Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

SYAQUILLA

Ryn_Rinduuu
--
chs / week
--
NOT RATINGS
4.7k
Views
Synopsis
Senandika. Rasa cinta yang mendadak mati kala hati terasa tak lagi berfungsi, siapa dia? di patahkan nya hidup seorang gadis baik nan berbudi hanya untuk ego dan ambisi? "Senandika," gumam gadis berjilbab itu seraya bersimpuh dengan air mata yang meluruh dari manik lelah miliknya. Seulas senyum pahit terukir lemah di bibir tipis miliknya dalam sirat penuh tanda tanya dan rasa tidak percaya. fikirnya menerawang jauh, mengulang kembali rekam kenangan demi kenangan yang pernah dengan indah Ia lewati pada masanya. namun semua hanya tinggal jejak yang tertinggal dalam benak gadis jelita itu, Ia telah hilang dalam hatinya sendiri. tenggelam, lantas tak pernah lagi muncul ke permukaan.
VIEW MORE

Chapter 1 - SYAQUILLA HUSEIN KALILA

-SYAQUILLA HUSEIN KALILA-

"Umi, tolong jangan seperti itu jika tidak Kalila akan merajuk," ungkap gadis remaja nan cantik jelita itu dengan sebal sembari memanyunkan bibir tipis miliknya kala sang Umi dengan tatapan menggoda terus membahas pernikahan putri semata wayangnya yang sudah tampak beranjak dewasa.

Namun Kalila masih angkuh dalam pendiriannya untuk tidak menanggapi wanita yang selama ini sudah mendidik nya sepenuh hati itu, bukan karena Ia tidak ingin berbakti dan menurut pada sang Umi, namun kalila adalah seorang gadis remaja yang masih ingin menjelajahi sedikit dataran dunia.

Ia sadar jika pada hakikatnya seorang wanita lebih baik untuk segera menikah dan menjaga kesuciannya, namun cita cita mengalahkan segalanya dalam benak gadis dengan perawakan tinggi bernama Kalila.

"Mengapa seperti itu Nduk? bukankah Umi hanya ingin membuat Putri Umi bahagia, apa Umi bersalah?" ujar wanita yang sudah mulai tampak menua dengan garis garis halus yang satu persatu muncul di sekitar wajahnya penuh kasih.

"Ah Umi, Kalila sudah bilang Kalila tidak ingin memikirkan hal itu dahulu. Kalila masih ingin mengaji dan menghafal, apakah tidak boleh Umi?" ucap Kalila pelan berharap sang Ibunda akan merasa terenyuh dan melepaskannya dari perbincangan yang sangat Ia hindari ini.

Hampir dua tahun Ia tidak pulang mengunjungi Abah dan Uminya, sengaja untuk menghindari apa yang baru saja terjadi. Kalila sangat merasa benci jika ada seorang pria yang mendatangi rumahnya hanya untuk sekadar meminta dirinya pada Abah dan Uminya, Ia sangat benci.

"Assalamualaikum ... "

Terdengar salam menggema dalam rumah besar itu segera membuat Kalila bersyukur, siapapun yang baru saja mengucapkan salam itu Ia harus bersyukur karena telah menyelamatkan dirinya.

"Umi, ada tamu. Biar Kalila yang membukakan pintu," ucap Kalila dengan bersemangat dan segera beranjak dari kursi makan itu dan segera menghilang di balik pintu.

Umi hanya menggeleng kecil, Ia hanya mampu mengulum senyum kecil betapa Putri kecilnya kini telah menjelma bak bidadari syurga saja.

"Semoga kelak hidupmu penuh kebahagiaan Nduk, Umi akan selalu berdoa untuk itu."

____

"Maafkan Kalila Abah, bukankah Kalila sudah pernah bicara jika Kalila tidak ingin menikah dahulu? Kalila masih kecil dan masih ingin belajar banyak hal," ujar Kalila dengan air mata yang sudah memenuhi kelopak matanya, Ia sudah tidak dapat berbicara banyak lagi, air mata sepertinya sudah memenuhi kerongkongannya saat ini.

"Nduk, Cah Ayuk dengarkan Abahmu Ini ... Abah sudah tidak muda lagi, begitupun Umik yang saat ini sudah begitu banyak mengeluh perihal rasa sakit, Abah hanya ingin ada seseorang yang kelak menjaga Kalila jika Abah telah tidak bersama kalian lagi," tutur Abah yang kala itu tengah bersandar pada sebuah pohon rindang yang di bawahnya terdapat kursi bambu tempat dimana mereka kini tengah bercengkrama.

Matanya menatap lurus kebun yang terhampar luas di pekarangan rumah mereka, bahkan beberapa santri tampak tengah mencangkul sebagian tanah yang hendak di tanami jagung.

