Chapter 102 - BAB 92

Lovely Review:

Porche pun menatap Ken. "Baik, Ken. Sekarang aku tanya sesuatu," katanya. "Apa sistem pernah dimatikan selama ini?"

"Setahuku, tidak," kata Ken. "Memang untuk apa kami mematikan sistem? Para klona hidup untuk membantu kami semua."

"Ssshh ... oke, tapi menurutmu apa ada peluang?" tanya Porche. "Mungkin Jirayu dan Kim pernah memberitahumu soal sesuatu."

Ken pun berpikir sejenak. "Pastinya ada, tentu ada," katanya seolah meyakinkan diri sendiri. "Tapi pusatnya tetap di Venezia. Hanya saja siapa yang mau kembali ke sana? Tempat itu pasti sudah dikerubuti aparat sekarang."

Seketika emosi Porche meninggi. "Ho, meskipun, tapi kau tenang-tenang begini?" katanya sulit percaya.

Ken pun menegaskan suaranya. "Aku sebenarnya tidak tenang-tenang saja," katanya. "Lagipula Jirayu pasti selalu membereskannya--"

DEG

"Tiba-tiba kau menyebut nama Jirayu?" Sudut bibir Porche terasa berkedut. "Bagus. Sekarang dimana lelaki itu?"

"Apa?"

Ikut kesal dengan percakapan tersebut, Kinn pun menghempaskan tubuh Ken ke lantai.

BRUGH!

"Apa kau tuli dan bisu?" kata Kinn. "Rumah ini akan hancur kalau kau tak mengatakan apapun kepada kami!" bentaknya.

Vegas tiba-tiba bersuara. "Tunggu, Sepupu," katanya. "Ken sepertinya juga tidak tahu itu.

Mossimo juga ikut menimpali. "Hmph, jika seseorang tidak ada, bukankah pantas jika kita mewaspadainya?" Sang mafia Sisilia lantas mendengus. "Walau aku tak peduli seandainya bocah itu akan hidup atau mati--"

"Hei, Bung. Kusarankan jaga mulutmu itu!" sela Kinn kesal. "Bagaimana pun dia adikku--"

"Minggir," balas Mossimo menyela. Dia langsung menghempas jambakan tangan Kinn yang nyaris meremas rahangnya.

Kinn tetap melanjutkan perkataannya, ".... lagipula kau pasti mati jika tidak mendapatkan pengampunan darinya."

"Oke, baik. Bisa kalian berhenti sebentar?" kata Pete meski suaranya mencicit. "Seseorang harus tenang agar pikiran kita bergabung." Lelaki itu lantas menunjuk ke bawah. "Apa kalian tidak lihat semua klona itu kini mulai mundur ...."

DEG

"Apa?" kaget Porche.

"Di sana, lihat. Mereka tiba-tiba bubar dan menjadi jinak," kata Pete. Dan semua itu adalah fakta. Tepat setelah Kim tenggelam dalam ruang rahasia, mereka pun terbedakan dari dua cara: pertama, yang masih dalam pose menyerang. Kedua, yang tampak linglung seolah baru dihipnotis sesuatu.

"Sekarang ada yang percaya padaku?" kata Mossimo. Lalu melirik ke arah Ken yang berusaha berdiri. "Dan kau, kenapa tak pastikan kalau temanmu tidak dalam keadaan bermasalah."

"Oke, oke. Sebentar ...." Ken pun segera merogoh ponselnya. Lalu menelpon Jirayu daripada terus dipelototi semua orang. "Namun, hanya ada suara nada sambung yang terdengar.

Terlalu lama, bahkan. Padahal Jirayu termasuk lelaki yang tanggap jika ada sesuatu yang keliru.

"Ayolah, Kawan. Kau ini sebenarnya kemana?" gumam Ken. Namun, lelaki itu langsung tersentak karena keributan di seberang sana.

TING!

BRAKHHH!!

"TUAN KEN! TUAN KEN! BISA ANDA IKUT KAMI SEBENTAR?" tanya seorang klona yang muncul dari pintu lift. "CEPAT! TUAN KIM BUTUH BANTUAN SEKARANG! TOLONG!"

