Chereads / Derita Istri Yang Di Madu / Chapter 11 - Bab 11. Undangan Mantan

Chapter 11 - Bab 11. Undangan Mantan

"Alhamdulillah, baik, jawab Rahma agak gugup. Pandangan matanya tak lepas dari buah yang dibawa oleh Danu.

"Hai, Rahma. Masih ingat aku?"tanya perempuan yang tiba-tiba muncul di belakang Danu.

Penampilan wanita itu terlihat anggun, walaupun belum berhijab ia tampak cantik dengan atasan berwarna ungu tua dipadukan dengan celana kulot hitam.

"Lilis ? ... Ya Allah. Bagaimana aku bisa lupa dengan sahabatku sendiri,"ucap Rahma setengah berteriak kegirangan.

Mereka berpelukan, cukup lama tak bertemu membuat Rahma kembali teringat masa-masa sekolah dulu. Seperti reuni keluarga kecil.

"Tapi, tunggu sebentar. Kalian kok bisa datang berbarengan gini. Itu mobilnya Dimas kan? "tanya Rahma ketika sadar mobil yang terparkir di halamannya itu mirip punya Dimas.

Taraaaaaaa ....

Lilis memperlihatkan tangan kanannya, terselip sebuah cincin di jari manis yang langsing itu.

"Punyamu mana? Pasti lupa makai, deh,"ucap Lilis seraya menarik tangan Danu.

"Ada kok. Nih,"ucap Danu memperlihatkan jari manis di tangan kirinya.

"Jadi, kalian ...?"

Rahma belum begitu paham apa yang telah terjadi. Ia pun menyuruh kedua tamunya itu masuk dan duduk di ruang tamu agar lebih leluasa untuk berbincang. Kini tiga buah teh hangat beserta kue kering telah terhidang di meja. Bi Sum terlihat kelimpungan karena belum pernah kedatangan tamu.

Ruang tamu yang berukuran kecil itu tampak asri. Banyak tanaman hydroponics yang berjejer di rak kayu. Di tengah-tengahnya terdapat foto pernikahan Dimas dan Rahma yang berukuran super besar pada benda lainnya. Di sisi lain terdapat tumpukan buku-buku novel dan sains yang belum dirapikan juga terpampang foto Abah yang tersandar di dekatnya.

"Jadi kalian suami istri?"tanya Rahma penasaran.

"Masih tunangan, Sayang. Seminggu lagi resepsi pernikahan kami. Jadi nanti datang, ya,"ucap Lilis sambil mengeluarkan sebuah surat undangan dari tasnya.

Sebuah kertas berwarna merah muda dengan foto mereka berdua sedang bertatapan sebagai covernya. Andai rasa cinta itu masih ada sudah dirobeknya kertas itu. Namun, rasa itu telah lenyap ditelan bumi.

Ya... Ini namanya undangan mantan. Sekilas Rahma mencuri pandang ke arah lelaki yang tampak kikuk karena ternyata menikahi sahabat mantannya sendiri.

Alhamdulillah, kalau jodoh tak ke mana. Kalimat itu yang meluncur dari mulut Rahma

"Jodoh, rezeki, maut sudah ditentukan. So ... kita tinggal menjalaninya saja. Kapan, siapa, di mana kita tak tau,"sahut Danu diiringi anggukan Lilis.

"Sekarang, aku mau bertanya. Kok kalian bisa tahu kalau aku tinggal di sini? Terus bawa buah pesanan aku lagi. Di mana Dimas?" tanya Rahma penasaran.

"Aku sekarang kembali bekerja di rumah Pak Bayu dan atas permintaan Lilis aku memberanikan diri bertanya pada Dimas perihal keberadaanmu. Awalnya dia marah, tapi setelah dijelaskan dia pun mengerti. Terus ketika di tengah perjalanan, Dimas menelepon menanyakan kapan kami berangkat ke sini? Lilis bilang kalau sudah hampir sampai di alamat yang di tuju. Eh ternyata, kami disuruh muter- muter dulu mencari buah pesanan kamu,"jelas Danu panjang lebar dengan mimik agak kesal.

