Hari ini tuan mami kedatangan guru senam nya yang bernama Bella, dia perempuan yang sangat cantik membuat aku jatuh cinta padanya tapi sayang dia sombong dan matre, lalu aku pun curhat pada Abdul latif kalau aku naksir sama Bella guru senam nya tuan mami, dan Abdul latif pun menyarankan aku agar memakai bulu perindu (pelet).
Di kolam renang..
"Wow.. Bella, cantik sekali membuat aku jatuh cinta dan jantung ini rasanya berdetak sangatlah cepat", kata Paijo membayangkan Bella menari bersama nya dan Paijo menyanyikan satu buah lagu yang berjudul Bola Salju-milik Sule.
Dalam khayalan Paijo..
Bola Salju - Sule / Paijo.
Cintaku kepadamu bagaikan bola salju
bergulir-gulir semakin kencang
rinduku kepadamu bagaikan bola salju
waktu ke waktu kian membesar
dimanapun kau berlari
takkan ku lelah mengejarmu
dan walau pun kau menghindar
takkan ku bosan untuk bersabar
Di luar khayalan Paijo..
"Atakiwir paklik..", Paijo kaget karena hampir mencium paklik Purwanto.
"Kamu ngapain sih jo ?, Kamu punya fikiran jorok ya ?", tanya paklik Purwanto.
"Enak saja paklik, siapa juga yang punya fikiran jorok", jawab Paijo.
"Terus kamu ngapain disini, sudah selesai belum pekerjaan mu itu ?", tanya paklik Purwanto lagi.
"Itu lihat mbak Bella cantiknya luar biasa, kalau masalah pekerjaan mah sudah selesai semua tinggal santai saja sekarang, paklik..", jawab Paijo lagi.
"Oh.., iya mbak Bella cantik banget ya jo", kata paklik Purwanto.
"Iya dong.., gebetan ku", sambung Paijo.
"Hemm ngarep", kata paklik Purwanto lagi.
"Biarin..", sambung Paijo lagi.
Di ruang tamu..
"Hemm kira-kira mbak Bella mau gak ya sama aku ?", Paijo bertanya-tanya sendiri.
"Eh jo..", Titah menegur Paijo yang sedang melamun di ruang tamu.
"Iya, eh tuan mami", jawab Paijo.
"Kamu ngapain ngelamun bukan kerja gih sana, eh Bella kenalin nih Paijo kamu bisa panggil dia Joya..", Titah memperkenalkan Paijo pada Bella.
"Oh ya..", seru Bella.
"Mbak kenalin saya..", kata Paijo yang memperkenalkan dirinya pada Bella.
"Sudah tau kok, Joya kan ?", tanya Bella.
"Iya..", jawab Paijo lagi.
"Eh ya ngomong-ngomong kamu kapan sih nikah, sudah punya pacar atau calon gitu ?", tanya Titah.
"Urusan nikah gampang nanti-nanti aja, belum kok.., belum punya hehe", jawab Bella.
"Oh, emang tipe kamu kaya gimana sih ?", tanya Titah lagi.
"Yang pastinya gak kaya dialah..", jawab Bella lagi.
"Ya iyalah.., jo kerja yang benar", kata Titah.
"86 tuan mami", sambung Paijo.
Di dapur..
"Lik..", Abdul Latif menegur Paijo yang sedang mondar-mandir di dapur.
"Apa dul ?", tanya Paijo.
"Punapa sih saking wau mondar mandir ?"
(Kenapa sih dari tadi mondar mandir ?), tanya Abdul Latif juga.
"Mboten menapa-menapa kok dul"
(Tidak apa-apa kok dul), jawab Paijo.
"Ampun ngapusi kula lik, criyosa jujur mawon bokmenawi kula tau lampah medal nya"
(Jangan bohong lik, ceritalah jujur aja mungkin aku tau jalan keluar nya), kata Abdul Latif yang tidak percaya pada Paijo.
"Menawi upadi lampah medal mah gampang dul, tilar langkung konten wingking mawon menika sampun lampah menuju medal griya"
(Kalau cari jalan keluar mah gampang dul, tinggal lewat pintu belakang saja itu sudah jalan menuju keluar rumah), sambung Paijo.
"Sanes menika suraos kula lik"
(Bukan itu maksud saya lik), kata Abdul Latif lagi.
"Terus menapa dong ?"
(Terus apa dong ?), tanya Paijo lagi.
