Chereads / Derita Istri Yang Di Madu / Chapter 10 - Bab 10. Malam Pertama

Chapter 10 - Bab 10. Malam Pertama

Seminggu yang lalu, di kota.

"Dimas, Maafkan aku. Aku mencintaimu,"ucap Yanti lirih sesaat sampai di rumah pak Bayu.

"Maksudmu apa,heh ? Jelaskan! Laki- laki mana yang sudi memaafkan istrinya yang terang-terangan selingkuh di depan matanya? Sekarang kau bilang cinta ? Demi Tuhan, apakah jiwamu sakit?"tanya Dimas dengan wajah membara.

"Ya. Aku sakit. Setelah aku menyadari tanpamu aku bagai laron tak bersayap, menggelepar dan mati,"jawab Yanti sekenanya.

"Penyesalan selalu datang di akhir, kalau di depan namanya pendaftaran,"balas Dimas berkelakar.

"Im serious. Please, listen me,"pinta Yanti.

"Sok inggris. Aku yakin kamu bohong perihal kehamilanmu. Dokter bilang kamu mandul. Apa rencanamu? Tak bisakah kau membuat hidupku tenang?"cerca Dimas.

Tampak pria itu setengah emosi. Dibukanya kancing bajunya sedikit, lalu membuang napas kasar.

Kini giliran Yanti meneguk saliva. Jenjang lehernya Dimas membuat ia sedikit terganggu. Rahang yang begitu kokoh itu ....

"Bodohnya aku melewatkanmu, Dim!"batin Yanti. Yanti membayangkan Dimas bukannya Dimasnya lagi tapi seperti anggota band yang kini tengah di gandrungi anak muda.

"Hentikan perdebatan kalian!"Suara Pak Bayu menggelegar memasuki ruang tamu.

Dengan baju hem berwarna biru yang di kenakannya dipadu celana panjang jeans berwarna cream. Pak Bayu nampak berwibawa. Di sampingnya berdiri perempuan gendut dengan dandanan sedikit menor. Membuat Dimas terperangah.

"Siapa wanita ini? batin Dimas."

"Terima kasih nak Yanti, telah membawa Dimas ke rumah ini. Sesuai kesepakatan kita, kamu di terima kembali di keluarga ini dan tetap jadi menantu,"ucap Pak Bayu.

"Tapi Pak, aku sudah menceraikannya! Semua berkas sudah kuajukan ke pengadilan," umpat Dimas kasar.

"Maksudmu berkas ini ? Atas kerjasamaku dengan para kolega semua bisa kuatur, semauku !"ucap Pak Bayu seraya merobek surat pengajuan cerai Dimas.

Yanti tersenyum menang. Kini kesempatan terbuka lebar untuknya. Tak hanya itu Ayahnya Yanti juga menggelontorkan dana agar Yanti bisa kembali ke keluarga Dimas. Demi apa? Demi kebahagian Yanti, anak semata wayangnya.

Bagaimana denga Siti ? Siti sekarang jadi nyonya kedua di rumah Pak Bayu.

Ya ... Ibu tiri Dimas. Ternyata Pak bayu berusaha menggaet Siti agar tak jatuh ke tangan orang lain, dan Bapaknya Siti tidak keberatan karena di janjikan keuntungan. 50% dari penggilingan padi dan meminjakan uang berbunganya.

Siti pun menjadi akrab dengan Yanti, kini mereka duduk disofa yang sama.

"Terus apa tujuan papah menyuruhku pulang?"Suara Dimas terdengar pasrah.

"Rumah ini sepi tanpamu, tapi aku malas bertemu Wati. Jadilah, kusuruh Yanti menjemputmu, lagian penggilingan padi yang ke 3 kita sudah mulai beroperasi. Ayolah, kamu anak papah satu-satunya,"jawab Pak Bayu santai.

"Tapi tak perlu bohong juga, bilang hamil segala. Aku dan Rahma jadi bertengkar," balas Dimas ketus.

'Itu ideku,"sahut Siti.

"Dan ternyata berhasil, ya kan Mah?"ucap Yanti menyahut.

Wah. Mereka kompak bagai Mom & mertua tang sudah bertahun-tahun bersama.