"Wah, maaf ya merepotkan,"ucap Rahma merasa tidak nyaman.

"Enggak apa, Sayang. By The Way sudah berapa bulan?'tanya Lilis mengelus perut Rahma.

"Baru 5 bulan, mual terus. Kadang pingsan enggak ketahuan. Untung ada Bik Sum yang menemani,"ucap Rahma mencomot manggis di depannya.

"Yang sabar ya, aku selalu mendoakanmu,"ucap Danu.

Danu masih perhatian saja ke Rahma. Jadi parno. Namun, doa itu tulus dari mantan yang masih menyimpan rasa cinta yang begitu dalam. Terlalu dalam hingga sulit untuk dilupakan.

"Eh, itu gitar siapa?" tanya Lilis yang tak sengaja melihat sebuah gitar di pojokan sofa. Hasratnya bangkit ketika melihat benda itu. Dia memang piawai memainkan alat musik terutama gitar.

"Punya Dimas," jawab Rahma.

'Wah... nyanyi, Yuk. Lama aku tak mendengar kau bernyanyi,"ucap Lilis.

"Satu lagu aja, Ya."

"Siap," ucap Lilis seraya mulai memetik senar gitar.

Kebiasaan mereka terulang kembali memainkan sebuah lagu dari band Ungu yang berjudul, seperti yang dulu.

Danu terpojok. Seakan lagu itu untuk dirinya padahal itu lagu favorit mereka sewaktu SMA. Sejam berlalu penuh kenangan dan canda tawa. Hingga akhirnya Danu dan Lilis pulang.

"Jaga kandunganmu baik-baik,"ucap Danu berpamitan.

"Kau juga. Jaga sahabatku baik-baik. Bimbing ia agar menjadi istri yang sholehah,"balas Rahma.

Seiring lambaian tangannya, mobil itu keluar dari pagar rumah Rahma.

***

Ueeeeeeek ...

Kini berwarna kuning, Rahma terkulai lemas. Mual, pusing jadi satu. Sebenarnya ia sangat membutuhkan Dimas disaat- saat seperti ini. Tapi itu tak mungkin. Ia hanya istri simpanan.

"Kamu janji mau pulang, kapan?" Rahma menulis sebuah pesan di WA.

"Liat ke bawah. Aku datang,"balas Dimas.

Wajah pucat Rahma berubah sumringah. Pipi pun merona merah. Dibukanya pintu balkon yang terhubung langsung dengan kamarnya. Terlihat Dimas berdiri di depan mobilnya dengan membawa bungkusan. Secepat kilat Rahma menuruni anak tangga lalu membukakan pintu.

"Aku bawa mi ayam, jangan lari. Nanti jatuh!"ucap Dimas.

"Aku enggak mau mi ayam. Aku kangen bau keringatmu,"ucap Rahma langsung memeluk Dimas.

"Serius?"

"Entahlah. Sejak kapan aku mulai menyukai aroma itu,"jawab Rahma jujur.

"Tapi itu menjijikan,",ucap Dimas bergidik ngeri.

"Terserah, yang penting aku bahagia. Ha ha ha,"kelakar Rahma.

***

"Seminggu lagi acara resepsi Danu dan Lilis, apakah kamu nanti bersedia mendampingiku berhadir di sana?"tanya Rahma seraya menyendok mi ayamnya.

"Maafkan aku, sepertinya tidak bisa. Kebetulan hari itu jadwal perbaikan rutin mesin penggilingan padi, sama Bi Sum aja, Ya,"jawab Dimas sambil tetap menatap layar ponselnya.

"Baiklah,"jawab Rahma lesu.

***

Hari itu tiba, Rahma masih bingung dengan pilihannya, mau memakai gamis atau kebaya. Hingga pilihannya jatuh ke sebuah baju jubah syar'i berwarna abu-abu tua dan kerudung instan menutup dada hingga belakangnya. Lalu ia memakai ransel dan hells berhak rendah.

"Bi Sum udah siap?"tanya Rahma ketika dilihatnya sedang kesusahan melilit jilbab.

"Sebentar lagi, Neng. Ini kok beda dengan tutorial di youtube,"ucap Bi Sum.

