Sementara itu, A Heng yang mengunjungi Bagian Persediaan Obat Istana juga menemukan petunjuk.
"Paman, apa selain Aku ada yang pernah meminjam Tungku Peleburan darimu?" tanya A Heng pada Kepala Bagian Persediaan Obat Istana.
"A Heng, selain keluarga kita, tidak banyak Abadi di Alam Langit yang memahami obat-obatan. Beberapa tahun terakhir, tidak ada yang datang meminjam Tungku Peleburan. Hanya saja, belasan ribu tahun yang lalu, perna sekali ada yang datang meminjamnya."
"Siapa itu Paman?"
"Dia adalah Meng Zhi. Kau mungkin tidak mengenalnya. Dia meninggalkan istana setelah meminjam Tungku itu dan sekarang, tidak ada yang tahu di mana keberadaannya. Bahkan ia pergi sebelum mengembalikan Tungku. Pelayannya yang mengembalikan Tungku itu ke sini."
"Oh. Aku memang tidak mengenalnya, Paman. Dulu, aku menghabiskan waktuku di tempat latihan dan mengikut Dewi Perang ke sana ke mari. Aku tidak banyak mengenal Dewa-dewa di Alam Langit ini. Tapi, kurasa informasi ini berguna, Paman. Terima kasih telah menceritakannya."
"Sama-sama."
"Kalau begitu, A Heng kembali dulu, Paman. A Heng akan berkunjung lagi lain kali."
"Baik. Sering-seringlah datang."
Lalu A Heng pun meninggalkan tempat itu.
Qian Xun yang menemui Dewa Hujan di sambut dengan baik. Ia kini sudah sampai di halaman depan kediaman Dewa Hujan.
"Qian Xun, jarang-jarang kau mengunjungiku."
kata Dewa Hujan memanggilnya dari depan pintu.
"Salam hormat, Dewa Li Yu." sapa Qian Xun.
"Aku tahu kau membenciku setelah berusaha mengirimmu ke Paviliun Luofeng."
"Sama sekali tidak, Dewa. Qian Xun merasa bersyukur dengan jabatan ini. Dewa Liao Bo menitipkan salam untukmu karena tidak bisa menghadiri hari ulang tahun Kaisar tahun ini."
"Mmmm.... Bagaimana kabar Adikku? Sepertinya dia memperlakukanmu dengan baik."
"Dewa Liao Bo cuku sehat, Dewa. Dia memperlakukanku dengan sangat baik dan aku juga belajar banyak darinya."
"Mmmm..... Tapi, kurasa kau ke sini bukan hanya untuk menyampaikan salam. Mari ikut saya masuk."
Mereka pun masuk ke dalam ruang tamu Dewa Hujan lalu duduk berhadapan di meja tengah. Lalu seorang pelayan, Dewa muda mengantarkan teh untuk mereka dan menuangkannya lalu meninggalkan mereka.
"Silahkan di minum!"
"Terima kasih Dewa Hujan."
Qian Xun pun meneguk secangkir teh yang ada di depannya.
"Sebelumnya aku menyarankan Yang Mulia Kaisar mengirimmu ke Paviliun Luofeng adalah untuk kebaikanmu dan Kaisar. Kau tentunya tau bagaimana pendapat para tetua tentangmu dan ibumu. Apa kau mengerti?"
"Qian Xun mengerti maksud baik Dewa Hujan."
"Mmmm.... Baguslah kalau begitu."
"Tapi, sebenarnya tujuan aku ke mari adalah untuk menanyakan sesuatu pada Dewa."
"Oh, benarkah? Tanyakan saja. Aku akan menjawab yang aku bisa."
"Sebenarnya, aku ingin menanyakan masalah Racun Terlarang."
"Racun Terlarang?"
"Benar, Dewa."
"Sebenarnya, aku pernah mendengar tentang beberapa Sihir Gelap pada zaman pemerintahan Kaisar terdahulu. Tapi, Aku juga tidak tahu banyak karena aku dulu benar-benar menghindari hal semacam itu. Mungkin saja, Racun Terlarang yang kau maksud adalah bagian dari Sihir Gelap yang dimusnahkan puluhan ribu tahun yang lalu."
"Benar, Dewa. Dewa juga tahu kalau aku dan ibu menderita penyakit keturunan. Tapi, baru-baru ini, ada yang mengatakan padaku bahwa yang ada di dalam tubuhku ini bukan penyakit keturunan melainkan racun."
"Racun? Apa itu adalah Racun Terlarang yang kau maksud?"
"Benar, Dewa."
"Apa Kaisar Langit mengetahuinya?"
"Belum. Sekarang, Kaisar sedang berbahagia merayakan hari ulang tahunnya, aku tidak ingin mengganggu ketenangannya. Lagi pula, yang mengatakan kalau ibu memiliki penyakit keturunan adalah tabib istana kepercayaan Kaisar. Dia mungkin tidak akan percaya bahwa itu Racun."
"Kau benar. Jadi, maksudmu, ada Abadi yang diam-diam menggunakan Racun yang telah dilarang itu pada tubuh ibumu?"
"Benar, Dewa."
"Sulit dipercaya. Tapi, aku mungkin percaya bahwa itu Racun. Sebenarnya, saat kau lahir aku sempat merasa curiga karena Hawa Dingin itu terlalu aneh untuk disebut sebagai penyakit keturunan. Tapi, apa yang kau katakan benar. Sebelum benar-benar memastikannya, sebaiknya kita rahasiakan dulu hal ini dari Kaisar."
"Benar. Terima kasih, Dewa Hujan. Kau sangat memahamiku."
