Apo pun meremas pinggiran kloset. "Mau ...." katanya, tapi menahan bahu Mile ketika mendekat. "Eh, jangan langsung sekarang, Phi. Aku cuci muka sebentar. Nanti mengantuknya semakin parah."
"Oke."
Meski kecewa Mile pun membiarkan Apo pergi, dia juga ikut cuci muka lantas membilasnya hingga bersih. Mile bahkan ikut sikat gigi, karena Apo sekalian sikat gigi. Si manis sungguh mengujinya dengan tahapan bersih-bersih karena menyalakan keran bath-up setelahnya. "Phi Mile, ayo mandi biar wangi-wangi," cengirnya, lalu masuk ke dalam sana. Padahal sekecut apapun Apo saat ini, Mile bisa saja tetap beringas. Namun dia tetap melihat bagaimana si manis menelanjangi diri sendiri perlahan. Dia tampak takut, tapi senyumnya sangat bahagia. Apo menaruh baju kotornya di lantai, lalu mencelupkan sekujur tubuh ke air. "Sini ...." Dia memanggil-manggil dengan ayunan tangan yang kecil.
"Apo, aku bisa memakanmu," ancam Mile sembari mendekat. "Jangan terlalu lucu begitu."
"Sudah tahu kok," kata Apo. Lalu membantu Mile melepas bajunya. Mile terpaksa berlutut untuk menuruti si manis, diam-diam dia ingin mengamuk tapi cukup senang kala Apo tak berani membuka celananya. "T-Tapi yang itu Phi saja sendiri. Aku tunggu." Dia membuang muka ke samping, tapi isi kepala hanya gundukan penis Mile di balik kain.
"Ha ha ha, kenapa? Masak tidak berani melihat."
Apo pun menampar air bath-up hingga menciprat-ciprat. "Sudahlah Phi, jangan menggodaku terus. Aku sedang siap-siap batin," katanya. Mile sendiri maklum, lalu segera masuk ke air untuk mendekati Apo. Keduanya sudah telanjang saat itu. Barulah si manis menoleh kala dagunya ditarik. "Mmn ....." Dia bergumam kala dicium. Lidah mereka bergulat gantian di dalam mulut ke mulut, terkadang Mile yang dominan, tapi Apo sesekali maju juga karena rasa penasaran. Dia senang Mile membiarkannya ikut bereksplorasi karena itu hubungan yang dua arah meski. Ragu-ragu dia naik ke pangkuan. Mile melingkari pinggang ramping Apo dengan satu tangan agar si manis tak menggeliat karena geli. "Mnnh."
Jeda sebentar untuk mengambil napas. Mile belum puas dengan bibir Apo dan kembali meraup, dia tak menyia-nyiakan puting si manis yang merah muda. Bagian itu dipilinnya dengan ujung jari, kadang juga ditarik-tarik hingga empunya merintih. "Mmhh! Phi Mile ...." Apo balas memeluk bahu sang suami agar tak licin di paha itu. Dia pura-pura tidak tahu penis besar Mile menyodok perutnya, karena senggolan pun sueah nyaris memutuskan urat malu. Apo kira di bawah air takkan terasa karena tergencet mengambang, tapi ternyata lebih erotis kerena mudah dikocok licin. Tangan kirinya yang bebas balas mengusap dada Mile, tapi Apo terkejut karena dia dituntun ke penis saja. "Ahh! Phi--!" jeritnya langsung menarik tangan.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Mile kebingungan. Ciuman mereka langsung terlepas, padahal Mile masih maju dan terpaksa berhenti.
"A-Aku memang boleh memegangnya? Kok besar ...." Dia bilang begitu dengan mata yang berpendar kaget.
"Ya, kan wajar. Kau pikir aku umur berapa?" tanya Mile. Lalu merogoh penis Apo Nattawin. "Nah, kalau ini masih seumur jagung. Wajar kalau kecil. Kau masih bertumbuh lagi kapan-kapan."
"Ahhh ...." Apo pun mendongak karena nikmatnya. Tangan remaja itu serasa geli saat dituntun ke penis tegak sang suami. Dia mencoba bereaksi biasa, hanya saja agak kaku karena baru sekali memegang milik orang lain. Rasanya lembut di bagian luar, kulitnya tipis nan kenyal. Namun saat diremas Apo merasakan tekstur tebal. Lapisannya mungkin makin padat karena penuh pembuluh darah. Otot-otot penis itu menegang seiring dia menggosok naik dan turun. Jujur Apo lama memberikan servis ke penis Mile karena panjang. Dari atas ke bawah rasanya tak sebanding dengan miliknya. Benda itu makin gembung seiring dia meremas. Mile berbisik ingin Apo menyentuh itu, seperti dia memanja milik si manis mungil.
