Chapter 69 - BAB 61

Special Thanks Buat Kakak Guru, My Sector Muse: DaddyRayyan ❤️

Aku takkan pernah melupakan setiap pelajaran yang kau berikan, meskipun belum bisa kuterapkan semuanya. Aku tanpa arahanmu hanyalah kapal tanpa peta atau kompas, dan akan berakhir karam di tengah lautan. __ Renji

"Tak masalah jika penantian ini tidak memiliki ujung. Karena aku sendiri tidak tahu bagaimana cara mengakhirinya."

[Kim Theerapanyakul]

Begitu Porche keluar, Kim hanya terdiam lama. Dia memandangi wajah pucat Tawan di ranjang. Lalu memijit keningnya sendiri. Rasanya lelah. Rasanya kosong. Namun, terkadang rasa sakit waktu itu masih teramat nyata.

Saat dirinya hanya bisa berdiri. Mematung bagaikan batu tanpa nyawa. Menyaksikan Tawan merosot jatuh ke lantai setelah mendapat cekikan dan tinju di dada.

Belum lagi, Kinn baru gemetar sadar setelahnya. Dia memeluk tubuh sang kekasih yang tak bisa tertolong lagi, dan menangis dengan amarah yang surut hilang.

"BRENGSEK! TOLONG! CEPAT!" raung Kinn dengan seluruh wajah yang merah. "SEGERA BAWA DOKTER KEMARI! SIAPAPUN! ATAU KUBUNUH KALIAN SEMUA!"

Bagaimana bisa seperti itu?

Bukankah tadi mata kakaknya

menggelap pekat?

Kim sungguh ingin mengamuk di tempat, tetapi seluruh syarafnya justru kompak membeku.

________

Padahal aku tidak pernah coba mengambilnya darimu ....

Tapi bagaimana bisa kau mengambil kehidupannya dariku ....

________

"Hahhh ...."

Helaan napas Kim terdengar begitu berat. Dia lantas beranjak dari sana untuk mengambil sebuah kotak. Letaknya di dalam brangkas dan berisi ampul suntik berwarna-warni.

Sejujurnya, Kim muak melakukan ini bertahun-tahun. Namun, bila melihat kulit Tawan segar kembali setelah dia menyuntikkan benda tersebut, dadanya terasa lega.

"Tunggu sebentar saja," kata Kim. Dia mengoleskan alkohol ke bekas suntikannya di lengan Tawan. "Aku akan akan segera kembali ...."

Kini, Kim mengambil kotak yang lain. Letaknya di brangkas terbawah, dan isinya jejeran tabung kecil preparat basah. Di sana bertuliskan label "AI Silent Killer", tetapi berwarna hijau: Pertanda hasil percobaan yang telah berhasil.

Kapan hari, klona "Jirayu 07" telah mencoba sampelnya pada tubuh Porche. Setelah serbuk bius yang melemahkan organ, juga suntik pembangkit fungsinya kembali.

Tunggu, Phi ....

Sebetulnya Kim telah mencobanya berkali-kali. Mulai dari kelinci, ikan, anjing, bahkan yang besar seperti cheetah dan mayat belian. Namun, Porche adalah manusia pertama berjantung lemah yang bisa kembali normal dengan semua hasil percobaannya.

"Tidak sakit, tenang ...." kata Kim dengan suara yang halus. Seolah-olah Tawan masih hidup dan bernapas, padahal tidak samasekali.

Kim tahu, dia sedang menentang kuasa Tuhan. Toh ideologi tentang hasrat mencipta nyawa, selalu ada dalam benak tiap orang yang kehilangan. Meskipun begitu, pada saat yang sama Kim juga meyakini Tuhan pun memperbolehkan siapapun mengejar apa yang ingin diraih, sekalipun itu mustahil.

Tidakkah dirinya hanya tengah berusaha? Kim mencoba bertahan pada keinginannya setelah selama ini.

__________

Aku akan membawamu kembali suatu hari ....

Pasti ....

_____

Kim meracik isi preparat basah itu dengan beberapa item lain. Mengaduknya dengan halus. Mencampurnya dalam salah satu ampul suntik, kemudian menginjeksikannya sekali lagi ke lengan Tawan. Sekali suntik, tidak hanya jarum saja, sarung tangan pun harus diganti.

Kim tak ingin hal sekecil apapun merusak usahanya menjaga raga ini.

"Aku janji kau akan baik-baik saja. Pasti makin baik-baik saja ...."

Kedua mata Kim berair ketika selesai melakukannya. Itu terjadi setiap saat, bahkan meski Kim hanya membersihkan debu-debu dari tubuh lelaki tercintanya ini. Meskipun begitu, tidak ada sehari pun yang membuat Kim berhenti melakukannya. Sebaliknya, dia mencatat perubahan tubuh Tawan secara rinci, menyimpannya dalam data sistem paling dalam, kemudian mengurutkannya berdasarkan waktu kejadian.

