Kembali ke asrama Rid.
Sudah sekitar 20 menit Irene mendekapku. Karena dirasa sudah cukup, aku pun meminta Irene untuk berhenti mendekapku.
"Aku sekarang sudah lebih baik, Irene. Tolong lepaskan dekapanmu itu," ucapku.
"Baiklah," ucap Irene.
Irene lalu melepaskan dekapannya itu. Aku pun berhasil terlepas dari dekapannya itu dan kembali duduk normal seperti biasa.
"Terima kasih, Irene. Berkatmu, sekarang aku sudah lebih baik," ucapku.
"Sama-sama, Rid. Jika kamu ingin menenangkan diri lagi, kamu bisa bersandar lagi disini," ucap Irene sambil menunjuk ke arah dadanya.
"Sepertinya aku tidak akan melakukannya lagi. Kalau dipikir-pikir, rasanya kamu sudah seperti ibuku saat kamu melakukan itu. Yah meskipun aku tidak pernah merasakan itu dari ibuku sendiri," ucapku.
"Kenapa tidak mau ? Apa kamu merasa malu ? Padahal aku melakukan ini hanya ketika kita sedang berdua saja," ucap Irene.
"Aku hanya merasa tidak nyaman saja," ucapku.
"Tetapi apa yang aku lakukan barusan sangat membantumu untuk menenangkan diri kan ? Aku meniru hal ini dari ibundaku karena saat aku masih kecil, ibundaku sering melakukan ini ketika suasana hatiku sedang buruk atau sedang sedih," ucap Irene.
"Yah, memang apa yang kamu lakukan tadi sangat membantuku untuk menenangkan diri," ucapku.
"Kalau begitu tidak masalah apabila kamu ingin bersandar lagi apabila pikiranmu sedang tidak tenang, lagipula kamu sendiri yang bilang kalau apa yang aku lakukan ini sangat membantumu," ucap Irene.
"Hmmm, ya sudah kita lihat saja nanti. Daripada itu, apa kamu mau kembali ke asramamu, Irene ? Soalnya sebentar lagi aku akan pergi keluar dari asramaku," ucapku.
"Kamu mau pergi ke mana, Rid ?," tanya Irene.
"Aku ingin pergi ke desa Aston. Aku ingin mengunjungi mereka semua yang telah tewas. Meskipun aku tidak tahu apakah mereka semua yang telah tewas sudah dikuburkan atau belum, aku harus mengunjungi mereka untuk memberikan penghormatan terakhir," ucapku.
"Begitu ya, jadi kamu ingin pergi ke desa Aston. Kalau begitu, aku ikut," ucap Irene.
Aku pun terkejut setelah mendengar perkataan Irene.
"Kamu ingin ikut pergi ke desa Aston ?," tanyaku.
"Iya," ucap Irene.
"Kenapa kamu ingin ikut, Irene ? Disana sudah tidak ada apa-apa lagi. Seluruh bangunan sudah hancur karena terbakar dan seluruh orang di desa itu pun juga telah tewas. Jadi percuma saja jika kamu ingin ikut untuk pergi ke desa Aston, Irene," tanyaku.
"Aku tahu itu, aku hanya penasaran saja dengan kampung halamanmu, Rid. Apalagi kampung halamanmu itu baru saja mendapatkan hadiah berupa barang dan bahan dari ayahandaku dan juga Yang Mulia Ratu. Selain itu, alasan aku ingin ikut denganmu adalah karena aku lah yang akan menenangkanmu lagi apabila pikiran atau suasana hatimu sedang kacau saat berada di kampung halamanmu itu," ucap Irene.
"Dengan cara apa kamu akan menenangkanku jika pikiran atau suasana hatiku sedang kacau saat berada disana ? Aku yakin kamu tidak akan menenangkanku dengan cara yang sebelumnya, Irene. Aku tidak bisa membayangkan kamu akan melakukan itu di depan umum," ucapku.
"Hmmm mungkin aku akan melakukan dengan cara lain. Pokoknya aku ingin ikut, Rid, bolehkan ?," tanya Irene.
"Boleh saja jika kamu ingin ikut, tetapi aku tidak tahu apakah kamu diperbolehkan oleh nona Karina atau tidak, soalnya nona Karina juga ikut untuk pergi ke desa Aston," ucapku.
"Aku akan meminta izin dengan nona Karina nanti agar aku bisa ikut," ucap Irene.
"Baiklah, sekarang kamu kembali ke asramamu saja dulu untuk bersiap-siap, Irene. Nona Karina bilang kereta kuda untuk pergi ke desa Aston baru tersedia saat jam 8 pagi. Sebentar lagi kereta kudanya akan tersedia dan kita bisa langsung berangkat," ucapku sambil melihat ke arah jam.
