Chereads / Aroma Kemenangan: Sang Dewi Wewangian Kembali ke Puncak / Chapter 5 - Bertahan demi Keluarganya

Chapter 5 - Bertahan demi Keluarganya

Pintu kamar tiba-tiba dibuka oleh seorang perawat yang masuk dengan nampan, dan ketika dia melihat Kiara bangun, dia bergegas ke Kiara dan berkata, "Jangan banyak bergerak dulu. Demam anda baru saja reda. Kami harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut terlebih dulu."

Baru saat itulah Kiara memikirkan apa yang terjadi sebelumnya padanya.

Saat mengganti pakaiannya, perawat itu berkata: "Anda koma selama dua hari, dan demam hampir empat puluh derajat."

Kiara menatap selimut putihnya, dan tertegun beberapa saat sebelum dia menyadarinya. Mungkinkah Rian mengirimnya ke rumah sakit?

Tapi Rian tidak terlihat seperti orang yang perhatian seperti itu.

Kiara merindukan ayahnya, dan ingin segera pulang, tetapi dihentikan oleh perawat: "Maaf, Nona Kiara, mengikuti instruksi Pak Rian, anda belum bisa dipulangkan."

Ternyata benar Rian yang melakukan semua ini.

Dalam berapa hari berikutnya, Rian tidak muncul lagi.

Kiara tidak yakin apa yang ada dalam pikiran Rian, jadi dia menelepon asistennya di perusahaan dan bertanya tentang situasi perusahaan baru-baru ini. Hanya ketika dia mengetahui bahwa keuangan perusahaan mulai sedikit membaik, dia merasa lega. Dia menghela napas dan memikirkan wajah yang sangat mirip dengan wajah Gavin itu.

Jika mereka bukan kembar, bagaimana mungkin ada dua orang yang begitu mirip di dunia ini?

Tetapi jika ada hubungan di antara mereka ...

Wajah Gavin muncul di benak Kiara, dan kemudian perlahan menjadi satu dengan Rian. Apa yang terjadi baru-baru ini membuatnya banyak berpikir, bahkan jika dia ingin menguji teorinya, dia tidak akan memiliki kesempatan untuk melakukannya.

Dia menghela nafas lagi dan berhenti memikirkannya.

Pada hari Kiara akhirnya keluar dari rumah sakit, seseorang bernama Irfan Budiono datang menemuinya. Dia tersenyum sopan ketika melihatnya, dan berkata, "Saya asisten khusus Pak Rian. Pak Rian meminta saya untuk menjemput anda."

Kiara semakin tidak bisa memahami jalan pikiran Rian, sampai dia masuk ke mobil, dia masih bingung.

Dia sudah tidak memiliki apa-apa lagi.

Rian mengambil semua hal yang paling berharga baginya, perusahaan, keluarga, dan martabatnya. Apa lagi yang dia inginkan sekarang? Apakah masih tidak cukup? Apakah dia ingin terus mempermalukannya?

Kiara mengira dia bisa menanggung segalanya, tetapi sekarang dia menyadari bahwa menghadapi wajah pria itu yang persis seperti Gavin, dia tidak akan pernah bisa menghentikan rasa pilu dalam hatinya.

Irfan mengantarnya ke villa pribadi Rian dan berkata, "Untuk sementara nona Kiara bisa tinggal di sini."

Kiara ingin bertanya kepadanya kapan Rian akan datang, tetapi dia akhirnya mengubah pikirannya.

Lagi pula, ini tidak penting baginya.

Persediaan di vila sangat lengkap. Ketika Kiara sedang melihat-lihat sekeliling villa tiba-tiba dia mendengar suara pintu terbuka. Seketika Kiara bergegas menuju pintu depan.

Apakah itu Rian?

Kiara buru-buru turun, dan pengunjung sudah memasuki ruang tamu. Dia adalah seorang wanita dengan riasan cantik dan sosok yang semampai. Ketika dia melihat Kiara, dia mengerutkan keningnya.

"Siapa kamu?"

Wanita itu menatap Kiara dari ujung kepala hingga ujung kakinya dan ketika dia melihat bekas cupang yang belum sepenuhnya memudar di tubuhnya, ada kecemburuan yang terpampang jelas di matanya. Wanita itu langsung mengayunkan tangannya dan menampar keras wajah Kiara.

Kiara hampir terjatuh karena tamparan yang tiba-tiba menghantam pipinya, dia memalingkan wajahnya, telinganya berdengung, dan dia bisa merasakan rasa darah dalam mulutnya.

"Dasar jalang yang tidak tahu diri! Berani-beraninya kamu merayu Rian?"

Setelah wanita itu menamparnya, sepertinya dia masih belum puas sehingga dia lanjut memaki Kiara, "Apa keluargamu tidak pernah mengajarimu untuk menjaga martabatmu sebagai seorang manusia, bukannya malah menjelma menjadi rubah betina yang hanya tahu caranya merayu pria?"

Ironi dalam kata-kata ini membuat Kiara tidak bisa menahan tawa.

