Venezia, Italia.
Butuh kurang dari 3 jam penerbangan hingga Kinn benar-benar menginjakkan kaki di kota terapung itu. Untuk masuk, dia berjalan cepat dari dermaga jalur Kanal Giudecca, San Basilio, Venezia. Bersama dengan 11 infanteri yang menyebar, lelaki itu disambut dengan pemandangan serba hijau menuju ke perairan utama di San Marco. (*)


(*) Infanteri: sebutan untuk pasukan jalur darat. Jadi, Kinn bawa 11 gerombolan bodyguard ke Venezia. Tiap kelompok berisi 16 orang (Total 176). Tapi, yang ngikutin dia cuma satu kelompok. Kenapa gitu? Karena jet pribadi yang berangkat pertama kali hanya memuat kapasitas 18 orang termasuk pilot. Yang lain menyusul menggunakan kapal pesiar. FYI, jet pribadi biasanya hanya menampung 7-8 orang. So, milik Kinn sudah ukuran terbesar.
Kinn tidak sempat merapikan diri seperti saat biasa dia melakukan perjalanan bisnis. Sebab selama di udara, lelaki itu samasekali tidak duduk-duduk manis.

Keenam belas bodyguard Kinn juga tak ada yang tidur. Mereka mengikuti instruksinya berdasarkan tugas masing-masing, lalu mempersiapkan diri sebelum turun.
KACRAK!
"Enam orang menelusur kota, sepuluh ikut bersamaku," kata Kinn. Sambil melingkari meja prisma, semua bodyguard-nya pun merakit senjata. "Kau, kau ... laporkan apapun yang ada di depan. Tanya, cari! Siapapun yang melihat jejak-jejak Porche, segera beritahu aku," tunjuknya. "Lalu kau, kau ... jangan lupa kontrol sampai mana kelompok-kelompok yang sudah menyusul."
"Baik!"

Selanjutnya, Kinn menyeret 3 orang ke belakang kabin. Dia membuka gudang senjata ber-password, kemudian memberikan tugas snipper kepada Fern dan Gan.
"Kalian tidak benar-benar akan bersamaku," kata Kinn. "Telusuri lorong-lorong kecil yang ada. Pakai penyamaran, dan aku mau informasi apapun tentang geng bandit dalam kota ini."
"Baik!"
"Siapa tahu ada yang pernah melakukan bisnis dengan manusia klona itu."
Kini, Kinn mengalihkan pandangannya kepada Naphat. Satu-satunya bodyguard yang bertinggi paling minim, tetapi dia memiliki kemampuan berbeda.
"Kau, acak-acak sistem keamanan kota secepatnya," kata Kinn. "Kalau perlu hubungi Arm untuk membantumu diam-diam." (***)
"Baik!" kata Naphat.
"Usahakan jangan ketahuan siapapun," kata Kinn. "Kendalikan instruksi kepolisian setempat agar tak ada yang menyerang sewaktu kita bergerak."

Meski keindahan Venezia bergelar kota Romantisisme, tak ada jeda bersantai bagi Kinn. Apapun yang ada di depan matanya, kabur. Kinn bahkan tidak sempat bernostalgia apapun tentang gondola, ukiran di kanal-kanal, atau mendengar tawa bocah di sekitar. Sebab, tiap kali informasi datang, Kinn pasti akan langsung berlari datang.
"Tuan Kinn, dua kilometer ke utara! Arah jam 3 tepat. Seorang penjual roti mengatakan ada lelaki yang turun dari truck tadi siang," kata salah satu bodyguard melalui earpiece. "Tinggi, kulit cokelat Asia, dan membawa senjata. Dia pasti Tuan Porche!"
DEG
"Bagus," kata Kinn. "Aku akan segera ke sana."


Seperti kata Pete di telepon, Kinn pun berangkat dari Venezia pusat. Dia memburu berbagai tempat seperti air yang tenang, lalu pergi setelah bodyguard-nya berakting sebagai turis tolol lupa jalan.
"Sudah kau tanyakan soal Porche pada si penjual tadi?"
"Ya, Tuan Kinn. Beliau masuk ke rumah bertingkat yang ada di sana!" tunjuk si bodyguard yakin.
Kinn pun menoleh dan menyipitkan kedua mata. "Oh ..." desahnya yang merasa familiar. Bukan karena Kinn pernah mengunjungi gedung itu, tapi lebih melihat miniaturnya di suatu tempat.
Apa? Kapan? Kinn tidak benar-benar ingat.

"Oke."
Kinn dan ketujuh bodyguard yang masih tersisa mendekati daerah itu. Semakin dekat, lari ribut pun perlahan jadi jinjit-jinjit rahasia. Tentu, semua waspada karena ini bukan wilayah mereka. Meskipun begitu, aneh. Tidak seorang pun yang melihat ada penjagaan berarti di tempat itu.
Padahal, seperti gedung-gedung yang lainnya, rumah ini tampak begitu terawat. Aromanya deterjen harum. Pertanda kebersihan yang disiplin dan semua lampu menyala terang kala hari semakin petang.
Ah, Laura. Pantas Kinn sempat silap dengan pergerakannya. Ternyata "orang ini" memiliki lokasi yang tak jauh dari sang ratu mafia. Tapi, sekali lagi ... siapa?
Kinn rasa, dia harus memasukkan beberapa orang ke ranah Laura jika wanita itu sudah ada di tangan Vegas.
"Bisa jadi orang dalam wanita itu sendiri?" pikir Kinn.