"Boten ngertos, tiyang lik jo boten purun criyos"
(Tidak ngerti, orang lik jo tidak mau cerita), jawab Abdul Latif lagi.
"Emang kenging criyos ?"
(Memang boleh cerita ?), tanya Paijo lagi.
"Nggih kenginga lik.., kula punika ta keponakan mu yaiku keluargamu ugi uga sanes tiyang asing.."
(Ya bolehlah lik.., aku ini kan keponakan mu yaitu keluargamu juga dan bukan orang asing..), jawab Abdul Latif lagi.
"Iwak ping asin.."
(Ikan kali asin..), seru Paijo.
"Dudu asin lik jo, nanging asing.., utawi tiyang sanes, nyurasa ?"
(Bukan asin lik jo, tapi asing.. Atau orang lain, paham ?), tanya Abdul Latif.
"Nggih"
(Ya), jawab Paijo.
"Ya wis cerito, tak- krungokake keluh kesah mu, lik.."
(Ya sudah cerita, ku dengarkan keluh kesah mu, lik..), kata Abdul Latif lagi.
"Oke, dadi gini ceritone"
(Oke, jadi gini ceritanya), Paijo menceritakannya pada Abdul Latif.
Tak beberapa lama kemudian..
Masih di dapur..
"Gitu criyos nya, dul, sampeyan kok bengong sih ?"
(Gitu cerita nya, dul, kamu kok bengong sih ?), tanya Paijo.
"Sekedhap dong lik, kula malih ngangen nih.."
(Sebentar dong lik, aku lagi berfikir nih..), jawab Abdul Latif.
"Oh..", seru Paijo.
"Nggih, aha.."
(Ya, aha..), sambung Abdul Latif yang mempunyai ide.
"Punapa dul ?"
(Kenapa dul ?), tanya Paijo lagi.
"Kula wonten ide"
(Aku ada ide), jawab Abdul Latif lagi.
"Ide menapa punika dul ?"
(Ide apa itu dul ?), tanya Paijo lagi.
"Engge welaj pangangen mawon lik"
(Pakai bulu perindu saja lik), jawab Abdul Latif lagi.
"Menapa punika dul welaj pangangen ?"
(Apa itu dul bulu perindu ?), tanya Paijo lagi.
"Sampun lik jo guyub kula kamawon"
(Sudah lik jo ikut saya saja), jawab Abdul Latif lagi.
Dan Abdul Latif pun mengajak ku ke sesuatu tempat, ternyata rumah seorang dukun yang akan memberikan aku bulu perindu yang di maksud oleh Abdul Latif tadi.
Di rumah dukun pelet..
"Permisi mbah..", kata Abdul Latif.
"Hemm, saya sudah tau maksud kedatangan kalian berdua kesini untuk apa, untuk memelet seseorang yang kamu suka kan ?", tanya dukun pelet.
"Iya mbah..", jawab Paijo dan Abdul Latif.
"Hemm jangan panggil saya mbah, panggil saya grandma", kata dukun pelet.
"Oh iya grandma..", sambung Paijo dan Abdul Latif.
"Oke.., sebelum saya berikan bulu perindu dan mantranya lebih baik lunasi saja dulu administrasinya dong..", kata dukun pelet lagi yang meminta bayarannya terlebih dahulu.
"Dul..", seru Paijo yang memberikan kode pada Abdul Latif.
"Iya lik, berapa grandma ?", tanya Abdul Latif.
"Terserah kalian..", jawab dukun pelet.
"Oh terserah..", seru Abdul Latif.
"Buruan dul..", sambung Paijo.
"Iya lik, ini grandma", Abdul Latif memberikan uang sepuluh ribu.
"Haaa.., kok sepuluh ribu ?", tanya dukun Pelet.
"Kan tadi kata grandma terserah", jawab Abdul Latif.
"Hemm tapi gak segitu juga dong..", kata dukun pelet lagi.
"Ye.. Grandma gimana sih..", sambung Abdul Latif yang kesal pada dukun pelet.
"Mau atau tidak bulu perindu ini ?", tanya dukun pelet lagi.
"Iya mau..", jawab Abdul Latif lagi.
"Ya sudah kalau begitu tambah dong", kata dukun pelet lagi.
"Dul..", seru Paijo yang memberikan kode pada Abdul Latif lagi.
"Ini grandma", Abdul Latif memberikan uang pada dukun pelet.
"Emm grandma yang ini apa ya ?", tanya Paijo.
"Jangan pegang, yang ini mahal", jawab dukun pelet lagi.
