"Dia." Rian menatap Kiara dalam-dalam dan mendengus, dengan acuh tak acuh, "Dia hanya seekor anjing yang saya pelihara. Saya bosan akhir-akhir ini. Saya membawanya keluar sebagai hiburan. Jadi jika ada yang menyukainya, silahkan bermain-main dengannya sepuas hati anda semua."
Kiara menutup matanya karena malu. Dia tidak menyangka Rian akan mengatakan kata-kata yang merendahkannya seperti itu di depan semua orang. Bukankah itu berarti dia akan diperlakukan sebagai mainan hari ini? Diperlakukan secara semena-mena?
Mendengar kata-kata Rian, semua orang yang hadir saat itu segera mengerti apa yang sedang terjadi. Jadi mereka bisa menyewa wanita ini untung memuaskan hasrat mereka? Sekarang tatapan yang tertuju pada Kiara makin tidak bermoral, beberapa pria juga langsung meminta Kiara segera menuangkan alkohol untuk mereka.
Mau tak mau, Kiara harus melakukannya. Dia hanya membungkuk dan menuangkan anggur merah ke gelas seorang pria ketika dia merasakan tangan besar tiba-tiba mendarat di pinggulnya, meremas pantatnya dengan sesuka hati. Dia sangat malu, dan seketika telinganya memerah. Ia mengarahkan tangannya ke belakang, mencoba menyingkirkan tangan yang nakal itu.
"Pak Dedi... tolong hentikan."
Kiara mengatakan kalimat ini dengan suara rendah kepada pria yang baru saja melecehkannya.
Pak Dedi melambaikan tangannya dan berkata dengan acuh tak acuh, "Kamu masih berpura-pura suci? Bukankah kamu hanya seorang wanita yang kesini untuk bermain-main dengan kami? Aku bersedia menyentuhmu hingga kau puas. Tidak usah malu-malu! Jika kamu bisa membuatku bahagia, maka aku pasti akan memperlakukanmu dengan baik."
Setelah selesai berbicara, dia mengangkat dagunya menunjuk anggur yang baru saja dituangkan Kiara, "Beri aku minum."
Ketika kata-kata sugestif seperti itu diucapkan, semua orang tahu apa yang selalu dimaksudkan Dedi. Kiara melirik Rian tanpa sadar, tetapi Rian hanya mengangkat tangannya, "Apa yang kamu lakukan plonga plongo? Pak Dedi memintamu untuk memberinya minum, bukan? Lakukan saja!"
Kiara langsung merinding mendengar itu, tapi dia perlahan memegang gelas anggur, ragu-ragu untuk mendekatkan mulut gelas itu ke Pak Dedi, seolah enggan.
Keengganan Kiara membuat semua pria itu menjadi makin tidak sabar. Bagi mereka, Kiara sekarang adalah wanita jalang yang hanya membutuhkan uang, dan tidak perlu dihargai sama sekali.
"Hei, nona kecil ini, dia masih berpura-pura suci." Pak Toni mendengus, dia mendorong Kiara hingga dia duduk di pangkuan Pak Dedi. Gelas anggur juga telah dipegang oleh Pak Dedi dan dia langsung meminumnya dengan Citra di pangkuannya.
Kiara terkejut dan sangat takut di dalam hatinya, dia buru-buru berjuang untuk bangun dan mundur beberapa langkah, dan tanpa sadar berteriak, "Pak Dedi, tolong jangan bertingkah seperti ini!"
Pak Dedi mengangkat suaranya, "Apa katamu?" dan menatap Kiara dengan wajah murung. Tidak ada wanita yang berani menolaknya seperti ini. Kemudian Kiara berjalan mundur perlahan, hanya untuk berhenti di sisi Pak Rafael.
Ketika Pak Rafael melihat ini, dia mengulurkan tangannya untuk mendekap pinggang Kiara, melingkarkannya lengannya di sekelilingnya, "Jangan marah, Pak Dedi, lihat, Pak Rian masih duduk di sana. Anda sangat tidak sabar. Tidak heran gadis kecil ini ketakutan."
Tatapan Rian tertuju pada Pak Rafael. Sejak awal, dia memperhatikan bahwa mata Pak Rafael selalu tertuju pada pinggul Kiara. Jelas bahwa dia juga tertarik padanya.
