"Datanglah ... [Kein Arukh: Arrival]!" Rayn menirukan Mpu Ganddru dalam merapal mantra yang bermaksud untuk memanggil Saithe Weapon-nya itu.
Tak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa mantra yang diucapkan pemuda itu berhasil. Sepertinya melakukan 'Mantra Pemanggil' tidak se-sederhana seperti yang terlihat.
Mpu Ganddru hanya tertawa kecil ketika melihat pemuda konyol dihadapannya itu berupaya keras untuk merapalkan mantra pemanggil.
"Ayolah Arukh, kau harus datang." Pemuda itu meracau sebisanya.
Rayn terus-menerus mengulang kalimat yang diucapkannya dengan harapan akan membuahkan hasil dan berhasil memanggil Saithe Weapon yang begitu diinginkannya itu.
"Apa kau merasa dikhianati teman curhatmu itu?" Ganddru menggoda pemuda yang nampak putus asa itu.
"Aku seharusnya bisa memanggilnya, kami berbicara banyak hal sebelumnya, bahkan aku juga telah diijinkan untuk menggunakan kekuatannya, apa yang terjadi sebenarnya? ... apakah dia mengabaikanku?, Apa maksudnya ini?" Rayn meminta penjelasan.
"Bisa berbicara dengan Saithe yang ada di dalam pusaka, bukan menunjukan bahwa kau telah memilikinya. Kau mungkin berfikir dia sedang menghiantimu ... padahal, kaulah yang telah menghianatinya," terang kakek tua itu pada Rayn.
"Apa maksudnya? ... aku begitu menginginkan, bagaimana bisa aku menghianatinya?" Rayn semakin merasa bingung.
"Dengan menganggap Arukh mengabaikanmu, itu sudah merupakan sebuah pengkhianatan. Manusia dapat berkomunikasi dengan Saithe dalam pusaka adalah karena energi mereka saling terikat sehingga tercipta sebuah 'Jalur Komunikasi' melalui kedua energi yang saling beresonansi dari manusia dan Saithe Weapon. Sekarang aku akan bertanya ... apa kau pernah berbicara dengan Arukh dalam keadaan tidak sedang memegang pusaka itu?"
"Benar juga, selama ini aku hanya berbicara dengan Arukh ketika aku sedang memegang bilah keris itu ... tapi bukankah memang itu satu-satunya cara berbicara dengan makhluk dalam pusaka itu." Rayn berbicara dengan dirinya sendiri tanpa membalas pertanyaan kakek tua itu.
"Kau tak tahu menahu soal bagaimana cara kerja dari jalur komunikasi itu, bahkan mungkin saja kau tidak tau tentang prinsip kerja sebuah Saithe Weapon, tentang bagaimana kekuatan sebuah pusaka dapat diakses olah manusia yang memegangnya. Nak kau pemula yang benar-benar payah, dan kau bermimpi untuk mengumpulkan semua Saithe Weapon yang ada di dunia ini? ... aku mulai berpikir daripada kau menjadi seorang pencuri yang penuh resiko, lebih tepat kau menjadi pelawak yang menjual bualan saja." Ganddru mengolok-olok pemuda itu sehingga nampak seperti dia sedang mempermainkannya.
"Kek, kalau kau memang tidak membantuku, setidaknya biarkan aku berfokus pada apa yang sedang kulakukan." Pemuda itu mulai merasa risih dengan ucapan kakek tua itu.
Ganddru tertawa terbahak-bahak setelah melihat reaksi Rayn yang nampak tersulut emosi setelah mendengar perkataannya.
"Hahaha ... pahami dulu, bahwa dalam setiap eksistensi yang ada di jagat semesta ini memiliki energi eksistensial. Manusia, Hewan, Saithe, bahkan batu pun memilikinya juga ... energi eksistensial adalah apa yang membuat suatu hal memiliki keberadaan di dunia ini ... ketika Arukh berada dalam genggamanmu, secara tidak kau sadari kau telah menyalurkan energimu untuk pusaka itu, maka dia mengkonsumsi energimu untuk menghasilkan kekuatan yang akan kau gunakan ... Maka dari itu, energi kalian pun mengait satu sama lain membentuk 'jalur' itu. Bersentuhan adalah salah satu cara paling mudah untuk menyambung 'jalur' komunikasi tersebut, namun itu bukan satu-satunya cara ... seseorang bisa terikat energinya dengan Saithe Weapon-nya bahkan tanpa harus bersentuhan dengan pusaka itu, yaitu melalui sebuah ritual khusus"
"Ritual?" Rayn bertanya pada dirinya sendiri dengan penuh rasa ingin tahu.
"Bagaimana?, bagaimana?, Apa kau sudah melalui ritualnya?"
"Mana mungkin aku tahu hal aneh seperti itu! ... Arukh tidak pernah menyebut hal semacam itu selama ini."
"Hahh sudahlah, malam sebentar lagi akan datang, jadi biarkan kakek tua ini beristirahat setelah pekerjaan panjang yang kulakukan hari ini." Mpu Ganddru nenyudahi perbincangan mereka dan beranjak membelakangi pemuda tersebut untuk menuju pintu rumah kayunya.
"Dasar kakek menyebalkan, setidaknya biarkan aku tahu apa ritual yang kau maksud tadi!" Rayn mendesak.
Kakek tua itu melirik tajam sembari mengucapkan, "Kau sepertinya tidak membutuhkan hal semacam itu."
