"Laura, kau yakin akan melepaskan pria ini?" tanya Domenico memastikan. Dia menjauhkan moncong pistol, tetapi arahnya tetap ke leher si dokter. "Karena dilihat-lihat sekali lagi, sepertinya aku pernah bertemu dengannya di stasiun kereta."
"Lalu?"
"Temannya dua orang waktu itu, dan semuanya polisi," kata Domenico. "Aku berharap kau hati-hati saja."
"Oh, begitu?" Dari Domenico, lirikan mata Laura pun beralih ke si dokter.
"Tidak! Itu tidak benar! Aku tidak punya teman polisi! Tolong! Bisa kau lepaskan aku saja! Tolong!" jerit si dokter begitu panik. Dia sampai merangkak dan memeluk kaki Laura, tetapi wanita itu justru mengambil alih pistol salah satu bawahannya.
"Bagaimana pun, percaya orangku tentu saja lebih waras daripada pria payah sepertimu," kata Laura.
Detik berikutnya, sebuah peluru Laura pun menemukan tempat bersarang ternyaman.
"JANGAN--"
DOR!!!
Seketika, darah segar pun menciprat ke wajah Laura. Membuat kulit cantiknya ternoda, tetapi raut wanita itu tetaplah dingin.
"Domenico," kata Laura sembari mengelap tangannya. "Singkirkan segera mayatnya dari hadapanku."
***
Bangkok, Thailand.
Tadinya, Pete berniat langsung tidur setelah menjenguk Nam di rumah keluarga Mayor. Namun, saat sudah masuk ke kamar, kekasihnya justru belum tidur. Vegas tampak memikirkan sesuatu. Rautnya begitu serius, sampai-sampai Pete tidak dihiraukan beberapa saat meski sudah mengecup pipinya.
"Hi, Baby. Kau tidak ingin istirahat?"
Vegas memijit keningnya sebentar sebelum menatapnya lurus. "Nanti, kau duluan saja malam ini," katanya. "Aku masih harus memikirkan sesuatu."
Pete pun menatap memo kecil yang ditinggalkan Kinn untuk kekasihnya.
"Oh, Tuan Kinn, ya," katanya. "Apa dia masih belum bisa dihubungi?" tanyanya.
Vegas mengusap wajahnya frustrasi. "Yeah ..." desahnya.
Pete pun mengusap-usap bahu Vegas perlahan, lalu mengesun ubun-ubunnya. "Baik, aku tidak akan menganggu," katanya. "Tapi, habiskan teh buatanku nanti, oke? Jangan begadang terlalu larut."
Beberapa saat kemudian, Pete pun datang kembali dengan teh yang dia janjikan. Namun, meski pernah menjadi bodyguard, Pete memutuskan tidak ikut campur. Sebab Kinn dan Vegas memiliki ranahnya sendiri. Jadi, bila Vegas tak cerita, dia pun tak mau bertanya terlalu dalam.
"Pete," panggil Vegas.
"Hum?"
"Apa dia mau berbagi denganku?" pikir Pete. "Memang masalahnya separah apa?"
Begitu Pete mendekat, Vegas justru hanya diam. Dia menatap memo Kinn sekali lagi, kemudian mengecup pipi lelaki itu. "Tidak jadi, tidurlah saja yang nyenyak."
"Lho?"
"Aku pasti habiskan teh yang kau buatkan."
"Oke," kata Pete.
Setelah cuci muka dan sikat gigi, Pete pun pergi tidur lebih dulu. Namun, meski sudah memejamkan mata, dia sungguh tidak tenang. Kadang miring ke kanan. Kadang miring ke kiri ... Jujur dia kepikiran soal Porche.
"Apa ini karena aku sering menemani Nam bermain?" pikir Pete. "Dia pasti kesepian tanpa Daddy-nya."
Tak tahan lagi, Pete pun akhirnya menghampiri Vegas. Dia tak lupa membawa bantal, lalu berebah di sebuah sofa panjang.
"Hi, Baby. Kau tidak jadi tidur?" tanya Vegas. Lelaki itu berhenti mencocok-cocokkan kasus yang dia tangani, lalu menoleh kepada Pete.
"Iya, biarkan aku di sini," kata Pete sambil menutup mata. "Jangan khawatir, Vegas. Aku takkan melihat apapun. Just do whatever you want to do."
Khawatir dengan sang kekasih, Vegas pun duduk di sebelah kaki-kaki Pete. "What's up?" tanyanya sambil membelai pipi lembut terfavorit. "Biasanya kau tidak begini."
Mereka pun saling berpandangan. "Jujur saja, aku merasa bersalah, Vegas," aku Pete.
"Soal?"
"Porche," kata Pete. "Dia mungkin belum tahu, tapi hubungannya dengan Tuan Kinn dimulai karena aku. Dan lihat? Meski mereka sudah bersama, setiap hari malah tampak tidak mudah."
Vegas pun terdiam mendengarnya. Bagaimana pun, dia di Rusia selama dua tahun ini. Pulang-pulang setelah urusannya selesai, dan mendadak ada kabar Kinn akan menikah ... jadi, dia benar-benar tidak tahu soal itu.
