Setelah berhasil menebas satu Harpy di udara, sang ksatria suci mendarat dengan baik di tanah, berdiri tegap sambil menyugar helaian rambut depannya yang tak ikut diikat tinggi ke belakang.
"Astaga, aku terlambat…," ucapnya dengan nada sedikit kecewa ketika melihat beberapa ksatria sudah mati diserang Harpy, dan di antaranya ada yang mengalami luka-luka.
Sekarang, para ksatria suci yang ia pimpin mulai ikut bertarung membantu kelompok ksatria lain. Walau tak sempat menyelamatkan beberapa ksatria, setidaknya mereka bisa membantu melindungi daerah perbatasan agar tidak dimasuki Harpy.
"Ksatria! Ksatria Suci Nathaniel!"
Yang dipanggil menoleh, melihat sosok Ramon berlari menghampirinya. Dari raut wajah Ramon, pria berusia kepala tiga itu nampaknya cukup kelelahan setelah memimpin dan ikut bertarung bersama rekan-rekannya.
"Cukup panggil Niel saja, Ketua Ramon," kata Niel sambil tersenyum ramah. "Kau tidak apa-apa? Maaf atas keterlambatan kami."
Ramon menggeleng. "Tak apa. Setidaknya, kalian sempat datang tuk membantu."
Niel mendongak ke atas, melihat kawanan Harpy masih berterbangan di atas mereka, mulai bersiap melancarkan serangan selanjutnya setelah merasa terancam akan kehadiran kelompok ksatria yang dibawa Niel.
"Sejak kapan kawanan Harpy ini datang kemari?" tanya Niel tanpa mengalihkan pandangannya ke langit.
"Baru pagi ini, Niel," jawab Ramon. "Kami kira, kami masih bisa mengatasinya seperti kami mengatasi monster-monster lain yang hendak menerobos perbatasan. Namun tak disangka, para Harpy ini terlihat lebih kuat dari biasanya. Kami khawatir jika mereka mampu menerobos kubah pelindung yang sudah dibentuk Saintess di sekeliling kota."
"Lebih kuat…?"
Kedua mata perak Niel menyipit curiga. Bisa dilihat dari kelincahan dan cara menyerang mereka, para Harpy itu memang jadi lebih kuat dari biasanya. Dengan kekuatan dan kelincahan para Harpy yang sekarang, ada kemungkinan mereka mampu menembus perlindungan dari kubah pelindung yang sudah diciptakan Saintess untuk melindungi kota.
Untuk saat ini, Niel hanya perlu membasmi mereka. Soal penyelidikan, bisa ditangani belakangan. Keamanan kota dan keselamatan masyarakatlah yang paling diutamakan.
Bukan sok pahlawan, tapi itu sudah menjadi tanggung jawab Niel sebagai ksatria suci kuil.
"Baiklah. Biar aku tangani bagian sini."
Satu tangan Niel terangkat tinggi, bersiap melancarkan satu serangan dari kemampuan yang ia kuasai selama menjabat sebagai ksatria suci.
"Letupan Cahaya!"
Dalam satu jentikan jari, belasan bola cahaya berwarna putih muncul di sekitarnya, melesat cepat ke arah para Harpy. Ketika menyentuh tubuh para Harpy, semua cahaya itu langsung meledak menjadi gelombang cahaya yang indah dengan suara halus dan tidak bising di pendengaran, tapi berhasil membuat tubuh kawanan Harpy hancur tak berbentuk.
Ramon terpana melihat kemampuan sihir itu. Sihir cahaya memang selalu terlihat indah walau memiliki daya serang yang kuat dan berfungsi untuk menghancurkan obyek. Namun ketika Niel yang menggunakannya, letupan cahaya itu malah terlihat berkali-kali lipat lebih indah ketimbang hamburan kembang api di malam festival.
Selain itu, Ramon juga tertegun ketika menyadari Niel mampu menciptakan banyak letupan cahaya hanya dalam sekali rapal. Walau Ramon bukan bagian dari ksatria suci, hanya ksatria kota biasa, tapi ia tahu betul kemampuan Letupan Cahaya hanya bisa diciptakan satu dalam sekali rapal.
"Awas, Ksatria! Ada hujan darah di sana."
"Gyaaah!"
Beberapa ksatria dibuat kaget dengan jatuhan darah dan daging-daging Harpy yang baru saja diledakan Niel menggunakan kemampuan sihir. Akibatnya, beberapa bagian zirah perak mereka jadi kotor.
Masih ada beberapa Harpy yang tersisa terbang di atas sana. Niel pun bersiap dengan pedangnya, melesat tinggi ke atas. Sesekali ia injak tubuh-tubuh Harpy yang terbang agar ia bisa melesat lebih tinggi lagi, membuat para Harpy terjatuh dan langsung ditebas oleh beberapa ksatria suci yang berjaga di bawah.
Niel menebas semua Harpy dengan gerakan yang sangat cepat dan lincah di udara. Ketika ada satu Harpy terbang lewat, Niel meraih kakinya, menggunakan Harpy itu sebagai alat untuk berpindah posisi, kemudian menusuk perutnya.
"Yuhuuu!"
Niel terjun dan mendarat tepat di atas tubuh Harpy lain sambil menusuknya. Ia bersalto di udara, berpindah dari tubuh Harpy satu ke Harpy lain sambil menebas serta menusuk mereka hingga tewas.