Jika Mile mengocok cepat, maka Apo pun harus cepat. Jika Mile meremas, maka Apo harus melakukan hal serupa. Untung bath-up ini penuh busa dan waterbomb. Apo jadi tidak malu-malu sekali saling sentuh, dia juga mendesah semakin bebas. "Ahh, hhh. Nngh .... nngh." Suaranya bergaung di antara ruangan bermarmer itu. Sebelah kakinya dinaikkan ke bahu Mile agar lubangnya bisa dilonggarkan. Apo kini bersandar karena didorong Mile ke bagian dinding. "Tunggu, Phi. Satu dulu. Nanti sakit," pintanya sambil mendorong lengan kekar tersebut.
"Bukankah sudah pernah kulonggarkan?"
"Nngh, iya, tapi sakit." Apo tetap menolak langsung dimasuki dua jari. "Sempit lagi, tahu. Lagipula itu dulu sudah kapan."
"Ho," gumam Mile. "Kukira sekali, dan akan bertahan lama."
"Ck, Phi ...." Apo pun ingin marah besar, tapi dia malah berakhir tertawa. Si manis lupa Mile juga tak pengalaman, dikiranya lubang anal itu sama dengan karet apa? Sekali dilebarkan bisa membuka terus menerus? Tentu saja tidak! Ya ampun! Mana ada itu sih Apo tidak habis pikir. Dia baru melebarkan kaki lagi karena Mile mau memakai jari tengah saja, dia menerobos perlahan hingga menjepit batang yang bertulang itu. "Angh, ngh ...." desahnya mulai kepanasan di bagian perut ke bawah. Secara ajaib suhu tubuhnya meningkat usai dipenetrasi. Mile baru menambahkan dua jari ketika Apo terlena lembut. Remaja itu mendongak agar Mile mendapat akses ke lehernya, diam-diam menikmati saat bagian itu dijilati sang suami. Rasanya seperti sangat dipuja, tapi kenyataannya memang begitu.
Mile berbisik, "Sayangku" - "Manisnya Phi Mile" - "Kucingku" atau "Istriku" setiap menyeruduk kejenjangan itu, Apo pun tersanjung dan menahan reaksinya meski keperihan digigiti. Dia ingin menegaskan bahwa bukan hanya Mile yang bersyukur atas pernikahan ini, tapi sebagai 'Apo' juga sangat bahagia bisa menyerahkan dirinya kepada lelaki ini. Dia diperkosa oleh suami sendiri, dia dinodai oleh lelaki yang tepat, dan dia amat menginginkan Mile seperti Mile menginginkannya. Apo hanya memekik "Akh!" setiap Mile menggigit putingnya terlalu keras, lebih dari itu dia hanya mendesis ngilu tapi bedebar nikmat. "Nngh. Sshhh, Phi Mile ... Phi Mile ... mmhh ...."
Mile pun mengecek istrinya sejenak karena khawatir. "Hmh, sakit ya, Sayang. Perih atau bagaimana rasanya? Dari tadi kok diam saja. Pukul Phi-nya boleh ....."
"Ugh, iya sakit." Mata Apo berkaca-kaca. "Tapi aku suka kok, kalau Phi Mile yang lakukan. Aku sendiri yang mau." Dia memperbaiki lengan di bahu itu. "Lanjut saja, Phi. Nanti aku bilang kalau sudah tak sanggup."
Sang suami makin iba kepada si manis ini. "Ah, kok sakit ya." Dia mengecup bibir Apo begitu lembut. "Katanya enak, padahal. Apa kita berhenti saja?"
"No, no. Phi Mile ih. A-Akunya kan sudah berdiri," kata Apo, meski ingin tenggelam ke dasar bumi. ".... aku juga sedih kalau sampai tak jadi. Umn ...."
Mile pun terkekeh dan mengecupi wajah istrinya. Dia sangat dengan gemas ekspresi cemberut Apo. Lalu mengawali dengan jilatan puting yang lebih lembut. Mata keduanya bertatapan tanpa pernah Apo berhenti mengocok penis Mile. Apo fokus bawah, sementara Mile menyorot bibirnya yang agak terbuka. Si manis terus mendesah dengan kening yang berkerut dalam, dia bisa terpejam beberapa detik bila geloranya meninggi.