"Loh emangnya ini apa sih grandma ?", tanya Abdul Latif.
"Ini adalah penawar bulu perindu harga jelas lebih mahal", jawab dukun pelet lagi.
"Oh..", seru Abdul Latif dan Paijo.
"Ya, ini bulu perindu nya", dukun pelet memberikan bulu perindu pada Paijo.
"Maaf grandma satu pertanyaan lagi", kata Abdul Latif lagi.
"Hemm apa itu ?", tanya dukun pelet lagi.
"Cara kerja penawar nya seperti apa ya ?", tanya Paijo juga.
"Apa bila sudah bosan dengan orang yang di maksud maka orang yang melempar bulu perindu ini harus di lemparkan pada penawar nya dengan begitu akan kembali seperti biasanya", jawab dukun pelet lagi.
"Oh seperti itu ya grandma ?", tanya Paijo lagi.
"Iya, jangan lupa sebelum melempar bulu perindu ini harus membaca mantra seperti yang tadi saya ajarkan, paham ?", tanya dukun pelet lagi.
"Paham grandma", jawab Paijo lagi.
"Ya sudah grandma kalau begitu kami pamit, permisi grandma", kata Abdul Latif.
"Ya..", seru dukun pelet.
Aku dan Abdul Latif pun pulang, begitu sampai rumah bulu perindu itu langsung ku sembunyikan, karena di teras depan rumah aku melihat tuan mami yang sedang menelepon tuan papi.
Baru saja aku dan Abdul Latif mau masuk kedalam kamar, mbak Citra memanggil ku untuk di buatkan susu.
Di rumah pak Irfandi
Di teras depan rumah..
"Dul..", Paijo memberikan kode pada Abdul Latif karena melihat Titah di teras depan rumah.
"Apa lik ?", tanya Abdul Latif.
"Niku ningal wonten tuan mami"
(Itu lihat ada tuan mami), jawab Paijo.
"Inggih lik, terus gimana lik sami welaj pangangen nya ?"
(Iya lik, terus gimana lik sama bulu perindu nya ?), tanya Abdul Latif lagi.
"Tak umpetin dhisit deh dul.."
(Ku umpetin dulu deh dul..), jawab Paijo lagi.
"Nggih sampun enggal"
(Ya udah cepat), kata Abdul Latif.
"Sampun, mangga lebet.., ajrih wonten ingkang curiga mangke"
(Sudah, yuk masuk.., takut ada yang curiga nanti), sambung Paijo.
"Yuk..", seru Abdul Latif.
"Mas Irfandi sedang apa ya di Purwokerto bersama Kamil dan juga Silvy, jadi kangen deh sama anak dan suami, telepon saja deh", kata Titah yang merindukan suaminya dan anak-anaknya.
Percakapan telepon Titah dan Irfandi lewat telepon.
"Assalamu'alaikum", Titah memberikan salam pada Irfandi.
"Wa'alaikumussalam", Irfandi menjawab salam dari Titah.
"Punapa pirengan garwa ku ?"
(Apa kabar suamiku ?), tanya Titah.
"Alhamdulillah sae garwa ku, gimana pirengan mu ugi Citra teng jakarta ?"
(Alhamdulillah baik istriku, bagaimana kabarmu dan Citra di jakarta ?), tanya Irfandi juga.
"Alhamdulillah pirengan kawula ugi citra sae panjenengan, Kamil, ugi Silvy, benjing kondur saking liburan, kawula kapang ?"
(Alhamdulillah kabar saya dan Citra baik, kamu, Kamil, dan Silvy, kapan pulang dari liburan, aku rindu ?), tanya Titah lagi.
"Aku pun sami kados panjenengan ingkang selalu merindukan mu selama aku teng mriki, seminggu iseh aku, Kamil, ugi Silvy kondur dhateng jakarta"
(Aku pun sama seperti kamu yang selalu merindukan mu selama aku di sini, seminggu lagi aku, Kamil dan Silvy pulang ke jakarta), jawab Irfandi.
"Oh gitu, jadi seminggu lagi ya mas, emm mas tunggu sebentar ya", kata Titah.
"Iya sayang..", sambung Irfandi.
Masih di teras depan rumah..
"Assalamu'alaikum tuan mami", Paijo memberikan salam pada Titah.
"Wa'alaikumussalam jo", Titah menjawab salam dari Paijo.
"Habis darimana kalian berdua ?", tanya Titah.
"Habis dari warung bu Irfandi", jawab Abdul Latif.