Kalila mengerti segalanya, kekhawatiran sang Abah yang begitu mencemaskan putri tersayangnya itu namun Kalila tidak siap untuk segalanya. Seorang gadis yang begitu pendiam dan pemalu sepertinya apakah mungkin akan dapat beradaptasi dengan segala hal hal rumit dalam urusan rumah tangga? Tidak. Kalila benci memikirkan semua itu, sungguh.

Namun Kalila hanya bisa menunduk dalam mendengarkan ucapan sang Abah yang memang sama sekali tidak salah, Ia tentu tidak ingin menjadi seorang putri yang durhaka dengan mendebat dan menentang sosok hebat yang telah dengan susah payah membesarkan dirinya.

"Iya Abah, Kalila mengerti," ucapnya pasrah lantas tersenyum hambar sembari terus menunduk.

"Tolong buatkan Abah teh hangat, jangan lupa pakaikan sedikit jahe," ujar Abah kemudian sembari mengelus rambut Kalila yang berbalut jilbab bergo polos yang tampak begitu cantik Ia kenakan.

Kalila tersenyum, lantas bangkit dan bergegas menuju dapur untuk membuatkan apa yang Abah perintahkan.

Dengan langkah pelan Ia berjalan menuju halaman dengan segelas teh jahe hangat yang Abah minta, namun sesuatu di depan sana membuat Kalila tertegun sesaat namun beberapa saat kemudian Ia menjerit sembari berlari sampai nampan yang Ia bawa terlempar begitu saja.

DEG!

Disana, Abah tampak terkulai lemas sembari memegangi dada kirinya yang tampak begitu kesakitan.

"Abah! Apa yang terjadi?" Jeritnya dengan terkejut seraya menangis panik.

"Mbak tolong cepat panggilkan ambulans, Abah sangat kesakitan!" Pekik nya lagi entah pada siapa namanya salah satu santri yang kala itu juga tengah membantu membangunkan Abah yang sudah tersungkur di tanah.

"Baik Ning."

Ucap santriwati itu lantas segera berlari menuju rumah untuk meminta pertolongan, tampak Umi dengan wajah cemas melihat para santri berkerubung di halaman luar.

"Ada apa San? Ke kenapa anak anak itu berkumpul?"

"A a .. anu Mi, Abah pingsan di halaman Santi permisi mau menelepon ambulans," jawab santri itu kemudian berlalu tanpa memperhatikan apapun, yang Ia tahu kini Ia harus segera menghubungi ambulans agar segera memberi Abah pertolongan.

"Ya Allah Abah!" Jerit Umik kemudian berlari seraya menangis, tak di hiraukannya lagi batu batu kecil yang menancap karena Ia tidak mengenakan alas kaki.

____

Terik mentari semakin tinggi, Abah baru saja di bawa oleh ambulans yang baru datang setelah beberapa menit setelah di panggil beruntung sekali rumah sakit dekat saja hanya berjarak beberapa kilo meter dari Pesantren itu.

Kalila tengah duduk bersimpuh di samping Abahnya yang masih terbaring tak sadarkan diri, tangannya terus menggengam erat jemari keriput sang Abah yang ternyata sudah begitu tua, ternyata benar apa yang Abah ucapkan.

TESS

Bulir demi bulir bening itu berjatuhan, satu persatu hingga deras mengalir di kedua pipinya yang sudah memerah karena menahan tangis sedari tadi kini Ia begitu merasa bersalah sekali setelah tadi Ia malah berfikir buruk tentang sosok hebat ini, sekali lagi Ia tanpa sadar telah mendurhakai Abahnya sendiri.

"Maafkan Kalila Abah, Kalila berjanji akan menuruti Abah kalila tidak akan menentang apapun keinginan Abah, kalila berjanji ... Tapi Kalila mohon, Abah tidak boleh pergi ... " Isaknya semakin menjadi.

____

"Umi tolong jangan menangis lagi, Kalila tidak bisa menahan diri jika melihat Umi seperti ini," lirih Kalila pelan sembari menggenggam erat tangan Umik yang sudah tampaj bergetar, tampak sekali kini segala rasa takut tengah menyusup hingga jauh kedalam hati dan pikirannya.

"Umik sangat mengkhawatirkan Abahmu, Umi tidak bisa untuk terlihat baik baik saja sedangkan di dalam sana Abah tengah berjuang seorang diri, maafkan Umi," matanya menatap kosong ke depan, namun kentara sekali jika Ia begitu memikirkan keadaan suaminya yang masih terbaring lemah.

"Abah akan baik baik saja Umik, Kalila percaya itu."

____