"Me-mereka…."
Mata Alyn membelalak, tangan pun gemetaran. Semua rekannya telah tewas oleh makhluk-makhluk wajah ini, meninggalkannya sendirian berhadapan dengan lebih dari ratusan wajah mengepung posisinya.
Alyn sama sekali tidak diuntungkan di sini. Cepat atau lambat ia akan berakhir seperti mereka berempat.
"KYAAAAARRRHHH!!!"
Beberapa wajah bertubuh ular melesat cepat dari posisi kaki Ronald ke arah Alyn. Gadis itu berbalik, kembali menyemburkan api dari dalam halaman Grimoire. Sayangnya, serangan Alyn tak mempan. Ular-ular wajah masih bisa melewati api tersebut.
Tak ada pilihan lain. Alyn segera melompat tinggi menghindari lesatan para ular wajah. Karena meleset, wajah-wajah itu menghantam tanah yang sempat dipijak Alyn sampai hancur.
Kaki Alyn mendarat di tanah, tapi tangan-tangan wajah berusaha menggapainya dari tanah. Ia kembali melompat menghindar, mendarat, melompat lagi, mendarat, dan terus melompat menjauhi makhluk-makhluk wajah itu yang nampak sangat ingin menangkap Alyn.
"Jiwa!"
"Jiwa!"
"Untuk Anak Dewa!"
Alyn kembali mendarat untuk ke sekian kalinya, dan beberapa wajah kembali mendekat. Karena tak tahan dengan serbuan mereka yang tiada habisnya, Alyn kembali melancarkan serangan lewat Grimoire.
"Ergh! Hembusan Angin!"
Halaman Grimoire berganti ke halaman baru, satu lingkaran sihir muncul di depan buku sihir tersebut. Seketika angin berhembus di sekitar Alyn, mencegah makhluk-makhluk wajah, tangan wajah, tubuh, serta ular-ular wajah mendekatinya.
Biarpun sudah ditahan oleh hembusan angin, mereka masih tetap bersikeras mendekati Alyn. Padahal, sihirnya sudah berhasil menumbangkan beberapa pohon di hutan dan mencincangnya habis. Namun tetap saja makhluk-makhluk mengerikan itu masih bertahan dan makin berusaha mendekat.
Dalam lindungan sihir Hembusan Angin, mata biru Alyn menemukan sesuatu muncul di hadapannya. Sesuatu itu berupa rangkaian tulisan dalam bahasa yang berbeda dari bahasa pada umumnya, dibentuk dari bayangan kegelapan disertai aura kehijauan.
Orang-orang awam pasti tidak mengerti tulisan apa itu, tapi tidak bagi Alyn. Alyn berhasil membaca dan menerjemahkan artinya. Seketika matanya kembali membelalak saat menyadari bahwa tulisan-tulisan misterius itu berisi pesan.
{Korbankanlah jiwamu, tunduklah pada-Nya. Engkau sama tidak berartinya seperti kami. Hanya serpihan debu di antara berjuta galaksi. Bergunalah engkau pada-Nya, maka niscaya engkau akan menjadi satu dalam kedamaian abadi}
"I-ini…." Alyn mengingat sesuatu. "Salah satu kutipan ayat dalam Kitab Ardama, kitab Dewa Ilusi…."
Alyn tak menyangka ia mendapatkan kutipan dari kitab yang sudah lama hilang dan dilarang peredarannya. Dari kutipan tersebut, Alyn menyimpulkan jika ayat itu menggambarkan ucapan dari makhluk-makhluk wajah tersebut.
Memaksanya melakukan hal yang sangat merugikan, jauh lebih merugikan dari sekedar mengorbankan jiwa.
Tanpa Alyn sadari, hembusan angin di sekelilingnya mulai pudar, membuat para makhluk wajah berhasil menembusnya. Sesaat Alyn menyadari, wajah-wajah itu kini menampakan senyum mengerikan, memberitahu bahwa sudah tidak ada harapan bagi Alyn untuk kabur.
Mereka senang jika Alyn menyatu dengan mereka.
"Argh!!!"
Alyn tak sempat melompat menghindar kembali, kakinya ditahan tangan-tangan dari tanah, tubuhnya dibekap oleh tubuh busuk makhluk wajah dan dililit oleh ular wajah.
"A-arrrrgh…!"
Nafas memburu, mata terpejam erat, gigi gemeretak, dan sekujur tubuh bergetar hebat dalam kukungan makhluk-makhluk itu. Perlahan Alyn merasakan beberapa bagian tubuhnya telah ditumbuhi oleh wajah, membuatnya merasakan rasa sakit yang sangat luar biasa.
"Ark— Argh…! I-itu…."
Ketika Alyn membuka mata, ia melihat Grimoire-nya masih melayang di atas kepala, berusaha menghindar dari terkaman para tangan wajah.
Jika Grimoire itu masih melayang di sekitarnya, Alyn masih punya harapan untuk bertahan. Dia teringat akan satu jenis sihir yang mungkin bisa menolongnya. Sihir itu sederhana, tapi karena dia merupakan penyihir elemen, maka sulit baginya menggunakan sihir tersebut.
"Gri-Grimoire…."
Satu tangan Alyn berusaha diangkat seakan-akan hendak meraih Grimoire. Kukungan tangan dan lilitan ular wajah makin mengerat, beberapa wajah juga sudah menyarangi setengah dari bagian tubuhnya. Bahkan mulut dan ekor matanya mulai mengeluarkan darah akibat rasa sakit yang ia derita sudah melebihi batas.
