Hari ini Neana ada jadwal bertemu dengan investor yang akan menangani produk siap saji dari kantornya, Neana sebagai tim leader berusaha memberi pelayanan yang baik untuk memenangkan tender kali ini. Dirinya tak segan-segan berbuat totalitas menunjukkan bahkan membuat investor merasakan sensasi lain yang dapat dirasakan saat menikmati makanan siap saji yang dijadikan produk andalan untuk kedepannya. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 waktu Korea Selatan, dirinya bergegas menaiki mobil pribadinya menuju Kota Busan untuk mencari bahan pendamping yang unik untuk makanan siap saji yang ia sajikan untuk investor. Bahan yang jarang atau bahkan belum pernah digunakan sebagai bahan pelengkap makanan siap saji. Gelapnya Kota Seoul tak menghentikan laju mobil listrik yang dikendarai Neana sendiri, dirinya selalu bertindak sepenuhnya untuk segala sesuatu yang dilakukannya, termasuk mencari bahan pilihan dengan kualitas tertinggi. Sebenarnya ia bisa mengutus bawahannya untuk melakukan survey, namun sikap prefeksionis Neana membuat dirinya bersusah payah pergi keluar kota hanya untuk memastikan semuanya sesuai dengan keinginannya. Lama berkendara Neana hingga sampailah ia di sebuah pelabuhan tersibuk di Korea, yaitu Busan Port atau Pelabuhan Busan. Pukul 03.00 dini hari, mata yang kantuk dan badan yang pegal membuat Neana keluar dari mobil dan sedikit menikmati tenangnya malam dengan angin sejuk yang menyeruak dari sela-sela rambutnya. Diliriknya sekitar dermaga mencari orang yang sejak awal ia hubungi untuk mendapatkan hasil laut yang segar, hingga tanpa sengaja Neana melihat seekor kucing berbulu putih dengan corak hitam mendekat kearahnya. Dengan sigap ia rogoh backpacknya, mencari sesuatu yang mungkin saja dapat ia berikan pada kucing yang terliat kelaparan itu. Belum sempat dirinya memberikan sate omuk yang ia beli di supermarket, kucing itu malah berbalik menuju seorang pria yang beridiri dibawah lampu yang membuat tubuhnya membentuk siluet hitam yang tak nampak wajahnya. Kucing itu seakan tahu mejikannya datang memberinya makan, dengan lahapnya ia santap makanan kucing yang dibawa laki-laki itu. Kembali dimasukkannya lagi sate omuk itu dan dirinya masuk kedalam mobilnya karena cuaca semakin dingin.
"Tokk! Tokk! Tokk!" ketuk seseorang dibalik kaca mobil Hyundai putih milik Neana.
"Nana-si?" tanya seorang laki-laki paruh baya mengenakan celemek dan sarung tangan kuning.
"Ne, nugusaeyo?" tanya Neana bingung sembari membuka jendela mobilnya.
"Saya Dong Gu, saya yang diperintahkan Ketua Kang untuk menuntun Ketua Nana menyeleksi bahan makanan laut yang akan menjadi bahan utama ramyon instan dari Ryu Production" jelas laki-laki paruh baya itu menggunakan Bahasa Korea Formal dengan maksud menghormati Neana yang lebih dikenal dengan nama Nana.
"Baiklah, tunggu sebentar" jawab Neana keluar dari mobilnya dan bergegas mengikuti Dong Gu.
"Bolehkah saya panggil anda, ajushi?" tanya Neana fasih menggunakan Bahasa Korea.
"Tentu saja" jawab Dong Gu Ajushi yang masih menggunakan bahasa formal kepada Neana.
Korea memang terkenal akan sopan santunnya, tidak mengenal usia, mereka yang paham akan sopan santun akan lebih menghormati orang yang mereka anggap atasan, baik didalam maupun diluar kantor atau perusahaan. Mereka juga tak segan membungkukkan badan saat bertemu dengan orang yang benar-benar mereka hormati. Namun, kebiasaan inilah yang kadang membuata Neana risih, dirinya tak terbiasa dihormati oleh orang yang lebih tua darinya.
"Anda bisa bicara banmal denganku, ajushi" ucap Neana berusaha menghilangkan jarak antara dirinya yang berstatus atasan dan Dong Gu Ajushi yang merupakan nelayan di desa.
"Tidak, nona. Aku tidak bisa kurang ajar dengan mu" ucap Dong Gu Ajushi tak enak.
"Tidak papa, aku terbebani dengan ucapan mu. Kau sudah aku anggap seperti ayahku" jawab Neana lagi.
"Jangan, jangan merasa terbebani denganku. Mari buat janji untuk berbicara banmal, karena aku juga akan terbebani jika nona menggunakan bahasa formal denganku" jelas laki-laki yang nampak lebih tua dari ayah Neana di Indonesia.
Neana mengangguk pelan menyetujui perkataan Dong Gu Ajushi. Keduanya pun bergegas menuju salah satu tempat pelelangan ikan yang nampak sepi karena belum ada kapal nelayan yang bersandar dan mulai melakukan pelelangan ikan atau bahan makanan laut lainnya.
Selang satu jam, sebuah kapal nelayan bersandar dipelabuhan dengan beberapa basket ikan dengan jenis yang berbeda-beda. Dan seperti ajaibnya seluruh orang yang akan mengikuti lelang berkumpul. Dong Gu ajushi menyelusup dibalik ramainya orang hingga beberapa menit kemudian kembali membawa dua basket ikan menghampiri Neana yang sibuk dengan gawaynya.
"Nona, ini ikan 'odengo' yang kamu inginkan. Semuanya sesuai dengan perkiraan harga yang aku tentukan" ucap Dong Gu ajushi menyapa Neana.
"Wah, banyak sekali. Ajushi, apa tidak terlalu murah? Atau uangnya kurang?" ucap Neana melihat limpahan ikan yang tekstur dan rasanya mirip dengan ikan tenggiri.
"Tidak, nona. Uangnya cukup, bahkan ada lebihannya. Ini" ucap Dong Gu ajushi menunjukkan lembaran uang sisa lelang.
"Itu untuk mu saja, ajushi. Sebagai hadiah, ayo aku traktir kamu minum" ucap Neana mengajak Dong Gu ajushi pergi dari pelabuhan.
Keduanya masuk kesalah satu kedai yang terletak di Pasar Jagachi, beberapa miakanan pendamping seperti omuk, teokkpokki, berbagai ikan mentah hingga abalone. Dirinya juga memesan cola dan soju untuk Dong Gu ajushi. Keduanya menikmati minuman dan makanan untuk merayakan keberhasilan mereka mendapatkan bahan yang berkualitas dengan harga yang tidak menjulang tinggi. Selain Neana dan Dong Gu ajushi, beberapa bawahan Neana juga hadir untuk membawa ikan yang akan dijadikan makanan pendamping untuk makanan instan yang akan diluncurkan besok lusa.