"Perihal Rahma. Ceraikan saja dia. Aku akan berusaha mencari dokter terbaik. Analisa dokter di kampung bisa saja salah. Apapun caranya aku akan mengusahakan agar nak Yanti bisa hamil. Kalian baru menikah 2 tahun, kurasa ini belum terlambat. Maafkan Papah yang telah memaksamu menikah. Aku sudah mengikhlaskan hutang Parman. Toh dia udah meninggal. Dan Rahma itu barang tak berguna kalau kau sembunyikan. Kecuali kau bawa dia ke sini dan jadi tukang kebun. Itung-itung amal dan ngasih dia makan,"ucap Paka bayu tanpa jeda.

Jawaban Pak Bayu bagai petir di siang bolong.

Ceraikan ? Disaat ia mulai jatuh cinta. Betapa mudahnya mempermainkan sebuah pernikahan. Mungkin campuran semen dan batu yang membentuk hati Papahnya itu. Tak habis pikir Dimas dibuatnya.

Ingin ia memberontak dan marah. Tapi Dimas bukan lelaki seperti itu, ia sangat menghormati orang tuanya. Setiap titah papanya bagai pecutan cambuk yang harus di taati.

***

Kau ciptakan lagu indah, kau senyum semanis buah. Kau membuatku bersemangat, jalani hariku dengan hebat. Tanpamu hidupku serasa berat. Yang selalu di nanti kau tetap di hati.

Sebait syair terukir di sebuah kertas di ujung cermin.

Isi hati Rahma untuk Dimas. Kini ia terduduk lesu pikirannya melayang kemana- mana. Ia pun belum memberitahu Rahma tentang tuntutan papanya, di tambah perihal Danu yang sekarang menjadi teman sepengajian istrinya. Puyeng banget dah Dimas.

Sementara itu Rahma datang membawakan kopi dan kue yang telah dibelinya di warung tadi lalu menaruhnya di meja. Melihat tulisannya di baca lantas Rahma merebutnya dari tangan Dimas.

"Kenapa ?"selidik Dimas seraya tersenyum.

"Ini privasi. Hanya orang tertentu yang boleh melihatnya," jawab Rahma.

"Lho, akukan suamimu?"

"Suami ? Menyentuhku saja tak pernah,"jawab Rahma memancing.

"Jadi kamu menantangku?"

'Kamu terlalu lemah menjadi laki-laki. Kulihat apapun keinginan papamu selalu kau turuti. Harusnya kau menolaknya kalau tak suka. Kamu sudah dewasa dan berhak menentukan hidupmu sendiri,"jawab Rahma sekenanya.

"Seperti menikahiku, kau bisa saja menolaknya. Aku penasaran apakah sekarang Siti juga kau nikahi? Demi keinginan papamu. Harusnya aku menyiapkan diri untuk dikucilkan. Apalah aku hanya remahan rempeyek,"ucap Rahma sembarangan.

"Sepertinya aku lupa. Aku hanya penebus utang ibuku. Harusnya kau mempekerjakanku, mungkin tukang siram kebun atau tukang masak,"ucap Rahma lagi.

Dimas termangu, seakan semua pertanyaannya telah terjawab.

"Baiklah, remahan rempeyek. Aku akan jelaskan apa saja yang telah terjadi,"ucap Dimas seraya meneguk kopinya.

Bisa dibayangkan bagaimana terkejutnya Rahma hingga ia tersedak ketika mengetahui kebohongan Yanti dan Ibu tiri barunya Dimas. Juga termasuk perintah papanya Dimas untuk menceraikannya.

"Jadi apa keputusanmu? Menceraikanku? Kamu kan selalu taat dengan papamu!"ucap Rahma dengan suara bergetar.

"Kembalilah pada Danu. Aku menyerah."

"Apakah kau sudah memikirannya matang-matang, tanya Rahma seakan tak percaya."

"Sepertinya itu yang terbaik. Aku tak bisa membantah perkataan papah,"jawab Dimas.

"Ok, ini aku kembalikan."

Terulur tangan Rahma melepas cincin perkawinan mereka. Lalu meletakkannya di meja.

"Janji tak akan rindu?"tanya Dimas.

