"Aaaaaaggghhh….."
"Arrrrrtttt…."
"Krrrraaaakkkt…."
Geraman, desisan, jeritan terdengar dari semua wajah yang menempel di tanah, menampakan berbagai macam ekspresi yang sangat menakutkan, sedih, takut, kesakitan.
Alyn diam membatu, mata membelalak, pupil bergetar, nafas pun hampir tertahan. Selama menjadi petualang, dia tidak pernah menemukan berbagai makhluk yang bentuknya seaneh ini. Bahkan Alyn tak yakin jika wajah-wajah ini merupakan monster.
Mereka terlalu mirip dengan wajah manusia yang mengalami siksaan neraka.
"I-ini…."
Melihat kengerian Alyn membuat ketiga rekan timnya ikut melihat ke bawah. Ronald, Madrina, dan Theo ikut syok menemukan begitu banyak wajah menempel di balik tanah yang mereka pijak. Bukan hanya suara-suara aneh yang terdengar, sekarang mereka mendengar para wajah itu menjeritkan kalimat aneh.
"Dia bangkit…."
"Anak Dewa akan bangkit…!"
"Tolong kami…."
"Kami butuh jiwa…."
"Lebih banyak jiwa!!!"
"AAAAAAAA!!!"
Perasaan syok mereka langsung buyar ketika Madrina tak tahan berteriak ngeri. Hal itu menyebabkan beberapa wajah menonjol dari tanah, mengeluarkan tangan dan tubuh busuk berlapis tanah, hendak meraih tubuh mereka.
"Menyingkir!" teriak Theo.
Reflek mereka berempat melompat tinggi ke atas dahan-dahan pohon yang berbeda. Di sana, mereka melihat banyak tangan dari wajah-wajah itu berusaha meraih mereka, tapi tak bisa karena batas yang bisa dicapai oleh para wajah hanya mencapai dua meter.
"Monster macam apa ini?" tanya Ronald masih syok.
"Aku tak tahu. Mereka nampak sangat menjijikan," ucap Madrina ketakutan.
Semua wajah terlihat menggumpal, menggeliat tak karuan sambil menjerit dengan suara yang terdengar lebih mengganggu, menyebabkan burung-burung banyak berterbangan menjauh, hewan-hewan pun berlari dan meraung panik.
Bukan hanya mereka berempat yang kaget, bahkan para hewan penghuni Hutan Serena nampak menjauh ketakutan. Mereka punya firasat kalau makhluk-makhluk ini jauh lebih berbahaya ketimbang berbagai monster pada umumnya.
Theo ikut melihat sambil berdiri di atas dahan pohon. Ketika satu tangannya tak sengaja menyentuh sisi batang pohon di samping, Theo merasakan tekstur yang aneh di sana. Teksturnya tidak seperti kayu biasa.
Ketika menoleh, matanya membelalak terkejut mendapati ada wajah di batang pohon itu. Wajah yang nampak menganga ketakutan, hendak mengeluarkan jeritan kesakitan tepat di hadapan Theo.
"GAAAAHHH!!!"
Akibat keterkejutannya, Theo kehilangan keseimbangan lalu jatuh ke bawah. Segera tangan-tangan dari wajah itu meraih tubuh Theo, menempelkannya erat di permukaan tanah.
"Gaaah!!! Aaaarkh! Tolong! Tolong, lepaskan aku!!!"
Busur milik Theo dirusak, tubuhnya makin sulit digerakan karena dikukung oleh tangan-tangan tersebut.
"Theo!" Ronald berteriak, tak bisa melakukan apa-apa ketika melihat rekannya terjebak di sana. Dia bingung, syok, dan ngeri.
Bagaimana mereka bertiga tidak merasa ngeri? Mereka melihat ada beberapa wajah bermunculan di kulit tubuh Theo, pakaian yang ia kenakan sobek ketika wajah yang lebih besar muncul di bagian perut, dada, dan paha.
"Kyaaak! Arrkh…! AAAAARRRGGGHHH!!!"
Theo menjerit kesakitan ketika merasakan ada wajah-wajah menonjol dari tubuhnya. Dia makin ketakutan saat menyadari dua wajah tumbuh di kepala bagian kanan dan kirinya, berekspresi tertawa tanpa mata dan gigi seakan-akan senang menempati sarang baru yang akhirnya mereka dapatkan.
"Jiwa!"
"Jiwa!"
"Untuk Anak Dewa!!!"
Para wajah itu makin nyaring menjerit. Beberapa wajah juga ikut muncul di batang dan dahan pohon tempat para petualang yang tersisa berpijak.
"Kyaaah!!!"
Madrina juga spontan jatuh ke bawah, tapi masih bisa mendarat dengan baik. Hanya saja, tangan-tangan wajah itu dengan cepat meraih tubuh Madrina, menghancurkan pedangnya, mengukungnya dalam jerat tangan-tangan tanah, dan menutup mulutnya hingga tak mampu berteriak.
"Ngh…! Engh! Augh!!!"
Dalam posisi berdiri Madrina berusaha membebaskan diri. Namun percuma, seluruh tubuhnya terjebak dalam ikatan banyak tangan. Beberapa tubuh dari wajah-wajah itu muncul dari tanah, merobek pakaiannya sampai setengah telanjang, menjambak rambutnya, bahkan menjilat wajah Madrina.
"Eeeengggrrrhhh!!!"