SRRRRRRRKKK
SRRRRKKKKKK
Mendadak, ada suara berisik masuk ke telinga Kinn.
"Ah, sudah tersambung--Tuan Kinn, pembukaan sistem keamanan siap!" kata Naphat dari seberang sana. Dengan kemampuan lincah penyusupannya, lelaki kecil itu sudah duduk di balik kursi keamanan kota dengan seragam curian. "Saya sekarang ada di dalam."
Kinn pun mengangguk pelan. "Ya," katanya. Lalu suara itu berganti dengan yang lain.
"Tuan Kinn, kami juga dapat informasi," lapor salah satu bodyguard yang di berada di gorong-gorong perjudian gangster jalan. "Seseorang di sini pernah melihat 4 pria berwajah sama. Tapi, tidak ada yang pernah menemukan jejaknya setelah itu."
DEG


Kinn pun mengangguk lagi. "Kita sudah semakin dekat," katanya. "Sekarang keluar dan bergabungah dengan kami. Jangan sampai terlibat para Cosa Nostra palsu." (*)
"Baik!"
(*) Cosa Nostra merupakan nama gangster yang diambil dari frasa Italia. Asal Sisilia. Yang berarti tim bawahan Mossimo dan Laura. Tapi, Kinn di sini menyebut "yang palsu", itu artinya ada segolongan kecil kriminal yang mengaku-aku di bawah kuasa mereka untuk mengambil keuntungan dari transaksi ilegal dengan 250.000 afiliasi dunia.
Matahari sudah di ufuk barat ketika Kinn nekad memasuki gedung bersama para bodyguard-nya. Semakin sepi suatu ruangan, semakin mereka mudah ke dalam. Namun, tak ada yang melemahkan penjagaan. Sebab tempat seperti ini biasanya justru mengandung jebakan besar.
KACRAK!
KACRAK!
Dengan mata yang awas, mereka mengedarkan pandangan lengkap kaliber ke sekitar. Sayang, tidak ada yang salah dengan tempat ini, kecuali sangat-sangat mewah dan fantastis.

"Cari! Telusur apapun ke setiap ruangan!" perintah Kinn. Sementara dirinya sendiri menilik ke lantai atas seorang diri.
Langkahnya cepat ketika menapaki anak-anak tangga. Beludru merah, aroma bunga, juga harum kayu-kayuan manis ... Kinn yakin meskipun pemilik tempat punya banyak liabilitas, mustahil jika kemewahannya ditinggal begitu saja.
"Lantai bawah, aman!"
"Sayap kiri, aman!"
"Sayap kanan, aman!"
"Bagian belakang, aman!"
Kinn pun menoleh sebentar sebelum melanjutkan langkahnya ke balik pintu. Dia memang tidak menyahuti laporan-laporan barusan, tetapi kokangan senjatanya menegang sebelum berganti ruang--
BRAKH!
PRANG!
Kinn tersentak karena ada suara langit-langit yang retak runtuh. Dia pun mendongak ke atas sebentar. Lalu menemukan lantai terdalamnya ambrol hingga ke perpustakaan bawahnya.
Oh, lampu gantung besar baru saja jatuh ke sana.

Ada sisa-sisa pertempuran cukup dahsyat yang Kinn temukan. Juga darah, satu kaliber pendek yang terlempar, pun laras panjang yang tertimpa jam kayu ambruk. Namun, tidak ada Porche di tempat itu.
"Sepertinya masih sangat baru," kata Kinn. Dia mengusap darah yang muncrat di pegangan tangga, lalu menjilatnya sekilas.
Deg ... deg ... deg ... deg ....
"Apa Porche sudah dibawa pergi?" batin Kinn dengan dada bertalu-talu. Meskipun begitu, insting membuatnya tetap menelusur sebentar lagi. "Aku harus menemukan petunjuk atau suatu hal untuk menyusulnya." Perlahan, dia pun lantas membuka pintu.

Krieeeeeeet ....
BRAKH!
Bersamaan dorongan pada kusen ganda rusak, waktu Kinn pun terasa berhenti setelah menemukan klona "Jirayu 007" terkapar sendirian di balik rak kayu besar.
DEG
"Bukankah dia salah satu diantara 7 wajah itu?"
Bersambung ....
(***) Beda dengan Mossimo yang terang-terangan terhadap aparat, Kinn tipikal mafia yang bergerak halus dari dalam saat menjalankan misi penyerangan. Karena itulah dia melobi sistem keamanan Venezia langsung meski baru saja tiba.