Chereads / Hai, Rayn! / Chapter 9 - BAB 8

Chapter 9 - BAB 8

Pagi ini dari lantai 10, tepatnya di ruang kerja Sabda. Pria itu terlihat hanya memutar-mutar bolpoinnya sambil menyandarkan kepala di kursi kebesarannya. Aroma kopi merasuk ke indera penciumannya dan mengendurkan syaraf-syaraf otaknya yang sedikit tegang. Dia bangkit, dibawanya cangkir kopi, lalu berdiri di dekat jendela ruangannya sambil melihat keindahan kota dengan segala hiruk pikuknya.

"Pagi-pagi udah melamun aja! Nih baca! ada tugas buat lu!" Kata Anton, kakaknya yang kerja sebagai atasannya. Terlihat anton meletakkan map di meja kerja adiknya.

" Mas, lu dulu waktu mau nikah, ada nggak cowok yang masih suka ma istri lu?" Tanya Sabda tiba-tiba.

"Siapa temen lu yang suka ma Rayna?" Tanya Anton lalu duduk di sofa yang tidak jauh dari tempat Sabda berdiri.

"Lah, kenapa balik nanya ke gue? Gue tuh nanya lu! kenapa jadi lu balik nanya!" Sabda lalu duduk di samping kakak nya.

"Lu nanya begini, disaat lu mau menikah, yaaa meskipun masih lama, ngga salah dong gue, pasti ada hubungannya sama lu dan Rayna!"

"Bukan gitu mas, gini, lu tau kan Vero..."

"Jadi, Vero suka sama Rayna?"

"Gue belum selesai ngomong, elahhhh.... nyela aja lu kayak ibu-ibu komplek arisan!"

"Ih, lu kayak pernah lihat ibu-ibu arisan aja! jangan bilang lu suka merhatiin ibu-ibu ya sekarang!"

"Aduh maaassss... kenapa jadi ngomongin ibu-ibu sih!" Kata Sabda sambil mengusap wajahnya kasar. "Dengerin gue!" Lanjutnya

"Gini, lu tau kan sahabat-sahabat gue siapa aja. Dan lu tau kan Vero waktu itu datang cuma ngasih selamat terus pergi."

"Kan udah dijelasin dia mau keluar kota mau peresmian bisnis barunya dan...."

"Oke, oke, gue tau. Tapi lu ngga liat mas, wajah dia sendu, bahkan sebelum hari H, gue ma temen-temen gue kumpul pun dia kayak ngga ada semangat buat ikut bahas acara gue. Gue sempet mikir sih, apa Vero ada rasa sama Rayna? Dia emang pendiem, tapi dulu ngga sependiem ini gue rasa."

"Hey, dia sahabat lu dari kecil! Lu jangan punya pikiran aneh ah. Ntar persahabatan lu jadi keganggu. Gue tau lu selalu ada waktu dia sedih dan Vero juga selalu ada waktu lu sedih. Itu yang gue lihat dari kalian SD dulu. Lu tau gimana keluarga Vero sekarang setalah bokapnya meninggal. Dia yang jadi penerus bokapnya kan? Lu mungkin butuh waktu ngobrol sama Vero. Gue paham namanya orang mau berumah tangga emang ada aja pikirannya." Kata Anton. Bahkan Anton yang terpaut usia 4 tahun dari Sabda waktu SD rasanya seperti punya 2 adik tiap berangkat sekolah.

"No. Gue ngga akan putus pertemanan ma dia, mas. Ya gue tau dan sangat paham posisi dia sekarang. Tapi rasanya aneh aja mas. Pantes ngga sih kalau gue tanya ke Vero apa dia ada rasa ma Rayna?"

"Ngga perlu kayaknya. Itu justru bakal bikin lu renggang, takutnya Vero jadi engga enak ma lu. Sab, lu pacaran sama Rayna dari SMA. Ada Vero juga, Sampai sekarang pun, pernah ngga sekali lu lihat mereka berduaan? Apa lu pernah lihat Vero godain Rayna atau sebaliknya? ngga kan?"

"Gimana kalau Vero suka ma Rayna diam-diam mas? makanya dia sedih pas gue tunangan ma Rayna?"