"Ahhh, angh ... enak, Phi. Umnh, akhh--hh y-yang kiri mau juga." Apo sangat jujur, meski telinganya merah tak tertolong lagi. Mile pun tersenyum sebelum memindah isapannya ke puting sebelah. Dia menata posisi agar tangan kanan bisa memijat di dada Apo yang lecet, sesekali telapaknya menggesek si puting keras dan turun ke lekuk pinggul "Lagi eugh ... di sini ...." kata Apo yang ketagihan menunjukkan tempat dimana dia merasa nikmat. Kali ini leher, pada bagian sisi telinga. Mile makin lega karena dia takkan salah menyentuh. Lelaki itu mengikuti kemana pun Apo menginginkannya, di bawah sana dia juga membantu si manis agak makin cepat mengocok.
Seolah-olah, 'Begini, Sayang. Phi juga suka kalau begini', lalu Apo pun memperbaiki caranya memberikan servis. Lama-lama dia tidak takut, melainkan gemas. Apo juga ingin membuat penis Mile takluk di bawah tangan atau lubangnya nanti.
"Hrrmhh, hhhh ... Apo ...." desah Mile yang penisnya dibuat berbuih di dalam air. "Hmmhh ...." Lelaki itu pun menggigit leher dan bahunya untuk melampiaskan, betapa nikmatnya saling sentuh seperti ini yang sudah muncul terus menerus. Mile dan Apo mulai bergerak sesuai insting, mereka bukan lagi manusia sadar yang berpikir pada tiap sensualitas. Mile bahkan berani menjambak Apo karena dia rakus pada leher si manis, sementara Apo membalas dengan cakaran pada bahunya.
"Ahhh, sshhh ... ngh," desah Apo yang gemetar karena semangat. Tak Apo sangka usai Mile, kini penisnya ikut berbuih. Apo pun pasrah bersandar ke dinding dan sesekali kepalanya terbentur lembut ke sana. "Phii, nikmat Phi. Nghh ... Phi Mile ...." Dia tak menolak lagi saat. Mile menusuk lubangnya dengan tiga jari, padahal rasanya robek ketika dirogoh, meskipun pelan. Mereka pun mengulangi gerakan itu hingga sama-sama klimaks dua kali. Lalu Apo dilepaskan sebentar.
"Mau lagi?"
"Mau ...."
Apo mengangguk kecil.
"Tapi handukan dulu, ya? Ayo ke kamar, di sini dingin. Phi tidak mau kau sakit karena daya tahan tubuhmu belum sekuat aku."
Apo yang tidak sabar pun agak cemberut. "Umn ...." Dia tidak mau meraih tangan Mile ketika suaminya berdiri, tapi Mile tetap memanggil lembut.
"Apo Sayang ... di sini kau sendiri nanti yang susah. Phi punya pelumas di laci, dan beberapa hal lain. Biar kau tidak terlalu sakit nantinya," kata Mile. "Phi sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari biar malam ini bagus."
Si manis akhirnya mengulurkan tangan, tapi anehnya tak bergerak dari duduknya. "Kalau begitu gendong ...." katanya ingin dimanja.
Mile pun langsung tertawa, suaranya sampai pecah di dalam sana dan paling kencang diantara keributan tadi. Dia gemas sekali dengan si manis, tubuh itu langsung dia angkat dari air meskipun kesusahan. "Ha ha ha, coba sekarang ambil handuknya. Dua buah." Dia membawa Apo ke lemari kecil di dalam sana, mau tak mau sang istri patuh dan menarik dua layer hingga yang lain terjatuh basah.
"Eh--!"
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Biarkan. Besok biar diberesi kakak hotelnya," kata Mile lalu mencium bibir Apo sepanjang jalan. Di dekapannya Apo mencengkeram handuk-handuk putih yang amat lembut. Benda itu menggantung-gantung diantara kaki dan penis Mile yang masih berdiri.
"Ahkhhhmm, mmn--mmn ...." lenguh Apo, yang gairahnya disulut sebelum redup. Dia direbahkan perlahan ke ranjang mereka. Handuknya diambil, dan Mile benar-benar merawatnya bagai bayi sehabis mandi. Tanpa berhenti mengisap puting Mile juga mengeringkan badannya. Sang suami begitu telaten, padahal napasnya sudah memburu tak sabar. Apo jadi ingin membalas Mile dengan cara yang sama, walau tidak sampai kering sepertinya. Mile menatap si manis yang berdebar hebat di bawah tindihan, lelaki itu puas dengan hasil perbuatannya pada bagian dada ke atas. Semuanya sudah penuh kissmark, dan tinggal membuat maha karya lainnya.
"Hhh, hhh ... hhh ... Phi?" Bola mata Apo berkedip indah.
"Kau cantik sekali, Apo. Selalu cantik," puji Mile. "Berantakan begini pun masih cantik. Aku benar-benar tak tahu lagi."