Halaman Grimoire mulai berganti. Sambil berusaha menahan rasa sakit, Alyn merapalnya,
"Bo-Bola…."
Alyn menarik nafas dan kembali mencoba merapal tanpa tergagap.
"Bola Cahaya!"
Seketika dua bola cahaya berwarna kuning muncul, saling memutari tubuhnya, menyebar menjauhkan makhluk-makhluk wajah itu dari Alyn.
"KYAAAARRRHHH!!!"
"AAAAAARRRRHHH!!!"
"HYAAAAARRRHHH!!!"
Benar saja, semua jenis makhluk wajah menjauh dengan sangat cepat dari tubuh Alyn, begitu pula dengan wajah-wajah yang sempat tertanam dalam kulitnya. Ekspresi mereka nampak ketakutan, beberapa di antaranya ada yang sedih, tak tahan melihat betapa terangnya dua bola cahaya tersebut melayang di sekitar tubuh Alyn.
Setelah semua makhluk wajah menjauh dan area hutan dirasa aman, tubuh lemah Alyn jatuh tersungkur akibat rasa sakit dan lelah melanda. Dua bola cahaya mulai lenyap, dan Grimoire yang ia gunakan juga jatuh tepat di sampingnya.
Alyn sudah tidak punya tenaga lagi tuk bergerak, dan matanya pun terpejam lelah. Namun, dia lega bisa lolos dari makhluk-makhluk tersebut. Setidaknya, Alyn sudah aman sekarang sampai mentari muncul di ufuk timur nanti.
~*~*~*~
Dua hari sebelum kejadian….
"Kyaaarh!"
"Kyaaarh!"
"Kyaaarh!"
Ratusan Harpy menyerbu area Hutan Serena dekat perbatasan kota pada pagi hari. Sekelompok ksatria berseragam zirah cokelat bertarung melawan para monster setengah burung tersebut, mencegah mereka agar tidak sampai memasuki area perbatasan kota.
Ketua dari kelompok tersebut memimpin gerakan perlindungan, memerintahkan para pemanah untuk memanah para Harpy. Beberapa Harpy berhasil jatuh terkena panah. Tapi di antaranya ada yang melesat cepat, menerkam para ksatria.
"Ini aneh…."
Setelah sempat menebas satu Harpy, sang ketua melihat para Harpy masih berterbangan dan menyerang rekan-rekannya, bahkan beberapa ksatria ada yang sudah tewas setelah dicabik-cabik Harpy.
Aneh menurut sang ketua. Tidak biasanya para Harpy seagresif ini hendak menyerang kota. Dan lagi, mereka terlihat jauh lebih kuat. Seharusnya, cukup kelompok ksatria mereka saja yang bisa menumbangkan lebih dari ratusan Harpy. Namun, sekarang tidak. Kekuatan monster-monster itu dapat menumbangkan banyak ksatria dengan serangan-serangan ringan saja.
"Tidak biasanya Harpy sekuat ini. Apa yang terjadi sebenarnya?" gumam sang ketua saat melihat para Harpy berterbangan di atas sana.
"Ketua! Ketua Ramon!"
Salah satu ksatria berlari menghampirinya sambil memegangi lengan yang terluka. Dia hampir saja tumbang kalau saja Ramon tidak cepat menangkap tubuh ringkihnya.
"Ada apa, Ksatria?" tanya Ramon sambil memegangi bahu ksatria itu.
"Kita… kita kehilangan banyak anggota. Anggota tambahan yang dikirimkan pun banyak yang gugur dan mengalami luka. Kita tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Hissst…." Si ksatria meringis berusaha menahan sakit pada bahunya yang berdarah.
"Bertahanlah, bantuan pasti akan segera datang."
Dengan hati-hati Ramon mendudukan tubuh si ksatria di bawah pohon dan menyenderkannya di sana. Rupanya, tanpa ia sadari ada satu Harpy melesat cepat bak elang dengan dua cakar siap menerkam Ramon.
Tak jauh dari lokasi pertarungan, sekelompok ksatria berzirah datang sambil mengendarai kuda dengan cepat. Bedanya, zirah yang mereka kenakan berwarna perak dengan aksen biru, serta memiliki atribut dan lambang kuil suci.
"Mulai lakukan penyerangan!"
"Heeeeaaaarrrhhh!!!"
Setelah mendapat perintah dari sang pemimpin, para ksatria berkuda segera menyerang, melindungi rekan-rekan ksatria lainnya yang sedang diserang para Harpy.
Ketika melihat Ramon hendak diserang Harpy, sang pemimpin ksatria berkuda segera melompat dari kudanya. Ia melesat cepat sambil menghunuskan pedang, seketika menebas Harpy tersebut sebelum berhasil menerkam Ramon.
Ketika Ramon menoleh, ia hanya mendapati seekor Harpy sudah tertebas di atas sana oleh tebasan seseorang.
Orang itu melesat dengan dramatis di udara, sinar mentari menyirami kilau zirahnya, rambut pirang terikat tinggi melambai indah dihembus angin, mata beriris peraknya nampak tajam bak predator, tapi senyum khas itu selalu membuat siapa saja langsung terpana ketika melihatnya.
Ramon tertegun, menyadari siapa yang datang menyelamatkannya dari serangan Harpy tadi.
Dialah ksatria suci.
Dialah sang bintang kuil yang akhir-akhir ini dipuja banyak orang.
"Ksatria…. Ksatria Suci Nathaniel Sandrova…?"
~*~*~*~