"apa yg harus aku lakukan" semua orang hanya bisa diam melihat expresi ketakutan yg ditunjukan oleh Teresa, tubuhnya yg sedikit menggigil membuat semua orang merasa tidak nyaman.
"kenapa begitu mencemaskan pemula sombong ini. jika bukan karena keberuntungannya mendapatkan warisan kapal yg bisa terbang, dia bukan lah apa apa."
"apa yg kamu tahu" Teresa membentak salah satu pemimpin earthling sambil menampar meja panjang ruang rapat yg membuat pria itu sedikit terkejut. "dia dan semua anggotanya bisa menghalangi invasi komandan iblis dengan ribuan pasukan mayat hidup dan bahkan membunuh komandan raja iblis."
"....."
"menyelamatkan benteng Arden 2 kali"
"..."
"menciptakan pohon suci di tengah benteng Arden yg saat ini bisa membantu menghalangi invasi parasit dan menyembuhkan luka para prajurit"
"itu...."
"jika dia ada, aku bahkan tidak peduli dengan mu yg hanya bermulut besar"
"putri, tenanglah." cinzia menepuk bahu Teresa sambil memberi tatapan tegas padanya. "kita bisa menghubunginya setelah rapat ini selesai.
"baiklah." Teresa mengangguk ringan sambil menahan perasaannya cemasnya agar bisa melanjutkan rapat kembali.
***
"apa yg terjadi, kenapa begitu cepat." tanya phi sora sambil menatapku dengan bingung.
"walaupun cepat, aku bisa bermain puluhan ronde. jadi jangan khawatir." seketika wajah phi sora langsung memerah sambil berkata dengan panik. "maksudku kenapa kamu kembali begitu cepat, bukankah rapat baru saja di mulai."
"membosankan, jadi aku kembali." aku melemparkan tubuhku di sofa dan menyandarkan kepala ku di pangkuan Hinata. phi sora yg mendengar jawaban ku hanya bisa terdiam dan menatapku lekat lekat.
"hanya kamu yg bisa berkata seperti itu"
"lupakan saja, sekarang fokus kalian adalah membiasakan diri dengan kapal baru ini karena besok kita sudah harus melakukan persiapan untuk pertempuran besar."
"sayang, aku tidak tahu harus melakukan persiapan seperti apa." Hinata terlihat gelisah karena baru pertama kali menghadapi situasi seperti ini.
"kamu, Megumi, utaha, shoko, eriri, Rumi, ada wong, flone dan Anya akan menjadi tim pendukung yg akan mengawasi pertempuran kami dari ruang kendali utama."
"tapi suami ku, flone juga ingin ikut bertarung di garis depan." flone segera menunjukan expresi memohon yg membuat hati bergetar, tapi aku dengan tegas menolak.
"ini adalah pertempuran skala besar, jadi kita harus menyimpan kekuatan utama kita untuk situasi terburuk."
"apa yg di katakan kapten benar." saat itu ada wong segera menambahkan. "biarkan kapten dan yg lainnya maju terlebih dahulu untuk menguji dalam nya air dan mengamati situasi pertempuran."
"ha ha jadi kita akan menjadi garda depan" seru phi sora dengan penuh semangat sambil meremas tinjunya, tapi aku segera menatapnya dengan tatapan serius. "jangan terlalu bersemangat, kita harus bergerak sesuai formasi dan semuanya harus mendengarkan perintah ku." lalu aku menatap ada wong. "aku menyerahkan pusat kendali pada mu, ingat jangan lakukan serangan apapun sampai aku memintanya dan tetap dalam mode siluman."
"ya kapten."
***
"ada apa" aku dengan malas bertanya pada Teresa yg muncul di layar komunikasi
"maaf untuk yg tadi siang" kata kata dengan nada yg penuh penyesalan dan expresi sedih yg di tunjukan oleh Teresa membuktikan bahwa dia masih memikirkan masalah di ruang rapat.
"kenapa minta maaf, kamu tidak salah. aku memang selalu membuat masalah di mana pun aku pergi." mendengar nada acuh tak acuh ku, Teresa menjadi sedikit panik.
"Harry, aku tidak bermaksud seperti itu"
"lalu apa maksud mu"
"itu... itu..."
"tuan putri teresa, kamu akan membayar ku untuk mengalahkan pasukan parasit dan aku juga sudah menerima tawaran ini. jadi tidak perlu hal hal lain lagi, cukup siapkan bayaran mu saat perang ini selesai."
"lalu kenapa kamu tidak mendengarkan rapat tadi siang untuk pengaturan pasukan."
"apa maksudmu pengaturan pasukan, apa kamu ingin mengatur semua istriku?. apa kamu sudah bosan hidup." nada kesal ku langsung membuat Teresa terdiam dengan keterkejutan yg terlintas di matanya.
"Harry, maksudku bukan begitu"
"jadi apa maksudmu" aku kembali dengan expresi malas ku yg membuat teresa sedikit lega.
"kita harus menentukan posisi dan tugas masing masing setiap tim. semua akan mengikuti rencana pertempuran yg sudah di susun agar pertempuran ini bisa berjalan lancar."
"jadi maksudmu, kamu ingin mengendalikan ku. memang siapa kamu?, hanya seekor putri sudah berani mengendalikan ku." nada tinggi ku membuat Teresa tertegun.
"aku...aku..." dada Teresa terlihat naik turun dengan tidak teratur seperti akan mengalami sesak nafas, wajahnya juga perlahan memerah dan expresi terkejut, marah, kesal, sedih mulai bercampur di wajahnya. "kenapa kamu selalu saja memojokkan ku, apa salah ku pada mu." akhirnya teriakan marah Teresa mulai bergema, tapi aku juga membalasnya dengan nada membentak.
"kamu hanya memikirkan keinginan dan perasaan mu saja, aku benar benar malas berurusan dengan mu. aku harap ini akan menjadi bisnis terakhir kita." lalu aku mematikan alat komunikasi ku dan memasukannya ke dalam inventori agar dia tidak bisa menghubungi ku lagi.
melihat layar komunikasi yg mati, Teresa tertegun sejenak lalu mulai melakukan panggilan ulang. setelah beberapa kali gagal melakukan panggilan, akhirnya Teresa menunjukan expresi tak berdaya dengan kesedihan yg terlintas di matanya.
***
"kamu terlaku keras padanya." kata Rebecca yg baru saja tiba di area rekreasi di lantai paling atas sambil membawa minuman dingin. "siapa yg peduli." lalu aku menarik Rebecca agar duduk di pangkuan ku yg sedang bersandar santai di kursi pantai.
merasakan tangan ku mulai meraba paha mulusnya, dia langsung menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memastikan kondisi aman. setelah itu dia langsung naik ke tubuhku, membuka celana ku, mengeluarkan senjataku dan memasukannya kedalam lubang nya. "hmmmmmfff" desah Rebecca dengan expresi kepuasan.
"bagiamana phi sora"
"hmmmff dia sudah berbaring di, hah hah tempat tidurnya hmmmff setelah menelan inti sari lotus surgawi."
"baguslah"
"hmmmff hah hah hah" dan beberapa menit kemudian. "sedikit lagi, hmmmmmfff aahhhhhhhhhh" Rebecca menekan pinggulnya kuat kuat agar senjataku masuk lebih dalam ke dalam lubangnya.
setelah berbaring di dadaku untuk sesaat, Rebecca kembali menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memeriksa situasi sebelum mulai menggerakkan pinggulnya lagi.