"Baiklah, aku akan kembali ke asramaku terlebih dahulu untuk bersiap-siap pergi," ucap Irene.
"Iya, nanti aku tunggu di depan pintu asramamu," ucapku.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi ke asramamu dulu, Rid," ucap Irene.
"Iya," ucapku.
Lalu Irene pun pergi meninggalkan asramaku untuk kembali ke asramanya.
-
15 menit kemudian.
Aku saat ini sudah berada di depan pintu asrama Irene dan sedang menunggu Irene yang sedang bersiap-siap. Tidak lama kemudian, pintu asrama Irene pun terbuka dan Irene pun keluar dari asramanya.
"Maaf menunggu lama, Rid," ucap Irene.
Irene terlihat mengenakan pakaian kasual yang belum pernah dia pakai selama berada di akademi ini.
"Tidak, aku tidak menunggu lama. Ngomong-ngomong, kamu tidak membawa tas kecil, Irene ?," tanyaku.
"Tidak, tidak ada barang yang ingin kubawa jadi aku tidak membawa tas kecil. Lagipula sore atau malam nanti kita juga sudah kembali lagi kesini. Kamu sendiri juga tidak membawa tas dan barang lainnya, Rid," ucap Irene.
"Iya. Seperti perkataanmu, karena kita tidak menginap, jadinya aku tidak perlu membawa barang atau yang lainnya. Kalau begitu, ayo kita bergegas pergi ke gerbang akademi, Irene," ucapku.
"Iya," ucap Irene.
Aku dan Irene pun berjalan menuju tangga asrama. Kami berjalan melewati asrama Charles dan Chloe, tetapi kami tidak melihat mereka berdua di depan asrama mereka masing-masing. Sepertinya mereka berdua sedang ada di asrama mereka. Setelah itu, kami pun menuruni tangga dan berjalan menuju pintu gerbang asrama. Setelah keluar dari pintu gerbang asrama, kami berdua mendengar ada suara seseorang yang memanggil kami.
"Nona!, Rid!," ucap suara itu.
Kami berdua pun menoleh ke asal suara itu. Saat kami menoleh, kami melihat Leandra dan Lily yang sedang berjalan menghampiri kami dari arah area pertokoan.
"Tumben sekali melihat kalian berdua pergi dengan pakaian yang rapi, apa kalian mau kencan ?," tanya Leandra.
"Anggap saja begitu," ucap Irene.
"Kalian mau kencan kemana ?," tanya Lily.
Irene pun menoleh ke arahku. Sepertinya dia memintaku untuk menjelaskannya kepada Leandra dan Lily.
"Kami bukan ingin kencan Lea, Lily. Kami hanya ingin pergi ke desa Aston yang merupakan kampung halamanku," ucapku.
"Kampung halamanmu ? Kenapa kalian berdua ingin pergi kesana ? Lalu, bukannya kita sebagai murid akademi tidak diperbolehkan untuk pergi keluar akademi kecuali untuk hal-hal yang penting ?," tanya Leandra.
"Justru aku ingin pergi ke kampung halamanku karena ini adalah hal yang penting, Lea. Aku tadi pagi mendapatkan informasi dari nona Karina kalau kampung halamanku telah diserang dan seluruh orang di kampung halamanku telah tewas. Karena itulah, aku ingin pergi kesana untuk melihat keadaan kampung halamanku dan Irene bilang kalau dia ingin ikut," ucapku.
Leandra dan Lily pun terkejut setelah mendengar perkataanku.
"Kampung halamanmu telah diserang dan seluruh orang di kampung halamanmu itu juga telah tewas ?!?! Aku turut berduka, Rid," ucap Leandra.
"Aku turut berduka juga, Rid," ucap Lily.
"Terima kasih, kalian berdua," ucapku.
"Jadi itu alasan kenapa tadi kamu melamun saat berada di tempat latihan," ucap Leandra.
"Iya. Aku melamun karena sedang memikirkan tentang kampung halamanku. Aku berbohong pada Charles dan bilang kepadanya kalau aku sedang memikirkan hal yang tidak begitu penting. Aku hanya tidak ingin dia dan kalian semua khawatir jika aku memberitahu yang sebenarnya,"
"Tetapi karena sekarang aku telah memberitahu yang sebenarnya kepada kalian berdua, kalian berdua bebas untuk memberitahukannya kepada yang lainnya karena aku juga belum memberitahu yang sebenarnya kepada mereka. Kalaupun kalian tidak memberitahu kepada yang lainnya, mereka mungkin akan mengetahuinya dari obrolan para murid yang mendapatkan informasi tentang berita yang terbit hari ini," ucapku.