_________

Tidakkah kau ingin tahu seseorang menghargai keberadaanmu selama ini?

Tidakkah kau ingin tahu bahwa tidak semua orang membenci apa yang kau lakukan ....

_________

"Sekarang kau bisa tidur ...." gumam Kim sebelum mengecup pelan bibir kaku Tawan. Dia memandangi sosok beku itu sebentar, lantas memindah bibir ke kening.

Hangat napasnya berhembus ke sana, seolah dia berharap bisa membagikan tiap hembusan ke relung paru-paru di dalam, sayang tentunya tak pernah bisa.

"Nice dream ...." bisik Kim. "Va bene sognare se non ti fa male." (*)

________

(*) Italia ➡ Versi Inggrisnya: It's okay to dream if it doesn't hurt you. (Tak apa bermimpi jika itu tidak menyakitimu.)

_________

Seperti biasa, lelaki itu lantas menarik tubuh Tawan ke pelukannya. Di bawah satu selimut hangat. Diantara alunan lembut nyanyian lagu-lagu ciptaannya mengenai cinta ...

.... seolah tengah menina bobokan bayi yang mudah menangis.

"Hmm ... hmmm .... hmmm ...."

Padahal, diantara gumaman lagu-lagu tersebut, justru dirinya lah yang mengeluarkan air mata.

_______

"Itu Wik! Itu Wik! Lihat betapa tampan dirinya! Aaaaaaa!"

"Suaranya bagus sekali! Berani sumpah aku bisa pingsan kalau dia menoleh ke sini!"

"Ah ya ampuuuun! Wiiik! Phi Wiiiiik! Tengok ke sini pleaseeee!"

"Huhu astagaaaa! Apa barusan dia melihat padaku? Padaku?! Pasti iya!"

"Phi Wiiiiik!"

_______

Kadang, Kim ingin tertawa bila dunia memuji kepalsuannya. Kadang, dia juga ingin marah bila mereka bertanya siapa inspirasinya.

Apa yang membawanya sejauh ini.

Bagaimana bisa terbang jauh ke langit ....

.... lalu menggetarkan siapapun yang mendengar isi hatinya, hingga orang-orang itu menyerbunya dengan kekaguman, hasrat, dan cinta.

Apa mereka tak pernah tahu? Bahwa dunia tak bisa berjalan sesuai keinginan setiap saat ...

Persis seperti dirinya yang tak pernah berhasil membawa si pemilik hati kembali.

Karena itu, sudah cukup Kim merasakan kehancuran. Mengapa masih dipaksa hidup sesuai kemauan orang lain?

🌿

______ ....

🌿

.... _____

Dahulu, Kim pernah ingin menggandakan raga Tawan hingga menjadi seratus orang. Kalau perlu, seluruh manusia buatannya harus memiliki wajah lelaki itu. Namun, Kim tidak pernah merasa benar jika

membuat Tawan tiruan. Karena itulah, pada percobaan pertama Human Cloning, dirinya sendirilah yang mengobrak-abrik laboratorium setelah "Tawan 002" membuka mata.

BRAKKH!!

"ARRRRGGHHHHHH!!"

BRAKKH!!

"ARRRGGGHH! ARRRGGGHH!!"

BRAKKH! BRAKHH!

"MATI KAU! MATI KALIAN SEMUA! KEPARAT!"

Kim pun mencabuti seluruh kabel. Dia menendang pusat sistem hingga rusak. Kemudian membakar sisa-sisa projek penting itu sendiri.

__________

Karena menggantikanmu bukanlah sebuah cara, atau pilihan ....

Dan kau ada memang bukan untuk digantikan oleh seseorang ....

Tidak pernah.

_______

Orang luar mungkin bilang dirinya sinting. Kurang waras. Butuh psikolog terbaik atau apa. Namun, Kim pasti akan menulikan telinga.

Karena baginya, benar itu dari kesalahan. Dan kesalahan ada untuk membenarkan sisi benar. Kim tidak akan memaksakan siapapun mengerti dirinya, memihaknya, atau memuja-mujinya.

Menurutnya itu tidak penting samasekali.

"Phi, rencanaku semakin dekat," gumam Kim sembari membelai lembut surai-surai rambut Tawan. Kedua bola matanya berpendar diantara perapian. Lalu senyum kecilnya terlihat. "Bila tidak tercapai semua, tak masalah."

"...."

"Dan setelah semuanya selesai, aku hanya harus mati bersamamu, di sana."

