mendengar hal itu dan dia langsung melambaikan tangan kepada murid yang menyapa dan menyemangatinya.

"Tadi, aku bilang kalau aku tidak iri karena aku tidak peduli dengan hal seperti popularitas, Rid," ucap Charles.

"Begitu juga denganku. Ya sudah, lebih baik kita sekarang lanjut untuk mencari Noa dan yang lainnya," ucapku.

"Iya," ucap Charles.

Lalu kami melanjutkan berjalan untuk mencari Noa dan yang lainnya dikerumunan murid-murid yang ada di gerbang akademi. Tidak lama kemudian, kami pun menemukan Noa, Kotaro dan yang lainnya yang sedang berada di dekat sebuah kereta kuda yang terparkir di jalanan gerbang akademi.

"Jadi kamu sudah ada disini ya, Noa," ucapku.

"Iya, mungkin sejak 10 menit yang lalu. Apa kamu tadi mendatangi asramaku untuk memanggilku, Rid ?," tanya Noa.

"Tidak, karena aku yakin kamu dan yang lainnya sudah ada disini," ucapku.

"Begitu ya," ucap Noa.

Lalu kami semua pun berkumpul di tempat itu sambil menunggu waktu keberangkatan menuju wilayah San Lucia.

-

20 menit kemudian.

Kami pun bersiap-siap karena sebentar lagi kami akan mulai berangkat menuju wilayah San Lucia. Kami memeriksa kembali barang-barang yang kami bawa agar tidak ada barang yang lupa kami bawa. Setelah itu, kami pun langsung naik ke kereta kuda yang sudah tercantum nama-nama murid yang akan menaiki kereta kuda itu. Aku berada di kereta kuda yang sama dengan Irene, Charles, Chloe, Noa, Leandra dan Lily. Para murid yang lain mulai dari murid tahun pertama sampai tahun keempat pun juga mulai menaiki kereta kuda yang tersedia di depan gerbang akademi. Beberapa menit kemudian, semua murid akademi pun telah menaiki kereta kuda yang tersedia dan kereta kuda itu pun mulai bergerak menuju tujuannya masing-masing.

-

Kereta kuda yang kami tumpangi pun terus melaju. Mulai dari jalanan ibukota San Estella, gerbang ibukota San Estella dan sekarang kereta kuda yang kami tumpangi sedang melaju di jalanan yang menghubungkan ibukota San Estella dengan kota San Lucia.

"Aku tidak sabar untuk bertemu kembali dengan orang tuaku. Semenjak aku menjadi murid di akademi, aku tidak pernah bertemu dengan mereka lagi karena murid akademi tidak boleh meninggalkan wilayah akademi kecuali murid akademi yang memiliki kepentingan," ucap Leandra.

"Iya, aku juga, Lea. Aku juga tidak sabar untuk bertemu dengan orang tuaku," ucap Lily.

"Orang tua kalian itu bekerja untuk tuan Duke San Lucia kan, Leandra, Lily ?," tanya Chloe.

"Iya, itu benar. Orang tua kami bekerja sebagai pekerja, dan bukan sebagai budak meskipun pada awalnya kami dibeli sebagai budak. Tidak hanya orang tua kami saja, orang-orang dari ras selain ras Manusia yang bekerja di kediaman tuan Duke juga berkerja sebagai pekerja dan mereka semua mendapatkan upah dari tuan Duke," ucap Leandra.

Lily pun mengangguk setuju.

"Memang tuan Duke San Lucia adalah orang yang sangat baik dan beliau juga menginginkan kesetaraan dengan ras lain. Karena tindakan beliau yang mempekerjakan ras lain selain ras Manusia dan memberikan mereka upah, Ibunda kami jadi terinspirasi dengan tindakan yang dilakukan tuan Duke San Lucia. Keputusan Ibunda kami dalam menghapuskan sistem perbudakan di kerajaan ini dan menggantinya dengan sistem pekerja bagi ras manusia ataupun ras yang bukan manusia adalah berkat inspirasi yang beliau dapatkan ketika melihat tindakan tuan Duke San Lucia," ucap Charles.

"Iya, beliau memang sangat baik. Putri beliau pun juga sangat baik," ucap Leandra sambil melihat ke arah Irene.

Irene juga melihat ke arah Leandra tetapi Irene tidak mengatakan apa-apa kepada Leandra.

-

1 jam kemudian.

Kereta kuda yang kami tumpangi masih melaju di jalan penghubung antara ibukota San Estella dengan kota San Lucia. Saat kereta kuda masih melaju, tiba-tiba Charles, Chloe dan yang lainnya seperti merasakan sesuatu.

"Suhu dan udaranya mulai menjadi dingin, sepertinya kita sudah mulai memasuki bagian tengah wilayah San Lucia. Bagi kalian yang tidak tahan dengan suhu dingin ini, segera pakai jaket atau pakaian tebal yang kalian bawa karena saat di bagian tengah wilayah San Lucia nanti, tepatnya di kota San Lucia, udaranya akan lebih dingin dari ini," ucap Charles.