Madrina menjerit makin jadi dalam bekapan tangan makhluk wajah saat merasa bagian-bagian tubuhnya juga ditumbuhi oleh wajah. Dia kesakitan, menangis ketakutan, tak ada harapan lagi untuknya hidup. Dia tak menyangka makhluk-makhluk seperti ini jauh lebih mengerikan ketimbang monster-monster yang pernah ia hadapi.
Mereka bahkan lebih menjijikan dari iblis.
"Madrina!"
Saat mendarat, Ronald melihat Madrina sudah tewas pada posisi berdiri dalam dekapan tubuh-tubuh busuk para makhluk wajah. Tubuh Madrina memucat dalam waktu singkat dan dipenuhi oleh wajah makhluk tersebut, matanya melotot kaku tepat ke arah Ronald seakan-akan tatapan itu menyalahkan sang ksatria karena tak mampu menyelamatkannya.
"The-Theo!"
Ketika Ronald menoleh kembali, Theo juga sudah tewas terbujur kaku di antara para wajah. Mayat Theo nampak tenggelam oleh gumpalan wajah, mereka memberi ekspresi senang pada Ronald, tapi di matanya ekspresi tersebut sangatlah mengerikan.
Beberapa wajah kini mulai merambat ke arah Ronald. Si ksatria kesulitan tuk bergerak apalagi menghindar, sudah sangat syok. Namun, wajah-wajah itu segera menyingkir ketika ada kobaran api disemburkan dari atas mereka.
Rupanya, sosok Alyn melompat dari dahan pohon sambil menyemburkan api dari dalam sebuah Buku Grimoire yang nampak melayang di sampingnya dengan halaman terbuka.
"Ronald!"
Alyn mendarat di hadapan Ronald, membelakangi sang ksatria. Ia mengambil posisi siap menyerang dengan dua jari diacungkan rapat di kedua tangannya, menciptakan aura merah di setiap ujung jari. Sedangkan Grimoire miliknya melayang di samping, siap membantu melancarkan serangan lagi.
"Aku tahu makhluk-makhluk ini nampak mengerikan sehingga kita tak mampu berpikir sehat untuk melawan," ucap Alyn serius. Kedua matanya menajam ketika melihat kawanan wajah di tanah itu, menciptakan kilatan biru pada iris matanya. "Tapi tolonglah fokus! Setidaknya, kita musti melawan mereka agar mendapat celah tuk melarikan diri."
"Me-melarikan diri?" Dalam ketakutannya, Ronald tak terima. "Lalu bagaimana dengan—."
"Uang tidak dibutuhkan saat gawat begini! Pikirkan nyawamu, pengecut!"
Sontak Ronald tertegun dibentak si gadis buruk rupa. Dia tak menyangka tugas yang diambil sejak awal bakal membuat mereka berakhir begini.
Benar kata Alyn. Kalau sudah begini, tidak ada pilihan lain selain melarikan diri.
"Argh!!!"
Dengan emosi menggebu-gebu, Ronald menghunuskan pedang besarnya, berdiri membelakangi punggung Alyn. Sedangkan Alyn masih di posisi siaga, bersiap menyerang menggunakan sihir elemen kembali.
Keduanya kini di kelilingi oleh para wajah. Beberapa wajah ada yang sempat menciptakan tubuh dari bongkahan daging membusuk dan campuran tanah menyerupai zombie, dan di antaranya ada yang hanya menciptakan tangan untuk bersiap menarik tubuh mereka.
"Kau buka jalan di hadapanmu, aku akan berusaha menahan mereka," perintah Alyn.
Gigi Ronald bergemeretak. Dalam situasi seperti ini, ia masih mengedepankan egonya, tak sudi diperintah oleh gadis buruk rupa ini. Kalau saja tidak begini akhirnya, dia takkan mau diatur oleh Alyn.
"Tebasan Api!"
Segera Ronald mengangkat pedang, mengayunkannya ke depan hingga menciptakan tebasan berbentuk sabit berapi ke semua makhluk wajah.
"Grimoire, Semburan Api!"
Dengan gerakan tangan, Alyn memerintahkan buku sihirnya menyemburkan api. Dari salah satu halaman, muncul lingkaran sihir di sana, dan disemburkanlah api dari dalam lingkaran sihir itu ke arah semua wajah.
Ronald sempat menyeringai puas ketika serangan hebatnya telah dilancarkan. Ia kira wajah-wajah itu berhasil dihancurkan. Namun tak disangka, wajah-wajah yang kena serang kembali utuh seperti semula. Mereka keluar dari tanah dalam bentuk tubuh menyerupai ular, melesat cepat ke arah Ronald.
Ronald tak mampu menghindar. Tubuhnya membatu seketika, tak menyangka jika makhluk-makhluk ini akan bertranformasi ke wujud yang lebih menjijikan.
"Arg—."
Akibat jeritan terpotong Ronald, spontan Alyn menoleh. Matanya kembali dibuat terbelalak syok, bagian pipinya yang masih mulus terkena cipratan darah dan daging. Alyn tak menyangka wajah-wajah itu berubah menjadi serupa dengan ular berwajah manusia. Dan lagi, ia juga syok melihat keadaan Ronald.
Mereka langsung melahap tubuh Ronald hingga hanya menyisakan kakinya yang ditempati oleh wajah-wajah baru, memberi ekspresi senang yang sangat menjengkelkan tepat ke arah Alyn.
~*~*~*~