"Oh gitu, ya sudah kalian berdua masuk ya, sudah di kunci kan gerbangnya ?", tanya Titah lagi.
"Sudah tuan mami", jawab Paijo.
"Oh ya sudah sana..", seru Titah.
"Iya tuan mami..", sambung Paijo.
"Permisi bu Irfandi..", sambung Abdul Latif juga.
"Emm ya..", seru Titah lagi.
Percakapan Titah dan Irfandi lewat telepon.
"Mas Irfandi.."
"Iya sayangku.."
"Maaf ya mas lama, tadi ada Paijo dan Abdul Latif yang baru saja pulang dari warung", kata Titah.
"Iya sayang tidak apa-apa", sambung Irfandi.
"Ya sudah kita lanjutkan yang tadi ya mas", kata Titah lagi.
"Iya sayang..", sambung Irfandi lagi.
Di ruang tengah..
"Jo.."
"Kanggo sesuk aja lali nggih"
(Untuk besok jangan lupa ya), kata Abdul Latif.
"Panjenengan aturi dalem punapa wau, jo ?, menika paklik panjenengan loh.., kok panjenengan aturi dalem asma kemawon ?"
(Kamu panggil aku apa tadi, jo ?, ini paklikmu loh.., kok kamu panggil aku nama saja ?), tanya Paijo.
"Oh nuwun inggih ngapunten dalem kalimengan, ngapunten nggih jo"
(Oh iya maaf aku lupa, maaf ya jo), jawab Abdul Latif.
"Tuh ing ulangin ta.."
(Tuh kan di ulangin..), keluh Paijo.
"Eh ngapura surasa aku lik jo gitu.."
(Eh maaf maksud saya lik jo gitu..), sambung Abdul Latif.
"Ya sudah yuk ke kamar, tidur..", kata Paijo.
"Yuk..", sambung Abdul Latif.
"Lik jo..", Citra memanggil Paijo.
"Inggih mbak Citra"
(Iya mbak Citra), jawab Paijo.
"Itu apa sih ?", tanya Citra.
"Yang mana mbak Citra ?", tanya Paijo juga.
"Itu yang lik jo bawa..", jawab Citra.
"Oh yang ini", seru Paijo.
"Iya..", sambung Citra.
"Ini hadiah untuk calon istrinya lik jo, mbak Citra", kata Paijo.
"Oh, ya sudah bikin kan aku susu ya", sambung Citra yang minta di buatkan susu.
"Inggih mbak Citra"
(Iya mbak Citra), Paijo melaksanakan perintah dari Citra.
"Oh iya lik lupa ada yang mau aku tanyakan, mami dan pakde Arfan mana ?", tanya Citra lagi.
"Ana neng teras ngarep surup mbak Citra.."
(Ada di teras depan rumah mbak Citra..), jawab Paijo lagi.
"Oh..", seru Citra.
"Iya, wonten iseh mbak Citra ?"
(Iya, ada lagi mbak Citra ?), tanya Paijo.
"Mboten wonten lik, maturnuwun nggih lik"
(Tidak ada lik, terimakasih ya lik), jawab Citra.
"Oh inggih mbak Citra"
(Oh iya mbak Citra), seru Paijo.
"Ke teras depan rumah saja deh, di sini sepi", kata Citra.
Percakapan telepon Irfandi dan Titah lewat telepon.
"Apunten garwa ku apakah pareng percakapan menika teng lanjutkan ugi dangu ?"
(Maaf suamiku apakah boleh percakapan ini di lanjutkan dan lama ?), tanya Titah.
"Tentu kemawon pareng istriku sayang, apakah Citra sampun sare ?"
(Tentu saja boleh istriku sayang, apakah Citra sudah tidur ?), tanya Irfandi juga.
"Dereng garwa ku, Citra nembe menonton tv teng lebet"
(Belum suamiku, Citra sedang menonton tv di dalam), jawab Titah.
"Oh..", seru Irfandi.
"Iya..", sambung Titah.
Tiga puluh menit kemudian..
Percakapan telepon Titah dan Irfandi lewat telepon.
"Nuwun sampun garwa ku benjing kita lanjutkan kondur percakapannya"
(Ya sudah suamiku besok kita lanjutkan kembali percakapannya), kata Titah.
"Nuwun garwa ku sayang, rahajeng dalu, sumpena sae, ugi ampun kalimengan mimpiin aku ugi nuwun sayang.."
(Iya istri ku sayang, selamat malam, mimpi indah, dan jangan lupa mimpiin aku juga ya sayang..), sambung Irfandi.
