Chereads / My House Maid My Ex-Husband's / Chapter 3 - Bab 3 - Melankolis Ala Drapang

Chapter 3 - Bab 3 - Melankolis Ala Drapang

Ranto menghela nafas melihat Rumah yang dikontrak Araf saat ini. Rumah ini sederhana banget. Hanya ada 2 kamar tidur, 1 kamar ART, Ruang Tamu, Ruang tengah, Dapur merangkap Ruang Makan, dan 1 kamar mandi di luar.

"Kenapa Ranto?" tanya Araf meletakan Tas kerjanya di meja.

"Tuan," Ranto bicara hati-hati saat ini, "Saya carikan Penthouse ya untuk Tuan. Biar.."

"Donna tahu Aku punya Perusahaan yang assetnya melebihin Tanidy? Apa nanti Dia tidak akan menuduhku memakai asset Tanidy untuk membuat Perusahaanku lebih besar dari Tanidy?"

"Bukan itu maksud Saya. Anda itu Presiden Director dari NMI Company, kurang layak tinggal di Rumah Kontrakan sederhana seperti ini. Baiknya Anda tinggal di Penthouse."

"Biarkan saja Saya tinggal di sini. Agar juga Saya aman menjaga Donna dan ketiga anak kami."

"Hayah Tuan masih saja memikirkan itu? Bukannya Nyonya Donna mau mandiri. Nyonya pula yang momong ketiga anak kalian?"

"Ranto, selamanya Saya menjaga mereka berempat."

+++

Nita sama Tami tidak tertarik melihat dan mendengar Dido mendongeng. Dido diamanatkan oleh Araf untuk mendongeng untuk Nita dan Tami sebelum mereka bertiga tidur. Dido menurunin bakat seni writing dan mendongeng milik Araf. Namun saat ini suasana hati ketiga anak ini tidak baik, sebab Araf sudah tidak tinggal bersama mereka di Rumah ini.

Dido berhenti mendongeng, merasa Nita dan Tami tidak tertarik. Dia pun duduk di antara Nita dan Tami.

"Kayaknya Dido musti banyak latihan."

"Latihan apa?" tanya Nita heran.

"Latihan mendongeng biar kek Papa."

"Memang Kamu nanti pengen kek Papa, jadi Polisi juga? Ihhh jangan Do. Nanti nasibmu kek Papa, diceraikan istrimu."

JLEBBB

Donna yang baru pulang dari Tanidy Boutique, dan menuju Kamar Tami, mendengar perkataan Nita. Terkesiap mematung di Dinding dekat Pintu yang terbuka lebar.

"Ya nanti Dido cari istri yang ngga kek Mama." Sahut Dido enteng, nyambung sama perkataan Nita yang sebenarnya tidak nyambung dengan perkataan Dido. Dido kan bilangnya 'Latihan mendongeng biar kek Papa', bukan bilang ingin jadi 'Polisi' kek Araf., "Jadi kalo Dido semisal jadi Polisi seperti Papa, istri Dido ngga menceraikan Dido. Istri Dido ikhlas Dido kasih duit kecil hasil Dido jadi Polisi."

JLEBB..

Donna terkesiap lagi mendengar perkataan Dido yang menohok dirinya. Padahal ketiga anak itu tidak tahu bahwa Donna menceraikan Araf akibat kesal selama bertahun-tahun menjadi Boneka di Tanidy Boutique, dan dikasih Penghasilan Araf yang sedikit sebagai Polisi.

"Iya juga sih, Do." Nita merasa ocehan Dido ada benarnya, "Kakak dukung itu, Do. Jadi nanti carilah istri yang tidak seperti Mama. Masa cuman gegara Papa ngasih uangnya sedikit Mama ceraikan Papa."

"Betul..Betul..Betul." sahut Tami setuju, "Tami kesal sama Mama. Mama jahat ke Papa." Anak itu melipat kedua tangannya ke dada, wajahnya cemberut kesal.

JLEBB

Donna terkesiap lagi. Hatinya menjadi perih sebab ketiga anaknya menyalahkan dirinya menggugat cerai Araf. Tuhanku, bisik hati Donna, benarkah Aku kejam ke Mas Araf? Selama lebih dari 16 tahun, Mas Araf luar biasa mencintaiku. Mas Araf tidak pernah membiarkanku mengalami kesulitan apa pun.

"Kak," Dido bicara lagi, "Tapi gimana dapatin istri yang ngga kek Mama?"

"Kamu tulis aja Iklan di Instagram, "Dicari istri yang menerimaku apa adanya. Dikasih uang kecil ikhlas, tidak menceraikanku." Gitu Do." Nita ngasal banget menjawab pertanyaan Dido.