"Tapi, ada beberapa hal yang aku tahu tentang Sihir Gelap. Puluhan ribu tahun yang lalu, Kaisar Xue Liang memerintahkan untuk memusnahkan semua buku-buku yang mencatat tentang Sihir Gelap dan Kaisar melarang penggunaan Sihir Gelap itu bagi yang terlanjur mempelajarinya. Yang bertanggung jawab atas pemusnahan itu adalah Kepala Pelayan kepercayaan Kaisar, Meng Zhi."
"Meng Zhi?"
"Meng Zhi dulunya adalah Kepala Pelayan, namun ia sangat pandai dan cepat memahami sesuatu. Ia pun mulai banyak belajar kekuatan sihir hingga ia jadi salah satu Dewa yang memiliki kekuatan sihir yang luar biasa. Banyak Abadi yang berguru padanya dan salah satu murid yang paling dekat dengannya adalah Permaisuri Langit yang sekarang."
"Ibunda Permaisuri?"
"Benar. Ia sangat dekat dengan gurunya."
"Lalu, di mana Dewa Meng Zhi ini sekarang?"
"Sekarang, tidak ada yang tau keberadaannya. Ia meninggalkan Istana Langit belasan ribu tahun yang lalu. Waktu itu kau belum lahir. Ada yang mengatakan dia bersembunyi di salah satu gua di Gunung Kunlun, ada juga yang mengatakan dia berkeliling dunia manusia untuk terus belajar. Tidak ada yang tahu kepastiannya."
"Sayang sekali. Padahal dia adalah Dewa yang berbakat."
"Benar. Sangat disayangkan."
"Tapi, kalau memang benar ibumu telah diracuni, berarti buku-buku itu memang belum dimusnahkan sepenuhnya. Sekalipun semua telah dimusnahkan, mungkin saja ada Abadi yang mempelajari cara membuat racun itu dan menggunakannya."
"Dewa benar. Itulah yang membuatku ingin mencari tahu kebenarannya."
"Aku mengerti. Aku harap kau akan segera menemukannya.
"Iya. Terima kasih banyak Dewa. Dewa memberitahuku banyak hal."
"Sama-sama. Aku juga senang membantumu."
"Kalau begitu, Qian Xun pamit pulang, Dewa."
"Mmmmm..." Dewa Hujan mengangguk.
Qian Xun pun meninggalkan tempat itu.
Tak terasa, matahari sudah mulai akan terbenam. Qian Xun, Xiao Lan dan A Heng telah menyelesaikan tugas masing-masing. Mereka bertiga pun bertemu di taman belakang sesuai janji.
"Xiao Lan, apa kau suka perpustakaannya?" tanya Qian Xun.
"Tentu saja. Di sana aku menemukan banyak buku cerita yang menarik. Tapi, aku juga tidak lupa dengan Racun Terlarang. Aku menemukan sebuah buku tentang itu."
"Benarkah? Apa isinya." tanya A Heng.
"Di sana tertulis bahwa Kepala Pelayan Istana, Meng Zhi telah ditugaskan Kaisar untuk memusnahkan semua buku-buku yang mencatat tentang mantra-mantra terlarang."
"Ternyata yang dikatakan Dewa Hujan benar. Bahkan hal itu tertulis dalam catatan sejarah. Kita perlu menemui Meng Zhi untuk mencari tau kebenaran di balik semua ini."
"Benar. Meng Zhi ini benar-benar mencurigakan. Pamanku pun mengungkit namanya ketika aku di Balai obat. Katanya dia pernah meminjam Tungku Peleburan. Jika ingin meramu obat-obatan, kita memang membutuhkan Tungku ini. Besar kemungkinan, Dewa Meng Zhi menggunakannya bukan untuk meramu obat melainkan racun."
"Tapi, masalahnya sekarang tidak ada yang tau keberadaan Meng Zhi."
"Benar. Begini saja. Bagaimana kalau kita mencari Abadi yang pernah berhubungan dengan Meng Zhi."
"Jika yang dikatakan Dewa Hujan benar, Ibunda Permaisuri adalah murid Meng Zhi. Katanya mereka cukup dekat."
"Benarkah?/Benarkah?" tanya Xiao Lan dan A Heng terkejut bersamaan.
"Benar."
"Rupanya begitu. Meng Zhi meracuni ibumu memang sulit dipercaya. Tapi jika yang melakukannya adalah Permaisuri, bukankah itu lebih masuk akal?"
"Dewa A Heng, Permaisuri adalah ibunda Qian Xun. Mana mungkin ia melakukan hal seperti itu?"
"Xiao Lan, A Heng ada benarnya. Sebenarnya, sejak kecil, Permaisuri tidak pernah memperlakukanku dengan baik seperti anaknya sendiri. Aku tidak pernah mendengar kalau ia pernah bertengkar dengan ibu. Tapi, tetap saja ibu adalah penghalang baginya untuk mendapatkan kasih sayang Kaisar."
"Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" tanya A Heng.
"Kita hanya perlu memastikan, apa yang kita itu curiga benar atau salah. Dengan begitu, kita bisa memikirkan langkah selanjutnya. Saat jam makan malam yg tiba, Permaisuri akan meninggalkan ruangan pribadinya untuk makan bersama dengan para tamu undangan. Saat itu, aku akan menyelinap ke ruang pribadi Ibunda Permaisuri. Kalian bisa berjaga di jalan menuju ke sana dan begitu Permaisuri datang, kalian harus segera memberitahuku. Bagaimana? Sepakat?"
"Sepakat/sepakat!
"Kalau begitu, kita kesana sekarang. Jam makan malam aka segera tiba."
"Baik/Baik"
Mereka pun menuju ke ruangan pribadi Permaisuri.