"Inggih mas.."
(Iya mas..), seru Titah.
"Assalamu'alaikum muah, muah..", Irfandi memberikan salam pada Titah.
"Wa'alaikumussalam muah, muah..", Titah menjawab salam dari Irfandi.
Masih di teras depan rumah..
"Cie, cie.., ada yang romantis-romantisan nih dan ada yang mesra-mesraan juga nih..", kata Citra meledek ibunya yang sedang menelepon ayahnya.
"Kamu disini sayang, belajarnya gimana ?", tanya Titah.
"Istirahat mami..", jawab Citra.
Di ruang tengah lagi..
"Ini mbak Citra.., loh kok..", kata Paijo yang kaget karena Paijo melihat Citra tidak ada di ruang tengah.
"Kenapa jo ?", tanya kanjeng romo.
"Tidak apa-apa kanjeng romo, tapi nganu..", jawab Paijo.
"What jo ?"
(Apa jo ?), tanya kanjeng romo menggunakan bahasa Inggris.
"Duh pake bahasa Inggris lagi, tanya lagi deh pakai bahasa Indonesia, bismillah semoga kanjeng romo mengerti, emm jadi seperti ini kanjeng romo, saya mencari mbak Citra, kira-kira kanjeng romo lihat mbak Citra tidak ya ?", tanya Paijo juga.
"Oh my granddaughter, Citra .., he was guidantly to a short break from his study here, maybe just outside, try you to look outside, jo.."
(Oh cucuku, Citra.., dia tadi pamit ingin istirahat sebentar dari belajarnya di sini, mungkin saja di luar, coba kamu cari saja di luar, jo..), jawab kanjeng romo menggunakan bahasa Inggris.
"Oh like that, thanks to kanjeng romo, excuse me"
(Oh seperti itu, terimakasih kanjeng romo, permisi), kata Paijo menggunakan bahasa Inggris.
"Yes you're welcome, jo"
(Iya terimakasih kembali jo), sambung kanjeng romo.
Di teras depan rumah lagi..
"Mami dan papi mesra banget sih, kaya kakung dan eyang putri dong..", kata Citra.
"Iya dong kan papi itu hidupnya mami", sambung Titah.
"Assalamu'alaikum", Paijo memberikan salam pada Titah dan Citra.
"Wa'alaikumussalam", Titah dan Citra menjawab salam dari Paijo.
"Nuwun suwun apunten mbak Citra ugi tuan mami, kawula kresa memberikan menika dhateng mbak Citra.."
(Permisi minta maaf mbak Citra dan tuan mami, saya mau memberikan ini ke mbak Citra..), kata Paijo yang membawa susu untuk Citra.
"Oh nggih sumangga, punika punapa jo ?"
(Oh ya silahkan, itu apa jo ?), tanya Titah.
"Menika susunya mbak Citra, tuan mami, wau suwun teng buatkan"
(Ini susunya mbak Citra, tuan mami, tadi minta di buatkan), jawab Paijo.
"Oh nggih sampun taruh mawon wonten meja"
(Oh ya sudah taruh saja di meja), pinta Titah.
"Nggih tuan mami, nuwun sewu assalamu'alaikum"
(Iya tuan mami, permisi assalamu'alaikum), kata Paijo yang memberikan susu pada Citra dan pergi meninggalkan Titah dan Citra di teras depan rumah.
"Wa'alaikumussalam", Titah dan Citra menjawab salam dari Paijo.
"Ya sudah di minum susunya ya Citra..", kata Titah lagi.
"Iya mi, ini baru Citra minum, hehe..", sambung Citra.
Keesokan harinya..
Hari ini aku siap untuk melemparkan bulu perindu ini ke Bella, di saat Bella mengajar senam tuan mami di kolam renang.
Aku pun membaca mantra untuk melemparkan bulu perindu ini, dan yang terkena lemparan bulu perindu itu adalah tuan mami (Titah).
Tuan mami (Titah) kini menjadi suka padaku, bahkan sampai ingin menggugat cerai tuan papi (Irfandi).
Di rumah pak Irfandi
Di kolam renang..
"Sebelum mulai senam kita pemanasan dulu ya bu", kata Bella.
"Iya, seperti biasanya kan ?", tanya Titah.
"Iya bu Irfandi", jawab Bella.
Di ruang tengah..
"Lik, ini saat nya..", kata Abdul Latif yang mengingatkan Paijo untuk membaca mantra dan melemparkan bulu perindu ke Bella.
