Chapter 112 - BAB 102

Best Review Terpanjang Uwu 😍

Review mengejutkan 😻

Review yang ... hmmm 🤔

👀 Udah ada di WP gratis oi. Ngapain beli deh 🤣 tinggal baca. Iyaaa nanti pasti bukunya tak cetak. Tapi 1 biji doang buat gw koleksi di lemari sendiri. Biar jadi kenang-kenangan. Dah dah ... THANKS semua! Happy reading!

😻😻🔥

.

.

BAB 102: MANSION PEMBUNUH

.

.

Selang waktu 30 menit, mobil polisi pun datang ke koordinat yang kata Jirayu membutuhkan bantuan. Namun, bukan wanita terancam diperkosa yang mereka temukan, melainkan banyak korban jiwa yang menggelepar di tempat itu.

Ada beberapa lelaki berjas yang memiliki luka tembak. Ada satu mayat mengambang di danau yang tak jauh dari sana. Lalu mereka pun membawa semua jasadnya dalam pengangkutan untuk diperiksa.

"Apa ada jejak yang ditinggalkan pelaku?" tanya si kepala Polisi kepada bawahannya.

"Tidak banyak, Pak," jawab si polisi selama melapor. "Tapi mungkin kita bisa cocokkan ini dengan beberapa kasus yang terpisah di kota sebelah."

Si kepala Polisi pun mengangguk-angguk. "Kau ada benarnya juga," katanya. "Pelaku-pelaku ini memang mirip. Mereka selalu melakukan penyerangan skala besar, tapi tidak meninggalkan tubuh mati kecuali dari korbannya. Padahal, mustahil kalau pasukannya sedikit. Apalagi yang di Venezia."

"Benar. Saya yakin ini ada hubungannya dengan para mafia yang dirumorkan," kata si bawahan. "Mereka sempat di Sisilia, kemudian Venezia, dan sekarang mengacaukan tempat ini."

Si kepala polisi menyentuh dagunya. "Kudengar Inspektur Smith juga meninggal dalam misi penggerebekan di Ravenna," katanya. "Apa kita perlu mengajukan petisi ke pusat? Aku ingin melihat semua rekaman CCTV atau semacamnya meskipun remeh."

"Sebenarnya tidak banyak juga jejak yang bisa didapat, Pak."

"Benarkah?"

"Ya."

"Bahkan yang di Venezia?" tanya si kepala Polisi memastikan.

"Benar." Si polisi bawahan pun melambaikan tangan kepada sopir yang menangani para mayat sebelum lelaki itu berlalu. "Karena mansion yang diteliti juga sedikit aneh. Itu mewah sekali, tapi semua CCTV yang terpasang tidak memiliki data apapun. Seperti sudah dihapus sebelum ditinggalkan pemiliknya, tapi mustahil dilakukan serentak dalam waktu singkat jika tidak menggunakan cara khusus." (*)

"Hmmm ...." Kepala Polisi itu pun mondar-mandir sambil memandangi mayat-mayat lain yang baru menyusul diangkut. "Bagaimana dengan identitas si pemilik?"

"Ah, soal itu... kudengar juga agak tak jelas," kata si polisi bawahan. Mereka pun masuk ke dalam mobil patroli sambil melanjutkan obrolan. "Karena setelah datanya dicari, ada tujuh wajah yang berbeda dengan nama yang sama."

DEG

"Apa?"

"Ya, memang begitu, Pak. Aku yakin tidak salah baca beritanya," kata si polisi bawahan. Sambil menyetir, dia bahkan menyempatkan diri untuk menatap sang atasan agar tetap dipercaya. "Data diri sama, sidik jari sama, dan banyak keanehan lainnya."

"...."

"Tapi apa Anda tahu? Ternyata si pemilik dan keluarga sudah meninggal dalam kecelakaan pesawat 12 tahun lalu," jelas si polisi bawahan. "Lalu siapa si tuan tanah sekarang? Tak pernah ada yang benar-benar tahu. Karena para tetangganya pun jarang melihat si majikan. Toh pagarnya setinggi itu. Belum lagi wilayahnya terlalu luas. Mereka hanya berpendapat kalau orang itu semacam pebisnis atau semacamnya, atau justru mafia juga."

Tanpa menemukan titik temu, mereka pun melakukan pelaporan kepada atasan dengan informasi seadanya. Ada yang setuju bahwa kasus-kasus itu berkaitan. Ada juga yang memungkiri karena pelaku malah seperti setan.

Hilang, ada. Hilang, ada.

Tak ada penjelasan ilmiah yang cukup mendukung hingga dilaporkan sebelas penyelam professional mati di tengah jalan ketika mereka berusaha meneliti. (sebelumnya para polisi biasa juga mati semua, sehingga mereka pun memanggil yang dinilai memang pada bidangnya).