Dia merayu Rian?

Benar-benar konyol!

Sejak dia bertemu Rian, hidupnya bagaikan mimpi buruk yang tak ada akhirnya.

"Kenapa kamu tertawa?"

Tawa Kiara semakin membangkitkan amarah wanita itu. Ketika dia mengangkat tangannya lagi dan ingin menamparnya lagi, Kiara berhasil menghindarinya.

"Setidaknya aku bukan seorang wanita yang tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankan seorang pria, sehingga mencari orang lain untuk melampiaskan kemarahannya."

Setengah dari wajah Kiara mati rasa. Ya, Rian memegang hidup dan mati Gu dan ayahnya. Jadi dia tidak bisa melawan Rian sama sekali, tetapi dia tidak akan segan-segan dengan wanita yang seenaknya menampar orang yang baru pertama kali ditemuinya!

"Apa katamu?!" Wajah Tiara Pangestu memerah tak kuasa menahan amarahnya, "Apakah kamu tahu siapa aku?"

Sejujurnya, Kiara tidak tertarik untuk mengetahuinya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?"

Suara pria yang rendah dan dingin terdengar, dan Kiara mengikuti suara itu tanpa sadar. Dia melihat Rian yang tanpa dia sadari telah masuk ke dalam villa, dan ekspresinya terlihat dingin.

Wanita yang menggila tadi melihat Rian, dan seketika pribadinya seakan-akan berubah 180 derajat, dengan tatapan yang menyedihkan bertanya pada Rian: "Rian... Siapa wanita ini dan mengapa dia ada di villamu?"

Tatapan dingin Rian meninggalkan Tiara dan jatuh padanya, Rian tersenyum mengejek: "Dia hanya seekor anjing yang sedang kupelihara."

Sosok Kiara menegang di tempatnya.

Jelas memiliki wajah yang sama dengan Gavin, tetapi dia selalu saja bisa mengatakan kata-kata yang kejam dan tidak berperasaan.

Wanita itu tampaknya tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi itu karena Rian tidak memberinya kesempatan untuk berbicara, dia menarik tangan wanita itu dan memaksanya keluar.

Sekarang hanya Kiara dan Rian yang tersisa di ruang tamu besar villa.

Dibandingkan dengan Rian, Kiara lebih berani menghadapi wanita tadi.

Kiara ragu-ragu sejenak sebelum bertanya, "Pak Rian, bagaimana dengan ayah ..."

Rian mencibir dengan dingin dan melontarkan kata-kata yang menusuk: "Kamu pikir jika kamu berpura-pura bersikap menyedihkan di depan pintu kamarku, aku akan melepaskanmu begitu saja?"

Penindasan pria itu begitu tajam sehingga Kiara hampir tidak bisa mengangkat kepalanya.

Rian sekarang seperti robot, tanpa emosi manusia, dan mata yang menatap Kiara juga terasa aneh dan asing.

Kiara perlahan mengangkat kepalanya, menatap wajah tampan tapi dingin di depannya, dadanya makin terasa sesak. Jika Rian adalah Gavin, dia pasti tidak akan pernah memperlakukannya seperti ini.

Air mata samar-samar muncul di kedua mata Kiara, tetapi Rian tidak menunjukkan ekspresi sedikit pun di wajahnya. Dia mengangkat tangannya dan menyeka air mata dari sudut mata Kiara dengan ibu jarinya, tapi apa yang dia katakan selanjutnya sangat bertolak belakang dengan apa yang dia lakukan barusan.

"Sepertinya kamu benar-benar menghayati peranmu sebagai orang yang menyedihkan. Harus kuakui kamu cukup bertalenta membuat orang mengasihanimu. Apakah ini caramu merayu seorang pria?"

Rian menundukkan kepalanya dan mencium leher Kiara, membuat bekas cupang satu demi satu.

Bekas cupang yang dibuat Rian sebelumnya belum sepenuhnya hilang, dan sekarang akan ditutupi dengan yang baru. Kiara tampaknya telah benar-benar kehilangan kekuatan untuk melawan, dan akhirnya berbaring di ubin dingin ruang tamu. Dia bisa merasakan sedikit sensasi sakit karena pria itu menciumnya dengan kasar.

Dia melihat langit-langit ruang tamu, tidak dapat meneteskan air mata lagi, jarinya secara tidak sengaja menyentuh rambut Rian, tetapi Rian segera menggenggam pergelangan tangannya untuk mencegahnya.

"Jangan sentuh aku seenakmu, kamu tidak punya hak untuk melakukan itu."

Dengan menunjukkan ekspresi yang mengintimidasi, Rian melontarkan perkataan yang menusuk. Kiara hanya mengedipkan matanya, dan tidak berbicara. Seketika pakaiannya dirobek dengan paksa oleh Rian, dan tanpa peringatan tangan Rian meraba seluruh tubuh Kiara seenak hatinya. Tubuh Kiara bergerak sedikit untuk membenarkan posisinya.

Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang panjang.