Kiara tiba-tiba diambil oleh orang lain dan hampir tidak bisa berdiri tegak. Dia tahu Pak Rafael ada di belakangnya, tetapi dia tidak bisa mengatakan apa-apa saat ini, matanya merah menahan tangisnya, dia menundukkan kepalanya dan tidak mau melihat apa yang terjadi di hadapannya.
Dia memilih jalan ini sendiri, mau tak mau dia harus menjalaninya.
Benar saja, setelah Pak Rafael membawa Kiara kepadanya, dia memandang Rian dan berkata, "Presiden Jiang, saya bersedia menandatangani kontrak dengan anda. Harganya terserah Tuan Jiang, tapi" dia melihat sekeliling, "Saya ingin wanita ini menemaniku sepanjang malam."
Kiara membuka matanya sedikit dan memegang gaunnya erat-erat dengan tangannya. Ini adalah hal yang paling tidak ingin dia hadapi, tapi dia masih harus melakukannya. Dia sudah menerima persyaratan Rian untuk menemani pria lain.
Dia menggigit bibirnya dan menutup matanya, jika dia tidak melihat semua ini, dapatkah dianggap bahwa semua ini tidak pernah terjadi?
Sebelum dia berhasil menipu dirinya sendiri, dia mendengar suara Rian, "Pak Rafael! Karena anda sangat murah hati, tentu saya akan menerima persyaratan anda, dia milik anda malam ini."
Rian mengeluarkan folder dan menyerahkannya kepada Rafael, "Jika menurut anda sudah tidak ada yang kurang, tanda tangani saja."
Melihat Pak Rafael menandatangani dengan penanya, Rian juga tersenyum, "Kalau begitu, saya berharap Pak Rafael selalu memiliki malam yang indah, dan berharap kerja sama kita akan sukses."
Faktanya, apa yang dikatakan kerja sama saat makan malam hanyalah sebuah kedok. Pak Rafael hanya peduli dengan Kiara malam ini. Wanita ini adalah sosok yang sangat cantik dan rupawan, dan pasti sangat menyenangkan untuk berbagi ranjang dengannya.
Sekarang setelah dia sudah mendapatkan yang dia inginkan, Pak Rafael merasa bahwa dia tidak perlu terus berada di sini.
Dia berdiri, memeluk pinggang Kiara dengan tangannya, dan tersenyum pada semua orang: "Sekarang urusan saya hari ini sudah selesai maka saya akan pergi dulu. Lagi pula, ada seorang wanita cantik untuk menemani saya malam ini. Saya tidak boleh menyia-nyiakannya"
Setelah berbicara, Pak Rafael membawa Kiara keluar dari ruangan VIP, Rian melihat dua orang itu pergi, dan matanya menjadi lebih dingin.
"Sudah sedari tadi aku ingin mencicipimu. Ketika kamu datang untuk menuangkan anggur, aku hamper tidak bisa menahan diriku untuk menciummu." Pak Rafael melingkarkan lengannya di bahu Kiara, membiarkannya bersandar di dadanya, dan berbicara di telinga wanita itu. Mulutnya mencium leher Kiara sejenak.
Dia sudah memesan kamar di sini. Dia awalnya ingin memanggil beberapa orang luar untuk membantunya setelah pembicaraan bisnis. Tapi ternyata mendapatkan wanita ini lebih mudah dari perkiraannya
Meskipun Kiara tidak mau mengatakan apapun, dan bahkan memalingkan wajahnya ketika Pak Rafael berbicara, dan akhirnya dia mengulurkan tangannya untuk mendorong Pak Rafael menjauh darinya. Sehingga setidaknya masih ada jarak diantara mereka. Setidaknya sekarang dia bisa bernapas lega.
"Jangan terlalu dekat, Pak Evan, kita akan segera memasuki lift. Tidak baik tertangkap oleh kamera. " Kiara tidak pernah berpikir bahwa dia akan berbicara dengan suara centil seperti itu, tapi itu seolah-olah dia sengaja merayu. Namun, dia masih sangat gugup di dalam hatinya, dan dia tidak bisa memikirkan apa yang akan dia hadapi selanjutnya.
"Saya mengerti. Anda masih malu-malu rupanya." Pak Rafael tersenyum menjijikkan, berpikir bahwa apa yang dikatakan Kiara adalah sesuatu menggemaskan
Kiara tidak berbicara, tetapi mengerutkan kening dan pada saat Pak Rafael berbalik, Kiara meliriknya dengan jijik.