"Perasaan Dido, kalo pasang Iklan tuh musti menarik kek gini, "Dido cowok ganteng jago writing Novel keren. Siapa yang menjadi istrinya, dijamin bahagia.".."

TUK..Nita menjitak jidat Dido.

"Sok ganteng Kamu."

Donna menutup bibirnya, merasa ingin tertawa geli mendengar obrolan kedua anaknya ini.

"Kalo Tami," Tami mulai bicara, "Pengen nanti punya suami kek Papa. Papa tuh ganteng, pinter, dan setia."

Donna mendengar ini tersenyum. Memang sih Mas Araf itu ganteng, pinter, dan setia. 16 tahun menjadi istrinya, Aku bahagia.

"Yee kamu masih kecil udah mikir mau punya suami." Nita menjadi gemes, diacak-acak rambut Tami dengan sayangnya.

"Lha Kakak ama Mas Dido juga masih kecil. Kok ngomongin pengen istri kek ini kek itu?" Tami dengan polos menunjuk kedua kakaknya ini.

"Ughhh!" kedua kakaknya menjadi gemas digodanya, langsung menciumin pipi Tami yang berwarna merah jambu ini.

"Hahaha!" Tami kegelian diserbu ciuman kedua kakaknya ini, "Ampun! Ampun!" rengeknya manja.

Donna tersenyum mendengar ini, air mata haru meleleh dari kedua sudut matanya. Mas, makasih Kamu berhasil momong anak-anak kita sehingga mereka akur seperti ini.

+++

Donna merendam badannya yang penat di dalam air yang dicampur essensial oil terapi. Dia menghela nafas. Teringat Dia saat masih bersuamikan Araf. Sepulang Dia kerja, pasti Araf dengan ikhlas memandikannya. Dan tentu sambil mencumbunya.

Flash back

Donna tersenyum geli melihat Araf melepas seluruh pakaian dari badan Araf, lalu segera masuk ke dalam Bath Tub ini.

"Ada apa?" tanya Araf sebab Donna tersenyum geli, "Aku mau mandiin Kamu kan?" dia meraih sebotol sabun essensial oil terapi, dituang secukupnya ditelapak tangannya, lalu pelan diusapkan ke badan Donna.

"Mandiin plus-plus?" Donna merangkulkan kedua tangannya dengan mesra ke leher Araf.

"Udah tau nanya." Kekeh Araf kini kedua tangannya memijat pelan kedua payudara milik Donna, distimulasi istrinya ini, "Aku selalu bergairah ke Kamu."bisiknya ditelinga Donna, "Selamanya bergairah ke Kamu." Lalu bibirnya menjilatin permukaan leher Donna yang jenjang dan mulus ini.

Donna pindah kepangkuan Araf dengan kedua kaki dilebarkan olehnya. Tangan Donna meraih Rudal suaminya ini, dimainkan dengan lembut penuh rangsangan. Araf tergelesir, lalu meraup bibir ranum Donna. Dipijarkan hasrat mereka. Donna membalas ciuman ini, sambil tetap memainkan Rudal Araf. Tangan lainnya mengelusin gemas bokong suaminya ini. Membuat Araf semakin naik hasratnya. Bibir Araf kian ganas beradu dengan bibir Donna. Satu tangan Araf melepas tangan Donna yang memainkan Rudalnya, lalu melesakan Rudal ini masuk ke dalam Surga kenikmatan milik Donna.

Diayun-ayun kemudian sambil tetap beradu bibir sama Donna. Kedua tangannya meremasin bokong Donna. Donna menguncikan kedua lututnya ke sisi pinggang Araf, lalu mengocok Rudal Araf, dari mulai pelan, hingga kencang dan kuat. Donna ingin memuaskan Araf yang begitu mencintai dan dicintainya.

Back to

Donna menghela nafas, menyudahin berendamnya, dikering badannya dengan handuk, lalu memakai Kimononya, bergegas ke kamarnya. Dia meraih Ponselnya yang tergeletak di bufet tempat tidur. Dicek apakah ada Araf menelpon atau kirim pesan untuk Dia. Namun tidak ada sama sekali. Hatinya menjadi sedih. Mas Araf menepatin janjinya, lirihnya, bahwa tidak akan menelpon atau kirim pesan ke Dia yang ingin mandiri tanpa Araf.

Donna terduduk di tepi tempat tidur, air matanya meleleh, Mas, kamu jahat banget sih? Katamu selamanya mencintaiku dan anak-anak kita, masa kita berpisah, kamu tidak mau menelponku atau mengirim pesan ke Aku? Sakitnya tuh di sini pas kena hatiku, Mas. Donna menunjuk dadanya, menggambarkan hatinya sakit Araf menepatin janji ke Dia. Salah Dia sendiri toh?