"Saatnya apa ?", tanya Paijo.
"Mantra nya lik..", jawab Abdul Latif.
"Oh ya diriku lupa hehe.., emm dul..", kata Paijo.
"Apa ?", tanya Abdul Latif.
"Kira-kira kalau aku baca mantra omas marah gak ya ?", tanya Paijo juga.
"Itu mandra lik..", jawab Abdul Latif yang mengeluh pada Paijo.
"Oh iya hehe..", seru Paijo.
"Ye malah haha hehe, cepet mantranya", keluh Abdul Latif lagi.
"Oke siap..", seru Paijo lagi.
"Elus-elus perut mules di balurin cabe pedes
Pules-pules mbak Bella dilemparin bulu perindu sampe lemes..", Paijo membaca mantra sebelum melemparkan bulu perindu ke arah Bella.
"Ya sudah lempar lik..", kata Abdul Latif.
"Iya, emm..", sambung Paijo yang melemparkan bulu perindu ke arah Bella dan kemudian mengenai Titah.
"Ad duhh.., siapa yang menimpuk saya nih, hemm Joya..", Titah terkena lemparan bulu perindu dari Paijo.
Di ruang tengah lagi..
"Atakiwir, dul..", kata Paijo.
"Kena bu Irfandi, lik, piye niki ?", tanya Abdul Latif lagi.
"Gak tau dul, aduh gawat", jawab Paijo lagi.
Di kolam renang lagi..
"Mas Joya..", Titah memanggil Paijo dengan mesra karena terkena efek lemparan pelet bulu perindu dari Paijo.
"Itu bu Irfandi kenapa, ih.., jadi merinding ?", tanya Bella dengan heran.
Bella pun melarikan diri ke ruang keluarga yang kemudian bertemu dengan kanjeng ibu, kanjeng romo, pak Arfan, dan mbak Citra.
"Mas Joya.., minggir..", kata Titah.
"Inggih, eling bu.."
(Iya, ingat bu..), sambung Abdul Latif.
"Apa eling, eling.., mas Joya sayang.."
(Apa ingat, ingat.., mas Joya sayang..), kata Titah lagi.
"Duh dul gimana ini ?", tanya Paijo.
"Mboten ngertos lik.."
(Tidak ngerti lik..), jawab Abdul Latif.
Di ruang keluarga..
"Untuk kamu, Citra, dengerin kata uti ya", pinta kanjeng ibu.
"Iya uti..", seru Citra.
"Kamu, Citra, harus cari pasangan seperti orang tuamu ya", kata kanjeng ibu.
"Kok seperti orang tuaku sih.. ?", tanya Citra dengan heran.
"Ya orang tuamu itu adalah pasangan yang jauh dari gosip serta pasangan yang harmonis dan romantis lagi, iya kan kangmas ?", tanya kanjeng ibu juga.
"Iya benar..", jawab kanjeng romo.
"Ih..", Bella merasa geli melihat Titah merayu Paijo.
"Loh kok ih, eh Bella.., kenapa kamu ?", tanya kanjeng romo.
"Itu kanjeng romo", jawab Bella.
"Itu kenapa ?", tanya kanjeng romo lagi.
"Titah ya, kenapa sama Titah ?", tanya kanjeng ibu lagi.
"Palingan juga Joya dan Abdul Latif buat ulah lagi diajeng", jawab kanjeng romo.
"Saya gak mau bilang kanjeng ibu, maaf, lebih baik kanjeng ibu atau kanjeng romo lihat sendiri saja deh, saya pamit pulang ya kanjeng ibu..", kata Bella lagi.
"Ini ada apa ta kangmas ?", tanya kanjeng ibu lagi dengan heran.
"Tidak ngerti, jalan satu-satunya adalah harus ngecek kesana", jawab kanjeng ibu.
"Ya sudah biar aku dan Arfan saja yang mengecek ke adaan Titah ya kangmas", kata kanjeng romo.
"Gak usah diajeng, biar aku dan adikmu saja yang mengeceknya", sambung kanjeng romo.
"Iya benar.., kamu disini saja jagain cucu kita, Citra", sambung paklik Purwanto.
"Iya kakung..", seru Citra.
"Kamu temani uti dan pakde mu ya", pinta paklik Purwanto.
"Iya kakung..", seru Citra lagi.
"Yuk mas Adam", ajak paklik Purwanto.
"Yuk", sambung kanjeng romo.
Di ruang tengah lagi..