Apo pun terpejam ketika keningnya dikecup lama, dadanya hangat. Bukan hanya tubuhnya saja yang membara di tempat itu. Dia rasa kini tidak ada alasan kurang bernafsu. Apo bahkan makin tidak sabar ketika Mile Phakphum turun. Dia menoleh demi melihat sang suami mengeluarkan kotak perangnya. Di sana benar-benar ada botol lubrikan dan alat lain, yang belum dia perhatikan.
"Phi, pelumas itu kan yang dipakai di pantat--"
"Pintar, sekarang buka kakimu," sela Mile sambil tersenyum. Dia rasa tak perlu mempertanyakan kenapa Apo paham hal seperti ini. Si manis pasti juga menonton video atau apa sepertinya. Buktinya Apo diam dan hanya membiarkan kakinya dilebarkan. Mile kini menata kejenjangan kurus itu diantara pinggulnya. Telapak kiri Mile kucuri lubrikan bening sebelum mengusapkannya ke lubang Apo.
"Mnhh, dingin Phi ...." lenguh si manis sambil mencengkeram ranjang. Dia membuka mata usai terpejam. Lalu malu berat karena melihat penis besar Mile sudah mengacung di depan lubangnya. "T-Tapi k-kok makin besar sih? Phi Mile perasaan di kamar mandi tidak sebesar itu. Uuu ...." Dia menutup muka dengan kedua tangan.
"Ha ha ha, karena kedinginan?" tanya Mile sambil memasukkan jarinya kembali. Dia ingin memastikan apakah liang Apo sudah benar-benar siap, tangan kirinya sesekali juga mengocok penisnya sendiri dengan lubrikan yang sama.
"Hnghh, aku jadi senang tadi memilih ke sini ...." keluh Apo, yang makin kuat saat memejamkan mata. "K-Kalau pakai itu tidak sakit kan Phi? Mmhh, aku takut sekali ...."
"Apo, lihat aku."
"T-Tidak mau."
"Apo Sayang, Phi ingin melihat wajahmu."
"Phiiii ...."
Kedua tangan itu pun ditarik Mile satu per satu, dan ternyata mata Apo berair saat Mile memindahkannya agar memeluk ke leher. Dia meneteskan beberapa bulir air mata karena gugup, padahal Mile belum menginvasinya di bawah sana. Coba bayangkan bila sang suami tidak sabaran. Mungkin malam ini akan jadi pengalaman buruk untuknya, Apo jadi bersyukur Mile sangat pengertian. "Phi sayang sekali padamu, percaya kan? Semoga nanti tak terlalu sakit. Phi usahakan ya."
Apo segera mengangguk pelan. "Iya." Secara otomatis dia pun memeluk leher Mile semakin erat, jantung mereka makin bersahut-sahutan karena rindu yang amat sangat.
Rindu padahal pasangannya ada di depan mata. Itu adalah fase yang Mile dan Apo alami sekarang, dan rasa menggebu itu diimbangi dengan ketiga jari Mile yang ditarik keluar. Kepala penis Mile kini menggantikan ketiganya di pintu liang, Apo tegang sekali sampai tak mengatakan apapun. Dia hanya merasakan detik-detik diterobos paksa, rasanya sakit dan air matanya menetes lagi tanpa suara. "Hngh ...." keluhnya dengan bibir gemetar.
Mile sampai menarik penisnya keluar kembali, dia juga belum memantapkan hati untuk menguasai sang istri.
"Jangan ditahan, Apo. Hhh ... Phi lebih senang kalau kau menangis langsung. Jangan ditekan, oke?"
"Hiks ... l-lebih pelan lagi, Phi. Tadi agak--"
"Shhh, iya." Mile segera mengesuni pipi basah itu. "Biar kucoba kembali ya Sayang.
Phi suamimu jadi jangan terlalu takut ...."
"Umn ...."
Mile dan Apo sama-sama menjilat bibir, Mile terus mengawasi perubahan ekspresi istrinya, sementara Apo terlalu cemas untuk melakukan hal yang sama. Dia mencakar bahu Mile sejak diterobos ulang, isakannya pilu sekali karena makin ke tengah ketebalan penis Mile jelas semakin gembung. Apo berdarah tipis, meski sudah dipersiapkan, tapi si manis bilang, "Terus saja, Phi. Aku bisa," karena sangat ingin menuntaskan tugasnya sebagai istri.