+++

Danang tergesa datang ke Rumah Araf, sebab Ranto menelponnya, mengatakan Araf Melankolin Ala Drapang* (Drama Jepang ya..hehe), minta tolong Danang menghibur Araf. Ranto tidak tega melihat Araf seperti ini. Araf kan dikenal Pria tegar.

Danang kini sampai ke depan Teras Rumah Kontrakan ini,

"Ha eh!" desaunya melihat Araf memetik Gitar sambil bernyanyi ditemanin Ranto Assistennya yang setia banget ini. "Baru jadi Duda sudah melempem kek Krupuk kecemplung di Kolam Lele."

Dia merasa Araf ngedown setelah bercerai dari Donna,

"Gimana Dia kek Aku ya? Tiga kali jadi Duda? Bisa bunuh diri mungkin Dia."

Danang ini sudah tiga kali menjadi Duda. Dua kali yang pertama Dia menceraikan istrinya, demi bisa menikah sama perempuan muda nan botoh menul-menul. Yang ketiga Sang istri menul-menul itu menggugatnya bercerai karena digaet Pebinor brondong seksi.

Danang segera mendekati Araf, ambil Gitar dari tangan Araf, lalu ngedeprok duduk di Lantai Teras. Dia petik Gitar itu dan bernyanyi,

Mari semua

Kita menari hiburkan diri

Goyang-goyang-goyang semua kasih hepi

Tangan di atas kaki bergerak ikut melodo

Ayo Abang kakak ayo semua ikut kami

Araf melongo mendengar lagu yang dimainkan Danang. Ranto tersenyum geli mendengar lagu ini. Araf segera mengeplak pundak Danang,

PLAKK..

"Ngga banget Loe nyanyi lagu itu." Diomelin Danang, "Itu lagu Tami anak Gue."

"Lha biarin Gue nyanyikan itu." Tukas Danang memasang wajah tanpa dosa, "Daripada Gue dengerin nyanyian elo yang berbau Drapang Melo itu."

"Gue masih sedih, Nang."

"Halah baru sekali jadi Duda dah sedih. Gue dah tiga kali jadi Duda biasa saja."

Ranto mendengar ini tersenyum geli. Beliau mengenal Danang bukan hari ini. Dia bekerja sama Araf saat Pria itu baru menikah sama Donna. Nah saat itu lah mengenal Danang. Bagi Danang bercerai itu bukan hal yang membuatnya bermelo Drakor.

"Loe ngga paham perasaan Gue, Nang." Araf menghela nafas, diambil sebatang rokok dari atas meja, disulutnya, lalu duduk ngedeprok di Lantai dekat Danang.

Ranto segera ikutan ngedeprok di lantai.

"To." Danang menegur Ranto, "Bikinkan Kopi wat Saya. Ngga pahit ngga manis, sedeng saja seperti Perawan yang tidak Perawan."

"Kalo mau manis ya manis saja." Sela Araf kalem, "Kalo mau pahit ya pahit saja. Ngga minta kek Perawan yang tidak Perawan. Nanti bikin otak Ranto gemerusung membayangkan kek gimana sih Perawan yang tidak Perawan."

"Kalo gitu Loe suruh Dia ngicip Perawan yang tidak Perawan, biar ngga tetep jadi Bujang Lapuk kek Bisma Putra Gangga."

"Dia sudah ada calon, Nang. Fina Sekretaris Gue di NMI Company."

"Wah kemajuan ini! Bagus Dia menyadari bahwa menjadi Bujang Lapuk ngga enak. Tiap saat gemerusung otaknya melihat Perawan yang tidak Perawan sliweran di Kantor Loe."

"Set dah loe dah icip semua yang di kantor gue? Pantesan Elo fasih mengenali Perawan yang tidak Perawan."

"Hahaha!" Danang meledak tawa gelinya.

Ranto ngelus dadanya. Dia dah kebal dikecengin Danang, dah kebal pula mendengar obrolan Araf sama Danang yang plas-plos tidak ada Rambu Merah sama sekali. Nah kalo ada Altar, obrolan bisa lebih parah. Untung Donna dan Mimi istri Altar tidak berkeberatan para suami ngobrol slorohan mesum bagai Kucing Garong dimusim Kawin mencari Betina yang Perawan bukan Perawan.

"Dah Ranto," Araf menegur Ranto, "Lekas bikinkan Kopi rasa Perawan yang tidak Perawan untuk Danang."

"Apa Tuan juga mau dibikinkan Kopi rasa itu?"

"Hahaha!" Danang meledak lagi tawa gelinya, "Boleh Ranto, Kamu bikin Kopi rasa itu untuk Araf. Biar Dia tidak lama menduda."