"Mas jo..", Titah memijat Paijo.
"Dul piye niki dul.. ?"
(Dul bagaimana ini dul.. ?), tanya Paijo.
"Mboten ngertos lik.."
(Tidak ngerti lik..), jawab Abdul Latif.
"Kenapa sih kok kaya orang bingung gitu mas jo ?", tanya Titah.
"Emm tuan mami", jawab Paijo yang akan mencari alasan.
"Iih kok masih panggil saya tuan mami sih mas jo, panggil saya, Titah sayangku", kata Titah.
"Tah apa-apaan ini ?", tanya kanjeng romo.
"Lagi pijitin mas Jo sayang, kanjeng romo, paklik Purwanto..", jawab Titah.
"Haaa..", kanjeng romo dan paklik Purwanto kaget mendengar jawaban dari Titah.
"Menapa sampeyan sampun mboten waras nggih tah ?"
(Apa kamu sudah tidak waras ya tah ?), tanya paklik Purwanto.
"It's true what your uncle said, when the master likes a maid anyway.."
(Iya benar apa yang dikatakan oleh pamanmu, masa majikan suka sama pembantu sih..), kata kanjeng romo.
"Hayo sakmenika kalian berdua ngaku sinten membuat ulah punapa iseh ?, ngantos Titah kados menika ?"
(Hayo sekarang kalian berdua ngaku siapa membuat ulah apa lagi ?, sampai Titah seperti ini ?), tanya paklik Purwanto lagi.
"Mboten kanjeng romo, paklik Purwanto.., nuwun kan dul ?"
(Tidak kanjeng romo, paklik Purwanto.., ya kan dul ?), tanya Paijo juga.
"Nuwun kanjeng romo, bu Irfandi mboten kita apa-apain kok"
(Iya kanjeng romo, bu Irfandi tidak kita apa-apain kok), jawab Abdul Latif dengan gugup.
"Awas menawi kalian berdua ketahuan ingkang melakukan menika"
(Awas kalau kalian berdua ketahuan yang melakukan ini), kata paklik Purwanto lagi yang mengancam Paijo dan Abdul Latif.
Kanjeng romo dan paklik Purwanto kemudian kembali lagi ke ruang keluarga.
Lalu kanjeng ibu, paklik Purwanto dan kanjeng romo kembali lagi keruang tengah, sedangkan pak Arfan menghibur mbak Citra yang sedang menangis, mengetahui keadaan bu Irfandi saat ini dan ku sadari itu semua memang salah ku karena salah pelet.
Di ruang keluarga lagi..
"Diajeng..", kata kanjeng romo.
"Mbakyu..", sambung paklik Purwanto.
"Iya..", seru kanjeng ibu.
"Gimana apa yang terjadi pada Titah kangmas ?", tanya kanjeng ibu.
"Langkung sae panjenengan mriksa piyambak kemawon diajeng"
(Lebih baik kamu lihat sendiri saja diajeng), jawab kanjeng romo.
"Ya sudah kalau begitu saya kesana", kata kanjeng ibu.
"Tunggu aku ikut lagi", sambung paklik Purwanto.
"Saya juga ikut..", sambung kanjeng romo juga.
"Mami..", kata Citra yang menangis sangat kencang.
"Sudah ta sudah Citra..", Arfan berusaha untuk menenangkan Citra yang sedang menangis.
"Enggak bisa pakde Arfan masa maminya Citra jadi seperti itu sih..", kata Citra lagi yang masih menangis.
"SMASS..", sambung Arfan.
"Haaa.., SMASS apaan tuh pakde Arfan ?", tanya Citra.
"Semua masalah akan selesai segera", jawab Arfan.
"Tapi pakde..", seru Citra.
"Kan sudah pakde bilang SMASS..", kata Arfan.
"Apaan lagi sih pakde sama kaya tadi ?", tanya Citra lagi.
"Enggak dong..", jawab Arfan lagi.
"Terus apa dong ?", tanya Citra lagi.
"Semua masalah akan segera selesai", jawab Arfan lagi.
"Ye itu mah sama saja pakde..", keluh Citra yang masih menangis.
"Duh Citra JMT", kata Arfan lagi.
"Apa lagi tuh pakde ?", tanya Citra lagi.
"Jangan menangis terus dong..", jawab Arfan lagi.
"Mami..", kata Citra yang masih menangis.
"YPPDN", sambung Arfan.
"Apa lagi itu pakde ?", tanya Citra lagi.