"Ya Allah Bi ... kerudung itu gunanya menutup. Jadi nggak usah pelintir sana- sini, cukup kasih peniti aja. Selesai deh,"ucap Rahma seraya menyematkan bros bunga melati di kerudung Bi sum.

"Oke. Ayo kita berangkat,"ucap Bi Sum bersemangat.

***

Mata Rahma terbelalak ketika ia melihat Dimas datang dengan Yanti. Baju yang mereka kenakan pun sama. Couple gitu. Terlihat senyum Dimas mengembang dengan Yanti bergelayut manja di lengannya. Ia pun langsung membalikan badan di saat Dimas tak sengaja melihatnya.

Rahma mengelus perutnya pelan.

"Yang sabar, Neng,"ucap Bi Sum.

Rahma mengangguk perlahan lalu meraih kursi terdekat. Kepalanya terasa berat. Pandangannya kabur. Ia mengerjapkan matanya, beruasaha menguasi ruangan, dilihatnya Lilis melambaikan tangan dari kursi pelaminan.

Lilis sangat cantik. Dibalut gaun pengantin berwarna putih dengan taburan permata ia nampak berkilauan. Mahkota di atas kepalanya bagai putri dari kerajaan seberang. Di sampingnya berdiri Danu dengan tegap dan senyum tak henti- hentinya. Ini bagai pernikahan impian Rahma.

Sempurna. Mereka nampak bahagia.

"Wow. Ternyata kamu datang juga? Duh, rasanya pasti sakit tuh liat mantan bersanding dengan sahabatnya sendiri,"ucap Yanti setengah berteriak menyindir Rahma.

Tak disangka. Yanti duduk bersebelahan dengan mejanya. Dimas nampak salah tingkah. Ingin rasanya ia membungkam mulut Yanti.

"Hush, jaga mulutmu, Sayang!!" Bentak Dimas.

"What, sayang? "Aku saja di panggil remahan peyek,"batin Rahma.

"Wah ... wah. Mantan suaminya juga ikut-ikutan jadi pahlawan kesiangan. Hebat sekali!"ucap Yanti dengan wajah mengejek.

Kesabaran Rahma habis sudah. Ia berdiri sambil menggebrak meja.

"Kamu maunya apaan sih?"tanya Rahma dengan suara nyaring.

Pandangan Yanti langsung tertuju pada perut Rahma yang sedikit buncit, ditambah wajahnya yang pucat.

"Kamu hamil anak siapa, hah? Dasar pelacur. Ini hijab cuman jadi tameng kan? Dimas, coba kamu liat perempuan yang pernah kamu cintai ini! Baru beberapa bulan kamu ceraikan sudah hamil ajah,"oceh Yanti.

"Terserah kamu aja, Mbak. Nilai saja sesuka hatimu, "jawab Rahma.

Air mata Rahma tak terbendung lagi. Ia tak mungkin menjawab bahwa Dimas masih berstatus suaminya, dia hanya bisa bersabar. Sembari menunduk ia membalikkan badan. Memanggil Bi Sum, lalu mengajaknya bersalaman dengan kedua mempelai.

"Jaga bicaramu, di sini banyak orang," ucap Dimas kasar.

Dimas berlari menyusul Rahma, ia berusaha meraih tangan istri keduanya itu, tapi di tepis Rahma begitu saja.

"Berhenti, kumohon berhenti," teriak Dimas.

"Kau membohongiku. Kau keterlaluan. Jangan pernah temui aku lagi!"jawab Rahma.

"Aku tidak membohongimu, aku terpaksa melakukan ini semua demi mewakili papa,"jawab Dimas.

"Papa, papa dan papa. Hanya itu alasanmu. Sudahlah. Aku ingin pulang,"jawab Rahma memanggil taksi.

"Rahma ... Rahma ..." kumohon buka kacanya, teriak Dimas mengetuk kaca jendela taksi.

"Jalan, Pak,"ucap Rahma sembari menyeka air mata.

Mobil berjalan lambat meninggalkan Dimas yang berdiri terpaku.

"Sial. Sial ...," gerutu Dimas.