"Benar juga, saat aku dan Lily pergi ke area pertokoan, kami berdua mendengar ada beberapa murid yang membicarakan tentang sebuah desa yang telah diserang. Tetapi kami tidak mendengar pembicaraan itu dengan jelas, jadi kami tidak tahu nama desa yang diserang itu. Dan ternyata kami baru tahu kalau desa yang diserang itu ternyata adalah kampung halamanmu," ucap Leandra.
"Begitu ya, beberapa murid sudah mengetahui tentang kampung halamanku yang telah diserang. Sepertinya hanya tinggal menunggu waktu saja sampai semua orang yang ada di akademi ini tahu tentang berita itu"
"Ya sudah kalau begitu, aku dan Irene pergi dulu ya, Lea, Lily. Jika kalian ingin memberitahukannya kepada Charles dan yang lainnya, itu terserah kalian. Aku tidak akan mempermasalahkannya," ucapku.
"Baiklah. Hati-hati, Rid, nona," ucap Leandra.
"Hati-hati," ucap Lily.
"Iya," ucap Irene.
Lalu aku dan Irene pun melanjutkan langkah kami berdua untuk menuju gerbang akademi. Saat kami berdua sedang berjalan menuju gerbang akademi, aku merasakan kalau beberapa murid sedang melihat ke arah kami. Beberapa dari mereka melihat ke arah kami karena sudah mengetahui berita tentang kampung halamanku yang diserang, dan sisanya melihat ke arah kami karena mereka terkejut melihat aku dan Irene yang sedang berjalan berdua, setidaknya itu yang aku baca dari pikiran mereka yang melihat ke arah kami.
Lalu setelah beberapa menit berjalan, kami berdua pun sampai di gerbang akademi. Terlihat nona Karina sedang menunggu di gerbang akademi. Selain itu, ada nona Violetta juga yang sedang berbicara dengan nona Karina. Aku pun langsung menyapa mereka berdua begitu aku sudah berada dekat dengan mereka.
"Selamat pagi, nona Karina, nona Violetta," ucapku.
Nona Karina dan nona Violetta yang sedang mengobrol pun langsung melihat ke arahku.
"Ah, Rid ya. Selamat pagi, Rid," ucap nona Violetta.
"Selamat pagi, Rid. Hmmm, kenapa ada Irene juga disini ?," tanya nona Karina yang bingung setelah melihat Irene.
"Rid sudah menceritakan tentang kampung halamannya yang telah diserang, nona. Dia juga bilang kalau dia ingin pergi ke kampung halamannya itu. Oleh karena itu, saya juga ingin ikut pergi, nona," ucap Irene.
"Kamu ingin ikut pergi ke desa Aston ?," tanya nona Karina.
"Iya, nona. Rid mungkin akan merasa sedih dan tidak tenang saat berada di kampung halamannya itu, oleh karena itu saya mengajukan diri untuk ikut agar bisa menenangkan Rid saat berada disana," ucap Irene.
Nona Karina pun terdiam setelah mendengar perkataan Irene, sementara nona Violetta tertawa setelah mendengar perkataan Irene.
"Ahahaha, sepertinya kamu sangat khawatir sekali dengan Rid ya, putri Irene," ucap nona Violetta.
Aku pun juga terdiam dan hanya tersenyum tipis setelah mendengar perkataan Irene.
"Aku tidak menyangka kalau Irene mengatakan alasan seperti itu agar bisa ikut," pikirku.
Setelah lama terdiam, nona Karina pun mulai berbicara.
"Baiklah. Jika kamu mau ikut, maka aku akan mengizinkannya. Lagipula saat ini kamu adalah pacarnya Rid, aku mengandalkanmu untuk menenangkan Rid saat kita berada disana, Irene," ucap nona Karina.
"Baik, nona," ucap Irene.
"Ya sudah, ayo kita berangkat. Violetta, tolong jaga akademi selagi aku pergi," ucap nona Karina.
"Baik, nona," ucap nona Violetta.
"Ayo," ucap nona Karina.
"Baik, nona," ucapku dan Irene.
Lalu kami bertiga pun berjalan ke sebuah kereta kuda yang sedang terparkir di depan gerbang akademi. Kami pun langsung menaiki kereta kuda itu dan setelah itu, kereta kuda itu pun mulai bergerak untuk membawa kami ke desa Aston.
-Bersambung