di restoran cepat saji, Phyllis memakan makanannya dengan rakus.
dari cara nya makan, semua orang dapat melihat bahwa Phyllis seperti orang yg kelaparan selama berhari hari.
"papa.. bibi ini terlihat sangat kelaparan." zero menatapku dengan kedua tangannya yg masih memegang burger sapi ukuran besar.
dengan lembut aku menyeka saus tomat yg menempel di sudut mulutnya sambil berkata. "bibi ini sudah lama mengidap penyakit yg membuatnya tidak bisa merasakan apapun dan baru sekarang dia bisa sembuh."
tapi zero memalingkan wajahnya dengan pipi memerah dan dengan cepat memakan burger yg ada di tangannya.
Phyllis yg mendengar kata kata ku juga perlahan memperlambat gerakkannya dan dengan bingung menatap Roland. "yang mulia dia..."
tapi Roland segera memberi kode untuk diam. "jangan sebutkan itu di sini, panggil saja Roland dan Robert adalah orang yg telah mengambil kristal warisan."
"apa...." Phyllis segera menatap ku dengan mata lebar dan penuh kejutan, tapi hanya beberapa detik dia segera menenangkan dirinya.
"tuan Robert..."
tapi aku segera melambaikan tangan ku untuk memotong kata katanya. "jika kamu membantu ku dalam sebuah eksperimen, baru aku bersedia menjawab pertanyaan apapun yg kamu inginkan."
"eksperimen seperti apa?"
"ini rahasia, kamu bisa berdiskusi dengan Pasha untuk menentukan siapa yg akan berkorban untuk melakukan eksperimen ini. aku akan menunggu mu besok pagi di apartemen."
Phyllis langsung menunjukan expresi bermasalah. "tapi aku tidak tahu cara membawa mereka, aku bahkan tidak tahu bagaimana aku bisa sampai di sini."
tapi aku dengan santai menjawab. "itu mudah, lakukan hal yg sama seperti yg kamu lakukan sebelum masuk kesini. tentu saja itu harus di dekat Roland saat dia tertidur."
Phyllis kembali melebarkan matanya untuk sesaat sebelum menganggukkan kepalanya. "tapi setidaknya kamu harus memberitahu ku jenis eksperimen yg ingin kamu lakukan."
"intinyanya tidak ada resiko dalam eksperimen ini, tapi jika itu berhasil maka penyakitmu akan sembuh secara permanen."
"apa maksud mu permanen?"
aku mengangkat bahu ku sambil berkata dengan santai. "kamu dan teman teman mu akan bisa merasakan selamnya nya."
"apa itu mungkin?" Phyllis menatapku dengan expresi yg rumit.
"tidak ada yg tidak mungkin."
"papa... apa yg kalian bicarakan?" zero menatap ku dan bertanya dengan expresi bingung di wajahnya setelah lama memperhatikan percakapan kami.
melihat ini aku menarik telinganya dengan lembut. "anak kecil jangan coba coba mengetahui urusan orang dewasa."
"zero bukan anak kecil" seru zero dengan kesal sambil menampar tangan ku yg asik memainkan telinganya.
"bicara setalah dada mu sebesar Tante Phyllis ini" aku menunjuk dada phyllis yg membuat zero semakin kesal. "papa mesum..." zero segera turun dari kursinya. "zero main di luar saja." dan dia mengulurkan tangannya untuk meminta uang.
dengan cepat aku mengeluarkan dompet dan menyerahkan beberapa lembar uang kertas pada zero yg membuat matanya melebar. "banyak uang..."
"siapa suruh anak papa begitu manis" zero mengambil uang di tangannya sambil mendengus dengan pipi memerah. "jangan menggoda zero, itu tidak berguna." dan dia segera berlari ke luar dengan cepat.
"kamu sangat menikmati peranmu di dunia ini" kata Roland dengan santai dan aku segera menjawab. "jangan pikirkan tentang itu" lalu aku menatap Roland. "apa kamu menemukan ayah mu di penjara gereja?"
"ya dan ini menjadi sedikit sulit." Roland mendesah tak berdaya.
"apa yg sulit?"