Apo tahu bila tak sekarang akan ada kejadian sama di lain hari. Dia sungguh ingin menjadi pasangan yang sempurna untuk Mile Phakphum sekarang. Ya, walau tak tahan juga ngilunya. Dia pun menangis lembut dan mau istirahat dulu, membuat Mile tersangkut di dalam dengan kening berkerut sakit. "Hiks, hiks, hiks ... Phi Mile sorry ... j-jangan bergerak dulu, boleh kan? Sakit Phi ...."
"Iya, Sayang. Phi diam kok. Sakit sekali, ya? Maaf ya Apo ...."
Apo pun merangkul Mile dan merekam kejadian ini dalam memorinya. Di masa depan dia ingin tetap ingat betapa Mile baik bahkan di saat paling krusial mereka. Dia takkan menyesal memilih Mile sebagai lelaki pertama yang membuatnya jatuh cinta. Baik itu pada masa puber maupun kehidupan pernikahan yang sebenarnya. Kalau bisa jangan pernah ada orang lain lagi. Apo ingin merangkul pinggang Mile sekuat mungkin dengan kakinya, seperti Mile merangkulnya sekuat tenaga hingga sekarang.
Apo baru sadar Mile juga menangis, meski tidak mengaku. Pasti sakit juga terjebak di dalam sana. Dia tahu karena bahunya dijatuhi beberapa tetes air mata hangat. Apo pun pura-pura tidak tahu, tapi segera berbisik. "U-Umn, sekarang tidak apa-apa," pintanya. "B-Bergerak saja, Phi. Aku juga mau Phi Mile ...."
"Yakin sudah?"
Mile mengusap wajahnya sebelum membuat jarak.
"Umn."
Keduanya pun saling pandang ketika Mile mulai menarik dan menenggelamkan penisnya di dalam sana, liang Apo tentu langsung mengimbangi Mile dengan gigitan yang kuat. Otot itu mencengkeram batang tebal nan berurat milik sang suami, Apo menangis. Kali ini dia jujur terisak, tapi Mile juga berkaca-kaca. Tapi beda tekanan beda lagi dengan perasaan. Mile dan Apo justru senyum dengan bodohnya karena telah menyatu sebagaimana suami istri sempurna lain. Mereka membangun rumah tangga itu dengan awal yang hebat. Seolah-olah nafsu adalah nafas yang menghiasi, bukan pengendali sebuah hubungan.
"Ahh, hhhggh ... ahhh, Phi Mile ... hiks ... Phi Mile ...." keluh Apo, seiring berjalannya waktu. Liangnya terasa sesak sekali, Mile sampai tak bisa bergerak cepat pada awal masuknya. Mereka harus sabar dengan tempo lambat selama beberapa menit. Lama kelamaan keduanya mulai didatangi kenikmatan lebih besar. Mile pun segera mencium Apo untuk meminta permisi. Apo sendiri setuju, tanpa mengangguk. Dia mengelus tengkuk Mile selagi penis itu bergerak semakin cepat.
Menusuk dan menghantam-hantam titik ternikmatnya di dalam sana. Apo sampai tidak sadar ujung penisnya mengeluarkan cairan putih dengan sendirinya. Bukan langsung tercurah dengan drama lebih banyak, tapi meleleh sedikit-sedikit ke perut ratanya.
"Ahh, mnhh ... lebih cepat, Phi. Hiks ... lebih cepat ...." bisik Apo di sisi telinga Mile Phakphum. Ngilu dan perihnya tak lagi dia rasa, padahal darah yang meleleh diantara selangkangannya sebenarnya banyak.
Cairan merah itu bercampur dengan lubrikan dan air mani sang suami yang sudah muncrat di dalam, tapi tidak total karena belum bisa terpuaskan. Apo tahu dia sudah merasakan kehangatan lebih di dalam sana, rasanya panas hingga ke ubun dan membakar sekujur tubuhnya. Ini tak seperti deskripsi bercinta yang biasa Apo baca di buku online. Dia merasakan sakit dan nikmat secara bersamaan dan itu menghancurkan pinggangnya. Bokongnya terdengar berisik karena areal perkasa Mile menghantam ke sana terus-menerus. Mereka berciuman lagi bila ingin melupakan sensasi perihnya.
Ah, rupanya seperti ini rasanya seks itu. Mile dan Apo baru benar-benar mengerti definisi syurga di balik sumpah suci pernikahan mereka, atas nama Budha keduanya berjanji untuk saling menjaga.
"Hngh, Apo lagi--" pinta Mile di sela-sela geramannya. Dia ternyata senang ketika jemari mungil si manis meremas potongan undercut-nya, Apo sendiri tak menyangka dan mengulangi gerakan itu.
"D-Di sini, Phi?" tanya Apo.