"You know? Awal Porche datang, dia dimusuhi beberapa bodyguard," kata Pete. "Maksudku, yang pernah tidur dengan Phi Kinn selama ini. Jadi, dia sempat uring-uringan, padahal kesehatannya sempat memburuk."
Kening Vegas pun mengerut dalam. "Tunggu, kesehatannya memburuk karena?"
"Umn, yeah ... pokoknya ada suatu hal," kata Pete sambil menekan dadanya. "Yang pasti dia punya riwayat luka di sini. Di dalam. Berkat pertarungan jarak dekat."
"Ohh ...."
"Padahal Tawan dulu mati karena hal yang mirip," lanjut Pete. "So, bisa bayangkan rasanya? Tuan Kinn jadi berlebihan kepada Porche, mereka sering bertengkar, banyak salah paham ini itu, bahkan sampai menikah pun malah dapat teror ...."
"...."
"Vegas, aku jadi benar-benar ingin minta maaf," kata Pete. "Apalagi Porchay sekarang ikutan jadi korbannya."
Vegas pun menghela napas panjang. "Mau dengar pendapatku?"
"What?"
"Itu justru tidak perlu," kata Vegas. "Karena mereka berdua adalah pria dewasa, Pete. Justru jika tahan diantara banyak masalah, bukankah artinya mereka benar-benar saling mencintai?"
Seketika, Pete pun terbisu diam.
"Trust me, they're for each other, okay?" kata Vegas meyakinkan.
Pete pun mengangguk juga. "Oke."
"Now, sleep," kata Vegas sebelum mengecup kening Pete. "I'll be right here if you need me."
Malam itu, setelah Pete memejamkan mata, Vegas pun kembali melanjutkan analisanya. Dia menjejer-jejer foto yang dibawa Porche pulang dari rumah Nam, lalu menghubung-hubungkannya menggunakan spidol papan.
[Note 1: pin, suit, golden tower :: ➡️ Torrecelli Bodyguard. Status :: ➡️ Dismissed] #1
[Note 2: A Newborn and her family. Only past 2 years ago :: ➡️ The Parent got Killed] #2
[Note 3: The Real Item from Baby Photobook. Original Shoot. Status :: ➡️ Private Doc] #3
Setidaknya informasi sampai sana hingga tadi sore. Namun, saat Vegas mendapatkan sebuah laporan baru, dia rasa tidak aneh bila Mae datang sebagai suruhan ke rumah mereka hari itu.
"Tuan Vegas, ini hasil tes DNA yang Anda inginkan," kata Big sambil menyerahkan berkas di tangannya.
"Ok, thanks. Aku akan memanggilmu lagi jika ada hal lain," kata Vegas.
"Baik," kata Big sebelum berlalu.
Jujur, Vegas pikir firasatnya tidak benar. Namun, setelah membolak-balik dokumen tersebut, napasnya pun tercekat beberapa saat.
"Ho, jadi Namsie benar-benar bukan anaknya," gumam Vegas sembari mengetuk-ngetuk foto si lelaki bodyguard. Kedua matanya tampak sangat tenang. Bahkan saat mulai mengawasi pria kekar pada foto lain. "Sekarang tinggal kau, Mossimo. Seseorang harus bertanggung jawab karena ada wanita jadi gila akibat perbuatannya."
Bersambung ....
Footnote:
#1: Maksudnya pin, suit jas, dan gedung tempat foto si bapak Nam itu bener-bener menunjukkan dia pernah kerja di bawah Mossimo. Setelah diselidiki Vegas, ternyata riwayatnya buruk. Dia pernah diberhentikan kerja secara paksa dari sana, padahal kalian tahu foto itu "dipajang." Hal itu membuktikan bahwa pekerjaan bodyguard sempat jadi hal berharga baginya, hingga tetep dikenang meskipun sebiji. Oh, iya satu lagi. Karena lelaki ini cuma diberhentikan (bukan dibunuh Mossimo), berarti performanya bagus selama bertugas (bahkan bisa jadi salah satu orang kepercayaan) tapi ada suatu kondisi yang membuat Mossimo memutuskan menghentikannya. Kondisi apakah itu? Coba tebak.
#2 Foto keluarga baru yang penuh cinta. Tapi cuma bertahan dua tahun sebelum Vegas menemukan informasi mereka dibunuh. Yang bunuh siapa? Jelasnya bukan Mossimo. Karena Mossimo cuma memberhentikan secara resmi. Bahkan membiarkan mereka hidup berumah tangga. (Tapi, di akhir Vegas menemukan bukti bahwa Nam bukan anak si bodyguard. Tapi wanita itu dan ... sementara ini Vegas mencurigai Mossimo :)
Kita tunggu tanggal mainnya saja.
#3 Salah satu diantara foto-foto epik kelahiran Namsie. Dan karena hasil jepretan lainnya banyak (bahkan dipajang) Itu menunjukkan kehadiran Namsie sangat dicintai. Gak peduli dia anaknya siapa, si bodyguard beneran menerima dia sebagai sosok ayah. Sayangnya (sekali lagi) dia mati terbunuh bersama sang istri.
Note khusus: Jika kalian mau, akan kuberi petunjuk. Bacalah ulang Bab 22+27. Hanya kalau kalian peka, pasti bisa mengira-ngira bagaimana bisa Mae datang dengan seluruh akting kotornya.