Kepolisian yakin, mansion mewah itu punya banyak lantai lagi di bawahnya, tapi mereka hanya sanggup menembus hingga tujuh lapis. Sebab selain penuh air yang menggenang, ruangan-ruangan di bawahnya ternyata penuh jebakan.

Ada pisau dan jangkar melayang dari dinding-dinding sekitar. Ada juga lantai yang menelan penyelam seperti monster. Dan itu terus terulang kembali. Bukannya mendapat hasil, korban jiwa malah terus berjatuhan sebelum tenggelam ke dasar.

"Ini benar-benar tidak boleh dibiarkan," kata si kepala polisi jengkel. Usai melapor, lelaki itu tetap mengomel-ngomel, padahal persoalannya sudah diajukan ke pusat sungguhan. "Apa tidak bisa diledakkan saja? Siapa tahu bisa menembus semua lantainya secara langsung."

"Kudengar ada rencana begitu," kata si bawahan sembari mengingat-ingat. "Tapi polisi sana masih mempertimbangkannya. Karena kalau kebablasan, bisa-bisa bukti penting malah hilang karena cara tersebut."

"Haaa ... benar juga katamu," kata si kepala polisi sembari memijit kening. "Memang sepertinya si pemilik sedang sembunyikan sesuatu. Kalau tidak, mana mungkin dia membuat mansion serumit itu."

Baru saja mereka membahas persoalan tadi, tiba-tiba terdengar keributan di luar kantor.

Brakh!

"AKU INGIN MELIHAT MAYATNYA! MINGGIR!" teriak seorang lelaki. Dia mengenakan setelan mahal dengan long coat tebal, berjalan menghentak seperti raja otoriter, lalu menerobos para polisi kecil untuk melihat ruang persiapan visum. Namun, tentu saja dia dihadang. Apalagi wajahnya bisa dikenali oleh beberapa polisi. (**)

"Tuan Domenico! Bisa Anda tenang sedikit?"

Brakh!

"Tidak! Beri aku jalan sekarang juga!!" bentak Domenico. Dia pun masuk kantor polisi itu lebih dalam, lalu menelisik setiap mayat yang terkumpul. Dia membuka penutupnya satu per satu, mencari wajah sang kekasih hati, lalu membuang kain itu ke lantai.

Sraaaaaakhh!

DEG

Tangan Domenico pun bergetar seketika. Dia meraba wajah Allard yang mulai memucat, bahkan juga dingin mengirut karena sempat tercebur dinginnya danau.

Luka-luka di tubuhnya yang tercetak jelas, bekas-bekas darah yang membias di pakaiannya, dan

tidak butuh waktu lama untuk Domenico tahu peluru yang dirogohnya langsung dari perut lelaki itu.

"Hei, Tuan! Tuan! Jangan--"

Namun, Domenico terlanjur melakukannya. Dia bahkan tidak segan-segan menjilat darah Allard secara langsung demi memastikan ukiran mikro bertuliskan "Amore" yang membias di sana.

Oh, Domenico pun langsung tertawa. Karena dia benar-benar hapal pemilik peluru ini, atau setidaknya pasukan klona yang digunakan lelaki itu.

"Kimhan ...." batin Domenico sambil meremas peluru peyot tersebut. Pantas saja Allard tidak bisa dia hubungi berkali-kali. Ternyata bocah itu sudah sejauh ini untuk membalas dendam. "Aku bahkan belum mulai untuk menghancurkan keluargamu. Tapi apa ini? Ha ha ha. Berani-beraninya kau mencuri garis start dariku ...."

Brakh!

"Tuan!"

Domenico tak mau menghabiskan banyak waktu. Dia pun menerobos ruang Chief polisi kantor tersebut, toh sudah kepalang basah. Lagipula, Mossimo punya pengaruh besar dimana saja. Selama polisi-polisi ini tidak tahu dia mengkhianati sang sepupu, mereka pasti bisa diajak bekerja sama.

"Hubungkan aku dengan atasanmu di kota lain," kata Domenico sambil menahan frustasi. "Cepat. Aku benar-benar harus bicara padanya untuk mengungkapkan kasus ini."

"Apa?"

"Arrrrghhh! Kelamaan!" bentak Domenico lantas merebut telepon kabel yang di atas meja sang Chief. Dia pun menekan dial sesuka hati, tapi tidak dihentikan karena mereka tahu dirinya siapa.

Domenico pun mengadakan perjanjian dengan cepat bersama pihak yang dia telepon. Dia menjamin bisa memandu kepolisian ke jalur khusus yang tak mereka ketahui sehingga bisa masuk ke dalam mansion itu untuk meneliti bagian dalamnya.