Ken pun mendesis kesal. "Aarrghh! Oke, sebentar," katanya lalu mberikan ponsel itu kepada Porche. "Baik, selebihnya terserah kalian. Aku tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk membantu." Lelaki itu pun menyusul Kim dengan jantung yang berpacu keras.

Tolonglah, Jirayu. Jangan bilang ini sungguh-sungguh karena dirimu!

Berikutnya, Porche pun menghubungi nomor Jirayu berkali-kali. Sayang nihil, malahan mendadak ada suara pria yang asing, dan itu dari nomor dial kepolisian.

Sratthh!

Mossimo merebut benda itu demi menutup sambungan.

"Matikan, cepat!"

Porche pun tersentak kaget. "Hei, kenapa?!"

"Aku mengenali siapa dia," kata Mossimo. Lalu menampar dada Kinn dengan ponsel tersebut. "Ini, bawa. Lebih baik kau yang menanganinya."

Vegas yang menatap peristiwa itu pun meringis pelan. "Sepupu, mungkin ini saatnya kau menerima pesan dariku," katanya. "Walau aku tak percaya ada yang membuat mafia Sisilia gentar seperti ini."

Pete yang paham pun langsung membisiki Kinn Anakinn. "Maaf, aku permisi sebentar di sini," katanya meski tidak memandang Porche.

Kinn sendiri pun mencondongkan telinganya ke samping agar Pete tidak perlu berjinjit. "Ya?"

Vegas dan Mossimo lantas bertatapan.

"Venezia itu wilayah yang cukup rumit," kata Mossimo sembari mendengus pelan. "Bukan berarti aku gentar, tapi berurusan dengan pemerintah sana agak merepotkan. Aku lebih memilih untuk tidak memancing masalah jika masih bisa."

"Oke, aku paham. Berarti memang bisa dilakukan sekarang," kata Kinn tiba-tiba. Membuat semua orang menatap penasaran lelaki it, lebih-lebih Mossimo yang paling tajam.

Kinn hanya melirik mereka sekilas, lalu menggunakan ponsel Ken untuk menelpon nomor yang Pete katakan. Itu adalah untuk menghubungi 50% bodyguard-nya yang ternyata masih sembunyi di Venezia.

Fakta bawa Vegas tidak membawa seluruh infanteri untuk bersamanya saat penyerangan di tempat Kim adalah hal yang agak tidak terduga.

Kinn kira, dia tidak lagi memiliki pasukan. Malahan, masih hidup saja sudah sangat untung, tapi yang tersisa ternyata masih setia.

Kedua nahkoda pesiar Kinn masih menunggu di sisi pelabuhan untuk perintah berikut darinya. Naphat, Fern, Gan, dan lain-lain juga di posisi masing-masing. Bila tidak, mereka pasti takkan bisa memberikan koordinat seperti ini.

"Halo, Naphat? Apa kau bisa dengar suaraku?"

"Eh, Tuan Kinn?" kaget Naphat dengan suara pelannya. "Apa itu benar-benar Anda?"

Obrolan itu cukup singkat untuk ukuran mengurus hal yang berkaitan dengan Venezia. Intinya, Kinn ingin pasukannya menarik komando Inspektur Smith apapun yang terjadi. Dan lebih baik jika ditutupi. Dengan cara apa?

"Memang tidak heran jika kondisinya gawat sekali. Bagaimana pun, kekacauan di lokasi tersebut melebihi kenormalan. Justru aneh bila tidak ada pelanggaran yang terjadi."

"Tapi kita harus amankan segera! Apa kau tidak bisa melakukan apapun?"

Naphat pun mengetik cepat di depan database computer yang paling inti. Lelaki berkacamata itu tampak berpikir, tanpa peduli di sebelahnya ada dua mayat penjaga asli yang darahnya sudah mengering.

"Bisa, Tuan. Walau tidak bisa 100%," jawab Naphat. Lelaki itu melakukan zoom pada data pribadi petinggi kepolisian Venezia. "Hanya jika Anda mau, Inspektur Smith masih memiliki atasan lagi. Chief Joseph D'Samuel. Dia pengawas utama segalanya, punya wewenang, dan ayah dari seorang gadis kecil yang masih sekolah."

Membayangkan Namsie di usia itu, Kinn pun mengepalkan tangan. "Baik, culik saja dia. Bawa!" katanya. Yang lebih tidak sanggup jika Kim lah yang sekarang jadi si mati. "Tapi tolong jangan sakiti. Cukup ancam si Samuel untuk melobi hukumnya. LAKUKAN!"