"Janji tak akan menulis lagu lagi untukku?"

"Janji tak akan menungguku di ujung jembatan?"

"Berjanjilah!"pinta Dimas.

Rahma tak menjawab satupun pertanyaan Dimas. Ia berlalu menuju jendela. Air matanya tak tertahankan lagi.

Pandangannya jauh berkelana. Menembus rimbun daun pinus. Tega. Itulah kata yang terngiang di otaknya.

Ia sudah berusaha menutup rapat pintu hatinya untuk Danu. Tapi sekarang Dimas menyuruhnya kembali. Ia terlalu cepat menjadi janda. Bukan masalah itu... ia sudah jatuh cinta kepada sosok lelaki itu. Bernama Dimas.

Tangan Dimas melingkar di pinggang Rahma. Lalu ia menaruh dagunya di tengkuk perempuan yang sedang menangis tergugu itu. Mereka menatap pohon pinus bersamaan.

"Maafkan aku,"ucap Dimas.

Rahma mengangguk, lalu bertanya.

"Apakah kau lupa akan janjimu? Kau tak akan pernah menceraikanku?"

"Syukurlah, kalau kau masih mengingatnya."

"Maksudmu?"

"Aku tidak akan menceraikanmu. Sampai kapanpun. Aku hanya ingin tau seberapa penting aku dihidupmu? Tak ada satu pertanyaan pun yang kau jawab, pertanda kau tak mampu jauh dariku,"ungkap Dimas.

"Kau keterlaluan. Kau menyebalkan. Kau ...." Ucapan Rahma terpotong tatkala pelukan itu berbalik.

Rahma menunduk.

"Tatap aku, wahai rempahan rempeyek. I love you,"ucap Dimas pelan.

"Love you too."

Bridal style terulang lagi, tak ada gangguan. Sentuhan demi sentuhan hingga Rahma harus mandi lagi pagi itu.

Sempurna. Benar apa yang di ucapkan Yanti. Dimas sangat ganas di ranjang. Hingga berderit. Kali ini tak terbayang wajah Danu. Mungkin Rahma sudah benar-benar melupakannya. Ini yang pertama membuat Rahma terpesona.

***

Dimas mengontrak sebuah rumah di tengah kota untuk Rahma. Dan Rahma pun diizinkan kuliah oleh Dimas. Ia mengambil jurusan keperawatan, sesuai keinginan dan cita-citanya. Semua kebutuhan dipenuhi. Dari motor, skincare hingga pakaian. Ia tetap berhijab karena Dimas juga menyuruhnya.

Tak ada satu pun yang tahu bahwa Dimas masih menjalin hubungan suami istri. Setahu pak Bayu, Dimas sudah menceraikannya. Walaupun ragu, Yanti istri pertama Dimas terpaksa membenarkannya karena banyak waktu yang dihabiskan bersamanya.

Sabtu- minggu dengan alasan pekerjaan, Dimas akan mengunjungi Rahma. Hingga beberapa bulan berlalu dan Rahma hamil.

"Mas, aku mau manggis, sukun dan buah naga,"tulis Rahma di pesan berlambang petir.

"Tunggu ya, nanti malam akan ku bawakan,"balas Dimas cepat.

Rahma tersenyum puas lalu ia melakukan video call. Diturunkannya belahan bajunya sedikit lalu ia melepas ikatan rambutnya. Pose yang sangat menggoda untuk pejuang Long distance relationship.

"Assalamualaikum," sapa Dimas.

"Alaikum salam, aku kangen,"sahut Rahma sembari melambaikan tangannya.

Glek.!

Diliatnya Dimas sedang meneguk saliva.

"Disini berisik, suara mesin penggilangan padi,"ucapnya setengah berteriak.

"Ya sudah. Nanti saja aku hubungi lagi,ucap Rahma lalu mematikan ponselnya."

***

Ting tong.

Bel rumah Rahma berbunyi. Cepat ia meraih jaket dan kerudungnya.

"Tunggu sebentar," sahut Rahma.

Ckleek.

Pintu terbuka lebar. Nampak seorang pria dengan buah di tangannya.

"Hai ... apa kabar?" sapa sang tamu.

"Danu ...!!"