Semua Harpy berjatuhan satu-persatu, membuat area hutan terlihat bagai dihujani oleh mayat-mayat monster. Para ksatria takjub melihat kemampuan bertarung Niel. Walau menggunakan zirah perak yang cukup berat, tapi dia mampu bergerak selincah burung di udara sambil menghabisi semua Harpy seakan-akan tidak memiliki beban apapun yang ditanggung tubuhnya.
Memang bukan tanpa alasan Niel dijuluki sebagai bintang dari kuil suci. Dia sungguh sangat berbakat.
Satu Harpy yang tersisa jatuh dengan sayap dan kaki terpotong, Niel pun mendarat tepat di hadapan Harpy itu sambil menangkap pedangnya yang baru jatuh dari udara.
"Kyarth—."
Belum sempat Harpy menjerit, Niel sudah memotong kepala sang monster hingga menyeburkan banyak darah dari lehernya.
…
Sinar mentari menembus lindungan dedaunan hijau pohon-pohon hutan, menciptakan banyak garis cahaya nan indah menyentuh tanah. Suasana hutan kini kembali sepi, tidak ada lagi suara-suara jeritan dari monster Harpy yang siap menyerang siapa saja di dekatnya.
Semua tubuh Harpy sudah ditumpuk menjadi satu. Rencananya mereka akan memusnahkan mayat-mayat ini agar tidak mengganggu lingkungan hutan. Kalau tidak dimusnahkan, maka bau bangkainya akan tercium sangat menyengat mencemari udara segar hutan.
Ksatria-ksatria yang terluka diobati. Yang telah gugur diangkut ke dalam beberapa gerobak khusus, disusun rapi dan ditutup oleh kain putih. Tak lupa para ksatria suci merapal doa, mendoakan mereka yang telah mati melindungi kota dari serangan kawanan Harpy.
"Pengorbanan mereka tetaplah berharga." Masih menundukan kepala selama memimpin doa, Niel mengecup kedua kepalan tangannya yang saling bertautan, lalu menyentuh bagian tengah dada menggunakan telapak tangan kanan. "Semoga mereka diberi tempat yang pantas di sisi Dewa Langit. Dalam kedamaian."
"Dalam kedamaian," sahut para ksatria, ikut melakukan gerakan doa yang sama seperti yang dilakukan Niel.
Setelah doa bersama usai, para ksatria kembali mempersiapkan keberangkatan mereka agar kembali ke kota. Niel sendiri berjalan menuju tumpukan mayat Harpy, memperhatikan bentuk dari tubuh mereka.
Memang benar yang dikatakan Ramon. Walau Niel mampu mengalahkan banyak Harpy, ia akui jenis monster ini terasa lebih kuat tuk dilawan. Selain itu, bentuk tubuh para Harpy ini lebih besar dari Harpy biasanya. Mereka juga memiliki mata empat, tidak seperti Harpy pada umumnya yang hanya memiliki dua mata.
"Jix!"
Salah satu ksatria berambut biru gelap pendek segera berlari kecil menghampiri Niel yang masih fokus memperhatikan tumpukan mayat Harpy.
"Kau memanggilku, Niel?"
Sambil bersedekap, Niel bertanya, "Dimana Ketua Ramon?"
"Dia sedang mengobati luka-lukanya di kereta."
Niel mengangguk mengerti. Iseng-iseng ia kembali bertanya, "Jix, apa kau sadar kalau bentuk tubuh para Harpy ini lebih besar dari Harpy pada umumnya? Mereka juga punya empat mata."
Spontan Jix mengikuti arah pandang Niel ke tumpukan mayat Harpy ketika ditanya begitu. "Iya…. Itu cukup aneh. Rekan-rekan ksatria juga cerita kalau kawanan Harpy yang sekarang terlihat kuat. Itu sebabnya, mereka kesulitan mengalahkan para Harpy. Apa mereka berevolusi, ya?"
Niel menoleh bingung pada Jix, "Berevolusi? Memangnya Harpy bisa berevolusi?"
"Yaaa…. Kita mana tahu? Justru adanya masalah ini, kita sebagai ksatria suci perlu melakukan penyelidikan tentang sebab para Harpy tiba-tiba hendak menerobos perbatasan kota, dan juga tentang perubahan bentuk serta kekuatan Harpy itu sendiri."
"Aish…."
Niel menggaruk bagian belakang kepalanya, membuat ikatan rambut pirang itu jadi makin berantakan. Belum juga beres masalah kutukan yang menimpa orang-orang kota secara tak menentu, mereka malah disulitkan dengan penyelidikan monster Harpy.
Niel mendesah pasrah, "…. Ya, mau bagaimana lagi? Setelah mengantar para ksatria ke kuil untuk persiapan pemakaman, aku akan—."
"Tidak, tidak! Kau tidak perlu ikut menyelidiki kasus Harpy ini."
Niel mengerutkan kening, menatap Jix heran dengan kepala sedikit dimiringkan. Ada apa ini? Kenapa rekan ksatrianya itu malah melarangnya melakukan penyelidikan? Biasanya Niel yang paling diandalkan untuk tugas semacam ini.
"Kenapa tidak?"
~*~*~*~