"BAIK!"

"Tunggu, Kinn. Kau yakin akan melakukannya?" tanya Porche. Sebab meski tahu Kinn seorang mafia, baru kali ini dia melihat sang suami memberikan perintah yang menyangkut nyawa anak kecil.

"Apa kau punya saran yang lebih baik?" tanya Kinn. "Atau idemu itu takkan terealisasi."

Secara ajaib, tidak ada seorang pun yang berani bicara di tempat itu.

"Aku ini hanya memberikan jalan," tegas Kinn, lelaki itu juga tampak tidak bermasalah dengan yang dia titahkan. "Tapi pasti kuhentikan jika ada solusinya sekarang."

Meski mengepalkan tangan, Porche pun tidak menahan Kinn lagi. "Baik, tapi jangan sampai bocah itu mati," katanya. "Atau aku sendiri takkan tahu akan melakukan apa di masa depan."

PLARRRRR!! PLARRR!! PLARRR!!

"ARRRRRGGHHH!!"

Untuk kesekian kalinya, Jiraya pun mengeluarkan darah dari sudut bibirnya. Lelaki itu juga mulai mimisan, tetapi dia malah menyeringai kesenangan.

"LANJUTKAN, DOMENICO! BUKANKAH KAU SANGAT KESAL PADAKU?! HAH?!" bentak Jirayu sambil menendang udara. Padahal, tadinya kedua kaki itu terikat juga di kursi, tapi entahlah. Jirayu benar-benar ingin membunuh lelaki itu sekarang juga!

"Ho, kau masih mau rupanya ...." kata Domenico, lalu kembali menghajar Jirayu semau hatinya.

PLARRR!! PLARRR!! PLARR!!

"ARRRGHHHHHHH!!"

Senyum lelaki itu sangatlah lebar. Jirayu sampai mengingat badut bertopeng, tetapi kini versi tidak mengenakan riasan wajah.

Di seberang arah mereka berdua, seorang lelaki beraura beraura dominan justru memandang dengan damainya. Wajah tampan, dua mata yang menatap tajam, juga bibir minim senyum yang seperti menyimpan ranjau ...

Jirayu tahu lelaki itu dan Domenico pasti punga relasi--oh ... salah. Kalau dilihat dari cincin dan jari manis mereka, jelas sekali kalau keduanya adalah pasangan.

Hanya saja, kenapa mereka mengincar pembuat klona?! Pasti ada sesuatu yang tidak beres--

"HEI BEDEBAHH!! CUH!" teriak Jirayu dengan meludahkan darah dari mulutnya. "Apa masih kurang jelas juga? Aku takkan membuat satu pun klona untukmu. TIDAK!!"

"Hahh ... Apa kau yakin?" tanya lelaki yang duduk di kursi. Dia menyalakan rokok, tetapi malah membawanya mendekati Jirayu daripada mengisap nikmatnya. "Karena jika aku membawakan mayat si cantik, kau pasti punya motivasi lebih untuk melakukannya."

DEG.

"Apa?'

Perlahan, ujung membaranya pun mendekati dada Jirayu. "Kim Han Theerapanyakul," katanya. "Bukankah dia berhasil menghidupkan seseorang karena bantuanmu selama ini?"

"Hei, bukan begit--"

"Tinggal kau ulangi lagi saja, untuk kami," katanya sambil menepuk bahu Jirayu. "Buat klona, kembangkan penghidupannya, dan kupastikan kau ingat semua cara-caranya. Karena itu, tunggulah sampel percobaanmu yang paling berharga tiba."

Deg ... deg ... deg ....

Jirayu pun mengepalkan tangan karena bisikan lelaki itu ....

"Take care."

.... meski memiliki keteguhan belum tentu membuatnya bisa melindungi raga detik ini juga.

"ARRGHH!! Arrhh! ARRRGHHHHHH!" teriak Jirayu kala bara panas mulai menjelajahi kulit dadanya.

Bersambung ....

Ingat teoriku tentang Nosa Costra palsu? Mereka yang memanfaatkan energi koneksi Mossimo dan Laura untuk kepentingan bisnis pribadi.