"Buset nih bocah susah amat dikasih tau! Sab, denger ya, Entah Vero suka atau ngga sama Rayna. Intinya selama ini dia ngga pernah gimana-gimana. Dan lu saling cinta saling sayang sama Rayna. Kalaupun Vero ada rasa, dia bisa apa dibanding lu sama Rayna yang saling suka? okelah ini seperti egois. Tapi apa yang salah dari cinta? Cukup lu sama Rayna saling melengkapi, mencintai, mengasihi, menerima, udah! Biarkan Vero dengan dirinya sendiri. Kita tidak pernah tau apa yang lagi jadi masalah sama Vero di hidupnya. Selama dia ngga cerita berarti itu privacy dia. Dia ngga pengen ada orang tau. Kalau dia merasa masalahnya bukan hal yang privacy dia pasti cerita kok." Mendengar itu Sabda cuma manggut-manggut lalu menepuk pundak Anton.

"Thanks mas, dari dulu lu selalu yang terbaik buat gue. Btw, lu tadi bawa map apaan? biasanya sekretaris lu yang bawa kesini." Tanya Sabda lalu melihat isi map itu.

"Keluar kota?" Sabda menghembus nafas ringan, tampak malas sepertinya kalau harus keluar kota.

"Ajak aja Rayna. Lumayan kan bisa berduaan diluar kota. Toh mau jadi istri lu juga." Usul Anton sambil memainkan alisnya naik turun.

"Ya ngga gitu juga." Sabda mengangkat telepon di ruangannya yang barusan berdering "Ya nis... oh, kasih masuk aja ngga papa." Kata Sabda kepada Ninis, sekretarisnya.

"Siapa?" Tanya Anton lalu pintu terbuka dan muncul Vero dengan setelan jas abu-abu. Dia terlihat lebih cerah dari kemarin. Senyum tersungging di bibirnya.

"Oh, lu Ver! Umur panjang lu, baru juga diomongin!" Kata Anton. Deg! Sabda kaget mendengar kakaknya berkata begitu.

"Hah? Ngomongin apa?" Tanya Vero terlihat bingung.

"Sabda bilang lu.... lama ngga keliatan batang idung lu." Kata Anton lalu melirik sekilas ke Sabda yang mulai agak lega.

"Yaa... Gue kan udah bilang..."

"Haishhhh! Gue udah tau! Sini lu duduk!" Kata Sabda lalu merangkul pundak sahabatnya duduk di sofa. "Kapan lu datang?"

"Jam 11 an malem."

"Kalian ngobrol lah, gue mau keluar aja, takut ngeganggu obrolan kalian." Anton yang udah berdiri jadi duduk lagi karena dicegah Sabda.

"Eh mas! bilangin lah ke papa, jangan gue yang keluar kota."

"Kenapa? itu juga masih minggu depan, cuma 2 hari. Lu tinggal liat proyeknya gimana, pada lelet apa nggak pekerjanya, minta datanya ke pengurus proyek, sekalian bilangin deadline taun depan harus udah clear semua."

"Bukannya gitu, itu mepet banget tanggalnya ma KKN Rayna. Gue harus tau lah tempat KKN nya dimana. Gue harus anter dia."

"Bilang aja sama papa sendiri. Ogah gue bilang. Kalau lu ngga bisa anterin Rayna, Vero tuh suruh anterin. Dia sahabat lu.Ngga papa kan Ver?" Tanya Anton. Mendengar pertanyaan Anton Vero sedikit gugup tapi dia berusaha bersikap biasa aja. Dia nggak mau semua menyadari perasaan Vero ke Rayna.

Anton sendiri cuma pengen lihat reaksi Vero mendengar itu dan bikin cemburu sang adik.

"Ah ngga asik lu!" Kata Sabda sambil memencet telepon "Bawakan kopi 1 ke ruangan saya."

Anton tidak melihat keanehan di wajah Vero. Tapi memang mata Vero terlihat agak kaget sekilas. Terlihat Vero berusaha menutupi kesalting-an nya. Anton cuma tersenyum. Semua orang berhak untuk mencintai orang lain, bukan? Asal dalam batas yang sewajarnya, dalam artian tidak merusak hubungan orang lain. Dan Anton tau Vero orang seperti apa. Dia tidak mungkin melakukan itu.