Setelah memberitahukan hal itu pada Rayn, Mpu Ganddru lantas membuka pintu belakang kediamannya dan beranjak masuk kedalam rumahnya yang terbuat dari kayu tersebut.
Meskipun terlihat tenang dan santai, kakek tua itu menyimpan sebuah pertanyaan besar yang mengganggu benaknya selepas meninggalkan lawan bicaranya tadi.
Dia terganggu dengan keganjalan bahwa pada kenyataannya, tanpa melalui sebuah ritual khusus, seharusnya manusia yang berinteraksi dengan sebuah pusaka Saithe Weapon hanya mampu untuk sekedar mendengar ucapan dari Saithe yang mendiami pusaka tersebut, atau yang biasa dikenal dengan istilah 'bisikan', dan mustahil untuk dapat menggunakan kemampuan dari pusaka tersebut.
Namun, untuk kondisi Rayn, itu merupakan sebuah kondisi yang cukup unik dimana dia mampu menggunakan kekuatan Saithe Weapon meski belum benar-benar terkoneksi melalui sebuah ritual khusus.
Keganjalan tersebut yang membuat kakek pembuat pusaka itu terjebak dalam pemikiran yang begitu mengherankan dan menganggap bahwa ada sesuatu yang aneh terjadi pada pemuda yang ditolongnya.
---------------------------------------------------------------------
Manusia untuk dapat benar-benar menggunakan kekuatan dari Saithe Weapon harus melalui sebuah ritual khusus yang disebut 'Ritual Pengikat', dimana dalam pelaksanaannya, manusia yang mengharapkan kekuatan dari Saithe Weapon harus mempersembahkan darahnya untuk Saithe yang mendiami pusaka tersebut. Selain itu, ritual pengikat tidak hanya dilakukan saat kali pertama manusia dan Saithe Weapon melakukan 'kontrak', melainkan harus dilakukan secara terus-menerus yang pelaksanaannya bertepatan dengan munculnya bulan purnama. Setiap bulan purnama ritual harus dilakukan sebagai sebuah konsekuensi bagi manusia untuk bertanggung jawab 'memberikan santapan' bagi Saithe yang mendiami pusaka itu, dan apabila konsekuensi tersebut tidak dilaksanakan dengan tepat, hal yang sangat buruk akan menimpa sang pemegang Saithe Weapon.
---------------------------------------------------------------------
Keadaan kini menjadi semakin sunyi diluar kediaman dari Mpu Ganddru. Rayn masih berdiri dengan penuh diam seperti seseorang yang sedang tenggelam dalam pemikiran yang begitu menjerat.
****************
Sementara itu,
(Di sebuah gang jalanan sempit dan gelap yang terdapat di Kota Malv, di kaki Gunung Severu)
"Kira-kira kapan Kak Rayn pulang, Bony?"
"Aku juga tak tahu, ini sudah ketiga kalinya dia terlambat datang," ujar bocah laki-laki itu.
Dua anak kecil berusia 9 tahunan nampak terduduk lemas bersender pada dinding lorong jalanan kumuh yang gelap. Mereka seakan mengharapkan kedatangan seseorang yang begitu ditunggu-tunggu.
"Fiona, aku pikir kita tidak bisa selamanya menggantungkan hidup kita kepada Kakak" ucap bocah laki-laki itu kepada gadis kecil yang berada dihadapannya.
"Tapi Bony, kita hanya perlu bersab--"
"Ayolah, lihat keadaan kita sekarang ... pikirku, kita juga tak bisa selamanya berdiam diri sementara Kak Rayn yang harus bersusah payah demi hidup kita!" Bony menyela perkataan gadis kecil itu.
"Tapi, apa yang akan kita lakukan?"
"Kita mencuri lagi!, itu satu-satunya jalan," ujar bocah itu dengan sorot mata yang begitu tegas.
"Kakak telah melarang kita, aku tak mau membuat kakak marah." Keberanian muncul pada gadis kecil yang nampak lemah itu
"Ingatlah pesan dari kakak yang paling utama Fiona!, hidup sebagai tikus jalanan di kota besar yang begitu kejam seperti ini, kita harus mengutamakan untuk bertahan hidup. Kita telah mencuri sedari kecil berdua, aku dan kamu Bony!, kita bisa! ... sampai kita bertemu dengan kakak, dan dia terus-menerus memberikan segala kebutuhan kita, pakaian?, makanan?, bahkan tempat yang sangat tersembunyi ditengah riuhnya kota kejam ini. Kita hidup dan terlindungi berkat Kak Rayn ... sekarang, kita harus mulai mandiri kembali, menjadi seperti dulu!" Bony bersikeras menyatakan tekadnya kepada teman yang begitu berharga untuknya itu.
"T-- tapi, Bony ...." Fiona seperti kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan Bony yang begitu tegas.
"Sudahlah, kau ikut saja ... aku punya rencana." Bony beranjak bangun dari duduknya yang kemudian meraih tangan Fiona untuk segera berdiri mengikuti.
Kedua anak kecil tersebut beranjak meninggalkan lorong gang gelap yang menjadi tembok pelindung bagi mereka selama ini.
Hingga saat mereka sampai di sebuah ujung lorong itu, mereka berdua nampak berjalan perlahan sembari melihat keadaan sekitar mereka.
Bony nampak memastikan sesuatu, dan Fiona berdiri mengendap dibelakangnya mengikuti.