"Ya puas-puasin deh nangisnya", jawab Arfan lagi.
"Haa.., mami..", Citra menangis semakin kencang.
"Cep Citra..", Arfan mencoba menenangkan Citra kembali.
Di ruang tengah lagi..
"Titah kenapa sih kamu jadi seperti ini ?", tanya kanjeng ibu.
"Lihat itu anakmu Citra nangis kejer mengetahui kamu seperti sekarang ini", kata kanjeng romo.
"Terserah.., aku dong, kan aku sayang sama mas jo, bu, pak, paklik..", jawab Titah.
"Apa !!", Kanjeng ibu kaget mendengar jawaban dari Titah.
"Sejak kapan kamu panggil si joya itu mas ?", tanya kanjeng ibu.
"Sejak tadi..", jawab Titah.
"Haaa..", kanjeng ibu, kanjeng romo, dan kanjeng ibu kaget saat mendengar jawaban dari Titah lagi.
"Sudah ah aku mau cari mas joya dulu dah..", kata Titah yang ingin pergi untuk mencari Paijo.
"Masa sih anakku jadi seperti ini, malah sukanya sama Paijo, abdi dalem ku lagi, ih..", sambung kanjeng ibu.
Di dapur..
"Dul.."
"Inggih bu Irfandi"
(Iya bu Irfandi)
"Mau nanya dong", kata Titah.
"Mangga"
(Silahkan), sambung Abdul Latif.
"Menawi suami istri sampun mboten saged bersama iseh bagusnya teng apain nuwun ?"
(Kalau suami istri sudah tidak bisa bersama lagi bagusnya di apain ya ?), tanya Titah.
"Nuwun teng pencar bu.."
(Ya di pisah bu..), jawab Abdul Latif.
"Haa.., maksudnya gimana ?", tanya Titah lagi.
"Maksudnya punika cerai"
(Maksudnya itu cerai..), jawab Abdul Latif lagi.
"Oh nggih sampun sakmenika panjenengan tolong dhateng pak rt ngurus nawala cerai.."
(Oh ya sudah sekarang kamu tolong ke pak rt ngurus surat cerai..), kata Titah lagi.
"Apunten bu Irfandi nawala cerai sinten ?"
(Maaf bu Irfandi surat cerai siapa ?), tanya Abdul Latif.
"Nawala cerai kawula lah.., amargi kawula sampun menemukan pengganti nya kok.."
(Surat cerai saya lah.., karena saya sudah menemukan pengganti nya kok..), jawab Titah.
"Sinten bu ?"
(Siapa bu ?), tanya Abdul Latif lagi.
"Mas joya sayang..", jawab Titah lagi.
"Haa..", Abdul Latif kaget saat mendengar jawaban dari Titah.
"Hoe komt het haa, ja, het is snel om het nu te regelen he.."
(Kok haa sih, ya sudah cepat urus sekarang ya..), pinta Titah yang menggunakan bahasa Belanda.
"Waduh bahasanya, kok gak ngerti ya", keluh Abdul Latif yang tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh.
"Cepat urus sekarang..", sambung Titah.
"Inggih bu.."
(Iya bu..), Abdul Latif melaksanakan perintah dari Titah.
"Ya sudah", seru Titah.
"Bu Irfandi mau kemana ?", tanya Abdul Latif lagi.
"Mau menemui mas Joya sayang", jawab Titah lagi.
"Haa..", kata Abdul Latif lagi yang masih kaget mendengar jawaban dari Titah.
"Dul kamu kenapa ?", tanya kanjeng ibu.
"Itu bu Irfandi mau menceraikan pak Irfandi cuma untuk menikah dengan paklik ku", jawab Abdul Latif.
"Apa!!", Kanjeng ibu kaget mendengar jawaban dari Abdul Latif.
Dan akhirnya Abdul Latif menceritakan semuanya kepada kanjeng ibu, kanjeng romo, pak Arfan, paklik Purwanto, dan mbak Citra.
Abdul Latif pun membantu keluarga pak Irfandi untuk mengembalikan semuanya menjadi semula, akhirnya Abdul Latif menyanggupinya.
Abdul Latif yang berhasil mendapatkan penawar pelet bulu perindu itu langsung melemparkannya padaku dan kini bu Irfandi kembali seperti semula, dan bu Irfandi tidak jadi cerai atas kesalahan ku, gaji ku di potong lima puluh persen oleh bu Irfandi, di setujui oleh kanjeng ibu dan pak Irfandi yang masih di Purwokerto.