Domenico juga mengaku, bahwa ini merupakan kejahatan mafia negara lain yang tidak memiliki perjanjian apapun dengan pemerintah Italia. Mereka masuk kemari dengan proyek-proyek yang disembunyikan di dalam mansion itu, sementara Mossimo tidak terlibat kecuali sebagai penyerang karena urusan pribadi. (***)

Semuanya pun selesai dalam waktu satu jam. Domenico sampai menyeringai puas setelah telepon, tapi dia menyembunyikan amarah di balik senyum.

Benar-benar lidah yang licin. Lidah yang ketika sampai di kediamannya sendiri memaki sesuka hati sambil mengobrak-abrik apapun yang dia temukan di sekitar.

"ARRRRRRRRGGGGHHHHHH!"

BRAKHHH!! SRAAAAKHHH!

BRAKKHH! BRAKKHH!

"KORN THEERAPANYAKUL BANGSAT!! BAJINGAN TENGIK! AKU AKAN MENGHANCURKANMU CEPAT ATAU LAMBAT! HARRRGGH!" (****)

BRAKHHH!! SRAAAAKHHH!

BRAKKHH! BRAKKHH! JDUAKH!

PRANG!!

Membuat sekitarnya berantakan hingga Domenico terduduk lelah di atas sofa panjang sendirian. Lelaki itu menuangkan bir dua gelas.

Satunya diminum sendiri, satunya lagi seolah-olah Allard ada di sisinya. Dan ketika gelas itu masih saja penuh, dia menoleh ke samping.

"Hei, Dom ...." panggil Allard seolah masih ada di bumi. Sosok itu pun tersenyum tipis karena Domenico yakin Allard masih ingin menemaninya di sini. Bahkan mungkin, Allard entah sadar atau tidak kalau dirinya sudah mati. "Apa kau baik-baik saja?"

Meski sama-sama tersenyum, Domenico pun meneteskan air mata. "Ha ha. Kau pikir aku yang seperti ini baik-baik saja?" tanyanya. "Kenapa tidak menemaniku hingga akhir, Al? Padahal kau yang meyakinkanku untuk mengawali semua ini."

Senyum Allard perlahan melebar.

"Kalau begitu kau harus mengakhirinya," kata lelaki itu. "Untukku, untuk keluargamu--terutama ibumu. Kau pun tidak boleh berhenti di sini."

Selama ini, Domenico tidak pernah meragukan kekuatan dan pengaruh Allard dalam menangani seseorang. Namun, kemungkinan situasi saja yang tidak mendukung. Toh hanya berapa belas orang yang ada di tempat pembantaian waktu itu, sementara Kim pasti membawa berpuluh-puluh pasukannya yang anti mati.

Mereka benar-benar iblis! Sudah benar jika pemerintah tahu soal prajurit tak wajar itu!

"Oh, ya. Benar. Aku memang harus menghabisi mereka dulu," kata Domenico. "Pertama kekasihnya, lalu keluarganya--hei, bukankah lelaki waktu itu sudah kau hajar? Aku harus mencarinya ulang untuk membalaskan perlakuan Kim padamu."

Allard malah menggeleng pelan. "Kau yakin lelaki itu kekasihnya?"

DEG

"Apa?"

"Tidak, aku hanya ingin kau lebih berhati-hati saat sendirian," kata Allard. "Karena aku yang ada di sini, tidak lagi bisa melindungimu jika salah langkah meski hanya sedikit."

Bersambung ....

😤 Sebenarnya mau kulanjutkan tapi gambarnya udah 20. Pause dulu.

CATATAN:

(*) Penghapusan data CCTV lewat sistem, tentu saja 😂 mudah sekali bagi Kim.

(**) Jadi, Mossimo itu mafia istimewa. Dia dihormati pemerintah Italia dan punya kekuasaan di Sisilia. Mereka punya perjanjian khusus, sehingga susah disenggol. Wajah Domenico selaku kerabat dan (secara kasat mata) jadi bawahan Mossimo jelas dikenali. Intinya siapa pun yang berhubungan dengan Mossimo diperlakukan berbeda.

(***) Di situ Domenico sengaja mengkambing hitamkan Kinn doang. Tapi dia memposisikan Mossimo sebagai musuh agar tetap dibelain pemerintah. Padahal mah ... (Kalian udah tahu sendiri siapa yang sebenarnya musuh Mossimo).

(****) Well, jika ada pertanyaan. Kan Domenico dendamnya ke keluarga Theerapanyakul. Tapi kok nggak langsung ngebom Thailand aja? Malahan muter-muter dulu di Italia?

Jawabannya adalah ada di percakapan Allard dan Domenico 👀 Kan mereka dulu cuma "rakyat kecil" gaes. Nemplok ke Mossimo hingga menghimpun kekuatan sendiri di belakang layar. Jadi, begitulah.