"hanya sedikit tidak nyaman."
"ha ha ha ha" aku tertawa sesaat sebelum bertanya "lalu apa pendapat ayah mu?"
"setelah mendengar semua tentang perang kehendak ilahi, ayah ku segera mendukung ku dan menyerahkan semua keputusan pada ku"
"bukankah itu bagus."
Roland mengangguk ringan sebelum menatapku dengan serius. "aku ingin bertanya pada mu, siapa nama ayah mu?"
"namanya deegan dan dia mati saat bertugas menjadi prajurit, kenapa kamu bertanya?"
"apa kamu melihat mayat ayah mu?" expresi Roland semakin serius.
"aku masih berumur 6 tahun, siapa yg peduli dengan itu. bahkan aku jarang melihatnya pulang saat dia masih hidup."
"dengarkan aku Robert" Roland menatap ku dalam dalam. "kamu sebenarnya adalah anak haram deegan Moya yg merupakan raja dawn yg baru saja meninggal."
"..." aku hanya bisa terdiam dan membiarkan Roland menyelesaikan ceritanya.
"saat kamu pergi ke kerajaan dawn untuk merekrut orang, raja down segera menyelidiki asal usul mu karena di anggap meresahkan. tapi setelah tahu bahwa kamu adalah anak haramnya dia berencana menerima mu sebagai anaknya dan memiliki hak untuk mewarisi tahta."
"..."
"semua ini di sampaikan oleh Otto luoxi yg masih memegang surat keputusan raja yg ingin di serahkan pada mu, tapi saat itu kamu tiba tiba menghilang dari tempat tinggal mu di kerajaan dawn."
"..."
"dan itu juga alasan kenapa kampanye mu berjalan lancar di kerajaan dawn karena raja dawn mendukung mu secara diam diam dan selalu mengamati mu."
"..."
"awalnya aku ingin Andrea untuk membantu ku dan menjadi ratu di sana, tapi ada pilihan terbaik lainnya yaitu kamu. apa kamu mau menjadi raja kerajaan dawn?"
setelah diam sejenak, aku menjawab permintaan Roland dengan nada santai. "aku hanya akan membatu mu merebut kerajaan, urusan pemerintahan adalah urusan mu. aku tidak mau membuang waktu ku untuk bermain peran sebagai raja."
Roland mengangguk setuju. "aku akan mengirim anggota balai kota setelah kamu berhasil mengganti appen Moya."
"saat kamu kembali segera kirim tentara dan anggota balai kota, hal itu tidak akan membutuhkan waktu seharian."
"apa rencana mu?"
aku mengangkat bahu sambil berkata dengan malas. "apa lagi yg bisa di lakukan, bunuh saja semua yg menghalangi. jangan bertele tele, waktu kita tidak banyak, bunuh satu untuk menyelamatkan seribu lebih efesien saat ini"
"apa kamu yakin bisa melakukan itu?"
"jika tidak bisa maka aku akan berbalik pergi, tidak ada yg begitu merepotkan."
aku memberi senyum jahat pada Roland yg membuatnya menggelengkan kepala dengan expresi gelap.
"bawa Andrea bersama mu"
"baiklah, aku akan ke never winter setelah ini."
setelah berbincang bincang sesaat, aku segera menjemput zero dan kami kembali ke rumah.
***
saat malam tiba, zero tiba tiba datang ke kamar ku.
melihat expresi bingung dan ragu ragu di wajahnya, aku segera bertanya. "apa kamu tidak bisa tidur?"
zero segera mengangguk dan perlahan mendekatiku yg sedang berbaring di ranjang.
"tidurlah di sini"
"mm" zero segera berbaring di sebelah ku dan aku segera membawanya ke pelukan ku sambil menatap wajahnya lalu berkata. "apa yg kamu pikirkan?"
"apa papa akan pergi lagi?" melihat tatapan sedih zero, aku dengan lembut membelai rambut nya.
"kenapa kamu berpikir seperti itu?"
"zero merasa seperti itu."
"hanya beberapa hari saja, papa akan segera kembali setelah itu"
"mm" zero perlahan menutup matanya dan kami berdua segera tidur bersama.