"Big no, Ranto!" sergah Araf cepat, "Bikinkan Kopi rasa Baru Jadi Duda buat Saya."

"Pahit, Tuan?"

"Banget."

"Baik Tuan." Ranto segera berdiri, dan cepat ke Dapur Rumah ini.

"Rif." Danang bicara sama Araf, "Ada baiknya Loe sekarang fokus ke NMI Company. Ingat Loe susah payah membangun itu untuk Tabungan masa depan Ketiga anak loe, maka jangan ditelantarkan hanya karena Loe pisah sama Donna." Dinasehatin Araf, "Tunjukan ke Donna, elo tidak akan lemah setelah berpisah dari Dia. Biarkan Dia yang melemah karena tidak ada Elo disisinya."

"Kalo Dia melemah, bisa nyari pengganti gue."

"Ya loe cari pengganti Dia. Beres kan?"

Araf menghela nafas, dimatikan rokoknya ke dalam Asbak.

Ranto datang membawa Baki berisi 2 Cangkir Kopi dan sepiring Gorengan Tahu dan Bakwan. Nah itu kemilan kesukaan Araf, Danang, dan Altar, kalo ketiganya sedang berkumpul seperti ini.

Ah ya di Rumah Kontrakan ini, selain ada Ranto, ada juga Bik Asih. Donna yang menyuruh Bik Asih ikut Araf, agar membantu Araf beberes Rumah dan Masak.

"Kopi buat Kamu mana, To?" tanya Araf heran karena Ranto hanya membawa 2 Cangkir Kopi.

"Saya ngga boleh ngopi lebih dari 3 cangkir dalam sehari sama Fina, Tuan."

"Hei belum kamu jadikan Fina istri, Dia sudah mengatur hidupmu?" Danang heran mendengar ini, "Cari yang laen Ranto. Tidak ada Kamusnya Perempuan mengatur Pria sebelum menikah."

"Yah Tuan, Saya kepentok sama Fina, mau gimana?"

"Kamu dah perawanin Dia?"

Ranto terpaksa menganggukan kepalanya.

"Jadi Kalian sekarang living together?"

Ranto menggelengkan kepala.

"Apa Dia hamil setelah Kamu sentuh?"

Ranto menggelengkan kepala. "Malam pertama, Saya pakai Pengaman, Tuan. Saya ngga mau Dia hamil dulu, sebab Saya masih banyak tugas membantu Tuan Muda Araf di NMI Company. Fina sendiri belum siap menjadi Ibu. Umur Fina baru 24 tahun."

Araf tersenyum geli mendengar penuturan polos Ranto itu, lalu mengambil satu Cangkir Kopi,

"To, ini Kopi rasa Baru Jadi Duda punya Saya?" dipamerkan Cangkir ditangannya ke Ranto.

Ranto menganggukan Kepala.

Araf tiup-tiup sejenak permukaan air kopi, baru perlahan dihirup air Kopi rasa Baru Jadi Duda. Tahu-tahu dia menyemburkan air kopi ke halaman depan Teras.

"Tuan kenapa?" tanya Ranto cemas melihat Araf menyemburkan air kopi ke halaman.

"Astaga Ranto!" Araf memandang kecut Ranto,"Kamu bikin Kopi apa Oli Motor sih? Pahit banget rasanya." Lidahnya terasa kelut akibat rasa Kopi yang kebangetan pahitnya.

"Tadi kan Tuan menjawab Pahit banget pas saya tanya apa Kopinya dibikin Pahit. Jadi Saya bikin rasanya Pahit banget."

"Hahaha!" Danang meledak lagi tawa gelinya, "Pas banget tu Kopi sama Elo, Raf. Baru jadi Duda memang Pahit banget." Dia tergelak-gelak geli.

Araf mengerucutkan bibirnya, memang Baru Jadi Duda pahit banget. Araf kasih cangkir ditangannya ke Ranto.

"Bikinkan yang baru untuk Saya yang rasanya ngga sepahit ini."

"Tapi nanti jadi berubah, Tuan."

"Berubah gimana maksudmu?"

"Kopinya jadi rasa Sudah Lama Menduda. Nah rasa Kopi tidak sepahit rasa Baru Jadi Duda,Tuan."

"Hahaha!" Danang meledak lagi tawa gelinya. Badannya sampai terguncang kecil akibat tertawa geli banget.

Araf menjadi gemas sama Assistennya ini yang konyol tapi kerjanya sangat bagus.

TUK..Araf jitak jidat Ranto,

"Dah biarin Saya minum Kopi rasa Sudah Lama Menduda, pahitnya sudah hilang."

+ TO BE CONTINUE +