Charles pun langsung memakai jaket yang dia bawa. Selain jaket, dia juga memakai sarung tangan di kedua tangannya. Chloe, Noa, Leandra dan Lily pun juga memakai jaket dan sarung tangan seperti Charles. Hanya Irene saja yang tidak terlihat memakai jaket dan sarung tangan.

Setelah itu, Chloe yang sudah selesai memakai jaket dan sarung tangan pun merasa bingung dengan Leandra dan Lily yang juga memakai jaket dan sarung tangan.

"Leandra, Lily, kenapa kalian juga ikut memakai jaket dan sarung tangan ? Bukankah kalian sebelumnya pernah tinggal di kediaman tuan Duke San Lucia yang berada di kota San Lucia sebelum kalian menjadi murid akademi ?," tanya Chloe.

"Memang kami berdua sebelumnya pernah tinggal di kediaman tuan Duke. Tetapi, meskipun kami pernah tinggal di kediaman tuan Duke sebelum menjadi murid akademi untuk menemani nona, kami masih belum terbiasa dengan suhu dingin ini. Benarkan, Lily ?," tanya Leandra.

"Itu benar, kami masih belum terbiasa dengan suhu dingin ini. Maka dari itu kami selalu mengenakan jaket atau pakaian tebal saat bekerja dan saat tinggal di kediaman Duke. Para pekerja yang lain yang belum terbiasa dengan suhu dingin di wilayah San Lucia pun juga mengenakan jaket dan pakaian tebal. Untungnya tuan Duke tidak mempermasalahkan kami semua yang mengenakan jaket atau pakaian tebal ketika sedang bekerja," ucap Lily.

"Iya, itu benar," ucap Leandra.

"Begitu ya. Aku pikir kalian sudah terbiasa dengan suhu dingin di wilayah San Lucia, makanya aku bingung kenapa kalian juga ikut memakai jaket dan sarung tangan, aku minta maaf," ucap Chloe.

"Tidak perlu minta maaf, putri Chloe. Lagipula wajar kalau putri Chloe berkata seperti itu karena putri Chloe belum tahu," ucap Leandra.

"Itu benar. Selain itu, tidak hanya kami saja yang belum terbiasa dengan suhu dingin di wilayah San Lucia, banyak para penduduk asli di wilayah San Lucia yang juga belum terbiasa dengan suhu dingin ini. Hanya ada sedikit orang yang sudah terbiasa dengan suhu dingin ini dan kebanyakan dari orang itu adalah anggota keluarga San Lucia. Contohnya seperti nona, dia tidak memakai jaket ataupun sarung tangan karena dia sudah terbiasa dengan suhu dingin ini. Mungkin 'terbiasa' bukanlah kata yang tepat, lebih tepatnya nona memiliki ketahanan terhadap suhu dingin ini. Itu karena seluruh anggota keluarga San Lucia, tepatnya seluruh anggota 'asli' keluarga San Lucia memiliki ketahanan terhadap suhu atau udara dingin," ucap Lily.

"Iya, aku sudah tahu tentang kemampuan keluarga San Lucia yang memiliki ketahanan terhadap suhu dingin. Kalau begitu, apa kamu juga merupakan anggota 'asli' keluarga San Lucia, Rid ?," ucap Chloe yang tiba-tiba bertanya kepadaku.

Aku tahu alasan kenapa Chloe bertanya seperti itu kepadaku. Itu karena saat ini aku tidak memakai jaket dan sarung tangan meskipun suhu dan udara di tempat ini mulai dingin.

"Tidak, aku bukan anggota 'asli' keluarga San Lucia karena rambutku tidak berwarna putih. Seluruh anggota 'asli' keluarga San Lucia itu memiliki rambut berwarna putih seperti salju, Chloe," ucapku.

"Iya, kamu benar juga. Tetapi kenapa kamu tidak memakai jaket dan sarung tangan, Rid ? Apa kamu tidak merasakan kalau suhu di tempat ini mulai berubah menjadi dingin ?," tanya Chloe.

"Aku tidak merasakan dingin sedikitpun. Bisa dibilang, tubuhku juga memiliki ketahanan terhadap suhu dingin meskipun mungkin tidak sebagus ketahanan yang dimiliki anggota 'asli' keluarga San Lucia. Kalian tidak perlu khawatir kepadaku, kalau aku sudah merasa dingin, aku akan langsung memakai jaket dan sarung tangan yang sudah aku bawa untuk berjaga-jaga," ucapku.

"Hmmm ya sudah kalau begitu, Rid," ucap Chloe.

Kemudian, kami melanjutkan untuk mengobrol di dalam kereta kuda yang kami tumpangi, sementara kereta kuda yang kami tumpangi terus melaju.

-

2 jam kemudian.

Kereta kuda yang kami tumpangi masih terus melaju di jalan penghubung antara ibukota San Estella dengan kota San Lucia. Lalu tidak lama kemudian, kami melihat ada sebuah kota besar yang berada di depan kereta kuda kami dengan jarak sekitar kurang lebih 1 kilometer. Kota itu diselimuti oleh salju yang cukup banyak, bahkan salju terlihat menumpuk di atas atap tiap bangunan yang ada di kota itu. Kota yang diselimuti salju itu merupakan kota yang menjadi tujuan kami, yaitu kota San Lucia.

-Bersambung