Khayalan Kim melayang pada awang-awang. Dimana setelah 8 tahun, dia berhasil mempersiapkan segalanya. Pasukan, senjata, rumah, laboratorium rahasia, pengiring, dan arena tempur meski dihiasi dekorasi pengantin.

Kim memang sengaja memperbanyak warna merah, karena itu favorit Tawan. Dia juga sudah mempersiapkan suit pasangan dan cincin. Sebab pesta pernikahan itu ... memang seharusnya dihadiri orang-orang penting, kan? Sekalipuan prosesinya tidak selalu meriah.

Sayang, Tawan tentu tidak menyahut apapun. Lelaki itu hanya terbaring menelungkup di dadanya dengan rupa yang sama.

Mata terpejam dengan bulu mata tipis-tipis, hidung mancung, dan rahang ketat yang mengatup kaku.

Dia yang terbaring dalam ruang kremasi 8 tahun lalu, tidak pernah merasakan tubuhnya berpindah, digantikan, atau mendengar ketulusan dari seseorang. Hanya saja, tak masalah. Dengan tidak hancur pun Tawan sudah menjadi hadiah terbesar bagi Kim hingga sekarang.

"Ha ha ha, baiklah. Waktu bernyayinya telah habis," kata Kim. Dia melingkarkan kedua lengannya ke pinggang Tawan. Lantas bergeser sedikit hingga posisi mereka semakin nyaman. "Aku takkan mengganggumu lagi."

Clik!

Perlahan, lampu kamar pun meredup digantikan dengan lampu tidur. Kim juga ikut memejamkan mata. Sangat tenang, bahkan meski dia hanya bernafas seorang diri.

Mungkin ... karena keputusasaan Kim telah mengendap lama. Maka sakit itu telah menjadi obat. Dimana dirinya tidak lagi mengharapkan hal sebesar pertama kali.

Toh, dirinya sekarang beda dengan yang waktu itu. Tubuhnya tidak kecil, melainkan bisa merengkuh dan menggendong Tawan kapan pun. Tingginya juga menyaingi lelaki itu. Apalagi masa otot-ototnya.

Andai saja Tawan hidup, mungkin Kim akan mengejeknya seperti dulu. Dengan seringai, dengan dengusan, lalu melemparkan kata-kata khas dirinya. "Hei, Phi Pendek. Siapa bilang kepalan tanganku lebih kecil darimu? Kau pikir aku selamanya tidak bertumbuh?"

Klik! Klik!

Klik!

Tiba-tiba, ada suara sistem muncul di depannya begitu saja.

[Porche: Kim, aku tahu kau ada di sana]

Itu merupakan pesan yang muncul di layar sistem--

"Hahhh ...." desah Kim. Seketika, dia menyesal kenapa lupa antar pemilik akses masih diizinkan berkomunikasi.

[Porche: Kim, kuakui kalau aku memang bodoh. Jadi, meski logikaku menolaknya, aku takkan pernah mengadili perbuatanmu terhadap Tawan]

[Porche: Lagipula, siapa tahu aku justru yang keliru? Tapi, apa ini memang satu-satunya cara? Kau dan Kinn tetap saja saudara]

Membacanya, yang terbayang di mata Kim justru ruang laboratorium gelap di bawah tanah. "Saudara?" tanyanya dengan tawa yang hambar. "Aku sudah lupa punya saudara sebrengsek itu."

[Porche: Pernahkah kau bicara dengan Kinn? Aku yakin dia mau mendengarkan kalau tahu itu dirimu]

Di seberang sana, Porche menatap layar sistem gelisah. Dia benar-benar ingin coba mengarahkan situasi ini jadi tak semakin parah. Sebab, Kim dan Kinn sekarang sama-sama memiliki kekuatan. Bila mereka tetap melanjutkan hal ini, bukankah kehancuran keluarga Theerapanyakul ada di depan mata?

Porche tak mau itu jika hanya disebabkan kedatangan resminya.

[Porche: Aku akui, aku memang tidak tahu sekasar apa Kinn dulu. Tapi, yang kulihat dia sekarang tidak begitu. Mungkin dia telah berubah, Kim]

[Porche: Dan pasti dia tidak pernah menyangka kau memperhatikan Tawan selama ini]

[Porche: Tidak bisakah, Kim?]

Kim termenung sejenak. Dia sudah bisa membayangkan seperti apa raut wajah Porche, karena lelaki itu sangat mudah dibaca. Meskipun begitu, dia memilih tidak menjawab.

Kim justru mematikan sambungan mereka, juga mengunci komunikasi antar akses untuk sementara waktu.

"Bicara, ya ...." bisik Kim sembari mengeratkan pelukannya ke tubuh Tawan. "Apa Kinn dulu pernah memberikan kesempatan padamu untuk melakukannya, Phi?"

Bersambung ...