"Ya, lagi."
Tengkuk Mile pun menjadi bagian yang harus Apo ingat mulai sekarang. Dia tertawa kecil, meski bokongnya remuk. Rasanya benar-benar rela kala Mile menyodoknya semakin kasar.
"AKHHH---! PHI YA AMPUN--!!"
"Pegangan."
Segala vibrasi persetubuhan itu Apo patenkan di pusat otaknya. Dia boleh terguncang di bawah Mile, tetapi jiwanya tangguh dan makin bangga. Mile sendiri tidak bisa membayangkan bilamana dulu dia menyerah, mungkin si kucing manis takkan pernah kembali ke pelukannya. Dia mengingat wajah dan wujud berbulu Apo, lalu ke versinya sekarang. Cintanya justru makin tumpah ruah dan tak terkendali.
"Apo ...."
.... Kitty Po, atau siapa pun namamu ....
Mile akan membuktikan dia takkan merusak kucing kecil ini sampai kapan pun, lebih-lebih sejak berada dalam genggaman tangannya. Biar pun Apo sangat mungil di bawahnya, tapi Mile paling tahu. Bahwa remaja inilah calon ibu terhebat bagi anak-anaknya nanti. Dia pun menggeram terus seiring teriakan Apo memenuhi kamar, mani yang pertama muncrat segera dia lepaskan di liang itu.
"AKKHHH--HHK! OH ASTAGA PHI---"
"Apo--!!"
Apo pun terpejam merasakan bagian dalamnya dibanjiri kehangatan tiada tara. Bibir kemerahannya diraup Mile sehingga desahannya teredam total. Diantara licin tubuh yang berkeringat keduanya saling mencakar. Mile di bahu Apo, sementara Apo merata pada punggung lebar sang suami.
Mereka bertahan di posisi itu hingga Mile menuntaskan benihnya di lahan bersih sang istri. Secara menakjubkan air mani itu bisa tumpah keluar, padahal baru pertama kali. Apakah karena Mile terlalu semangat? Bisa jadi. Mile hanya ingin mengekspresikan cintanya kepada Apo meskipun mereka sama-sama lelah.
"Masih kuat, Sayang? Atau sudah," tanya Mile lantas menyibak rambut berantakan Apo. "Kita capek, aku tahu. Phi takkan memaksamu kalau sudah mengantuk."
"Tidak, tidak. Aku mau ...." kata Apo dengan rona menebal. "Phi, umnh ... kalau mau lagi, bagaimana? Phi Mile juga tidak apa-apa?"
"Ha ha, serius?"
Untuk pertama kalinya Apo pun maju untuk mencium pipi dan bibir Mile waktu itu. "Serius, hmph. Ayo, Phi Mile. Lagi ...." rengeknya seperti meminta es krim.
Kekehan samar pun terdengar dari Mile Phakphum, dia segera membalas ciuman itu sebelum gairah sang istri hilang. "Oke, oke. Sekarang coba berbalik."
"Eh?"
Mile menarik penisnya keluar perlahan, membuat Apo merasakan liangnya kosong kembali.
"Menungging, berlutut. Seperti Phi. Nanti Phi lakukan dari belakang."
"Eumh, itu ... t-tapi capek ...." Baru sedetik Apo berkata, dia justru sadar Mile juga berkeringat banyak. Lebih banyak malah. Sang suami sudah bersiap dengan posisi baru mereka, tapi sedikit kaget.
"Oh? Kalau capek ya mending sudah--"
"Iya, mau ...." Cepat-cepat Apo merangkak untuk meraih tangan Mile. "Jadi, Phi Mile sekarang mau berdiri kan? Lututnya sakit, ya? Sejak tadi ...."
"Ha ha ha, sedikit."
Apo pun memeluk sang suami lalu mendusel ke dada bidang itu. "Sorry, ya Phi. Aku barusan tidak peka sekali. Aku mau kok."
Dada Mile tiba-tiba berdebar kencang.
"Shit, Apo."
"Eh?"
Mile menjambak rambut sang istri karena penisnya semudah itu berdiri lagi. Padahal perkataan Apo tak kotor sama sekali, tapi sumpah ya ....
Apo pun berkaca-kaca saat memandang ke bawah, meski ragu dia menyentuh benda basah itu dengan jari lembutnya.
"Apo, Phi benar-benar kesal kali ini. Aku tidak mau kasar padamu, seharusnya--"
Bibir Mile sudah ditangkap Apo yang berjinjit dengan lututnya. Apo bilang, "Tidak apa-apa kok. Kan aku sudah dinikahi Phi Mile." Lalu yang satu ini tidak Mile sangka. "M-Mau gantian kuhisap? Waktu di apartemen aku terus yang dapat itu."
"Ah--jangan." Mile menahan bahu Apo agar tak turun. "Phi Mile tidak sanggup melihat wajah cantikmu di bawah."
"Ummm, Phiii ...."
Dunia Mile pun jungkir balik karena tak menyangka Apo bisa liar juga--dan yang terpenting, belajar dari mana dia merayu suami dengan muka cemberut nan memelas itu. Mile pun berakhir mengizini Apo menunduk, tapi dia mengelus pipi si manis karena tak tega. Ck, brengsek. Mile benar-benar ingin memukul dirinya sendiri, tapi Apo pasti tak suka dengan hal itu.
Si manis dengan bibir lembutnya pun mengulum kepala penis Mile begitu sayang, padahal bagian itu mengeluarkan sedikit buih juga. Apo tidak jijik, seperti dia tak pernah jijik kepada si manis. Lidah imut itu terjulur ke ujungnya sebelum membenamkan seperempat bagian ke dalam mulut.
"Ahhh, Apo ...." desah Mile sambil mendongak. Si manis rupanya pandai meniru, dia juga mendongak menatap ekspresi sang suami seperti Mile pernah melakukan itu kepadanya. Dalam hati Apo ingin membuat Mile mendesahkan nama lucunya lebih sering, dia kini memahami kenapa Mile suka sekali menyentuh dia. Pasti karena ini, kan? Desahan memang bukan inti seks, tapi tanpa itu Apo rasa segalanya hampa. Dia pun meremas pinggang Mile sambil mengulum sebisa saja. Mile sendiri baru merasakan itu sekali, dan tak bisa membedakan mana yang ahli dan tidak.
Bagi Mile lidah dan mulut Apo adalah yang paling ahli, dia mengerang keras. Tapi segera mendorong Apo sebelum klimaks kedua.
"Ah---Phi Mile kok--"
"Jangan di sana, minggir."
Cairan itu pun muncrat ke ranjang melewati bahu Apo. Tapi karena dekat tetap saja ada yang masuk ke mulut dan wajah si manis. Mile syok sekali melihat pemandangan di depan matanya, dia ingin menangis tapi segera menarik handuk untuk mengusapi istrinya. "Ah, dasar. Sayang sini ... syiuu dulu hidungnya biar bersih. Syiuu ...."
"Ih, Phi Mile aku tidak apa-apa. Rasanya tawar--"
"Cepat, Sayang. Jangan buat aku panik begini."
Seperti mengeluarkan ingus Apo pun menghempaskan napasnya ke handuk, padahal isinya hanyalah angin. Namun Mile tetap takut ada yang masuk ke dalam. Lelaki itu sungguh mengusapnya hingga bersih dan tidak menyisakan sejumput pun air mani ke areal wajahnya.
"Ummn, Phi Mile ini sangat berlebihan. Aku oke ...."
"Tetap saja, cih. Lain kali kau tidak boleh melakukannya lagi."
Mile membuang handuk itu ke pojokan ranjang.
"No, aku marah."
"Apo."
"Aku marah, Phi. Pokoknya aku tidak apa-apa."
Rasanya lama-lama Mile bisa gila, sebab Apo baru mau menungging setelah dia setuju. Si manis benar-benar pengendali, meskipun tubuhnya didominasi. Tapi Mile juga tidak bisa marah karena dia sadar Apo setulus dirinya. Remaja itu meremas seprai selagi belahan bokongnya dibuka, tapi tidak ada isakan lagi ketika dia dimasuki. Tak seperti pertama kali. Apo kadang masih bilang "Sakit, sakit ...." tapi desahannya lebih banyak lagi. Penisnya bahkan mengucurkan air mani sepanjang persetubuhan kedua mereka. Mile juga boleh menghujaninya dengan sodokan kencang, meski kelepasan lagi dan lagi. Seprai kasur makin berantakan dengan basah mani di sana-sini.
Mile tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk mengukir gigitan-gigitan baru di punggung Apo. Bosan berdiri, dia naik ke ranjang dan menempelkan perut ke Apo. Lalu mengigit bagian tengkuk dan telinga Apo sambil terus bergerak. Mani kedua dia tumpahkan lagi di liang itu. Membuat selangkangan Apo mengalirkan banyak cairan menuju paha.
"AHHKHHH! AHHH! AHHHH! Hrrrmh ...." geram Apo, yang suaranya selaras dengan sang suami. Saliva-nya tumpah dari sudut bibir, meski tidak berciuman. Dia sendiri bingung alasannya, tapi rupanya karena terlalu nikmat.
Mile mengambil sebagian kecil dari beningnya untuk mengolesi puting-puting kecil Apo, lalu dia meremasinya dari belakang sana. Lelaki itu sadar agak sulit karena ukuran tubuh mereka berbeda jauh. Namun si manis hebat bisa bertahan melayani dirinya. "Apo, Sayang. Kalau mau sudah bilang lho. Apo ...."
Apo menggeleng dan tetap menemani gelora sang suami hingga akhir. Keduanya sama-sama bersemangat selayaknya pengantin baru, walau mungkin ini agak berlebihan (bukan sih?). Apo bahkan masih bersedia duduk meskipun awalnya menjerit malu, lalu dia menghadap di pangkuan Mile, sementara sang suami bersandar di ranjang. "Phi Mile, kalau aku tidak bisa jangan diejek ya ...." katanya dengan mata berkaca-kaca. Remaja itu lantas menenggelamkan penis Mile ke bokongnya dengan dibantu sedikit. Tapi Mile dengan segera memeluk ke pinggang itu.
"Kalau Apo yang gerak, Phi tetap suka. Sini cium dulu."
"Xixi, oke ...."
Apo pun berpegangan ke punggung ranjang selagi dia menarik turunkan bokong, tentu saja kaku sekali, tapi si manis tidak menyerah. Dia girang ketika Mile mendesah hebat. Makin bersemangat lagi karena ekspresi Mile tampak antusias dengan dirinya. Apo pun mempercepat gerakan sebisa mungkin, dia terus memanjakan penis Mile tanpa pernah mengeluh.
"Ahhh, shhh ... Apo---fuck, Apo ...."
Semakin Mile memaki, Apo makin tersenyum lebar karena baginya itu seksi sekali. Mile sendiri mengocok penis mungilnya di depan, tapi kadang-kadang sang suami lepas tangan karena otaknya dikuasi jepitan hebat dari si manis
"Phi Mile, aku cinta sekali ke Phi Mile ...." kata Apo sambil memeluk leher berjakun itu. "Aku sayang, aku mau dengar namaku lagi, Phi. Ayo ...." pintanya amat sangat menggemaskan.
Libido Mile tersulut hebat hingga lelaki itu menaik turunkan bokong Apo di luar kendali, Apo yang terkejut pun hanya berteriak dan menjerit di sisi telinga.
"Agghhh! AHHHHHH! HHH--Phi Mile ... AHHHH! A-Aku mual, Phi--nnhh t-terlalu dalam--ugh ... Phi--ffff."
Refleks Apo pun membekap mulutnya sendiri. Dia kalap, untung tidak sampai muntah betulan. Namun dia pipis usai memuncratkan cairan putih. Dada dan perut Mile sampai basah karena cairan itu.
"Ahhh, hiks ... hiks ... hiks ... k-kok pipis--Phi Mile, lepas. Ugh ... Phi Mile akunya malu ... Phi ...."
Mile makin mendekap si manis pada dadanya. Seberontak apapun Apo, Mile tidak justru tertawa kencang. "HA HA HA HA HA ... kau hebat sekali, Sayang. Aku senang bisa memuaskanmu juga. Ha ha ha ha ha ha ...."
Mau bagaimana pun pipis itu sudah di luar rencana Apo. Si manis pun tak kuat lanjut, bukan karena tenaganya tapi dia heran kepada diri sendiri. Untung Mile sudah menuntaskan dirinya juga. Dia pun mengeluarkan penis dari liang sang istri pelan-pelan, lalu membaringkan Apo ke sisi.
"Hiks, Phi Mile jangan lihat aku ... Phi Mile, malu ...." racau Apo terus menerus, padahal Mile sudah bilang dia takkan jijik hanya karena hal itu, tapi Apo belingsatan tidak mau menatap. Dia memunggungi Mile dan dipeluk dari belakang, lalu menyelimuti mereka dalam kondisi kacau balau.
"Baik, baik. Tenangkan dirimu dulu. It's okay. Istirahat. Lagipula sudah jam 2 lebih," kata Mile. "Jangan khawatir besok kau pasti kuajak mandi, waktu petugas hotelnya kemari. Jangan takut ...."
Saking tak kuasanya Apo tak mau menjawab, dia pun meringkuk seperti kucing kala Mile membenamkan wajahnya ke tengkuk. Pada bagian itu benar-benar harum sabun, beda sekali dengan bermacam-macam aroma lain di ranjang mereka.
"Hmmh, Sayang ...." bisik Mile. "Selamat tidur, ya. Terima kasih untuk segalanya hingga sekarang."
Bersambung ....