Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 260 - ●Milind dan Malam 

Chapter 260 - ●Milind dan Malam 

Milind dan Gosha bersisian, menggenggam pedang setengah jadi poorva auriga dan al lir.

Gelombang pasukan hitam, tampak jelas dalam sudut pandang Milind dan Gosha, sesuatu yang selama ini tak pernah mereka alami.

"Bagaimana lukamu, Gosha?"

"Aku tak mengapa," ujar Gosha mantap. "Berdiri bersisian denganmu seperti ini menghadapi musuh, selalu kuimpikan, Milind!"

Milind mengangguk, tersenyum, "Mari kita selesaikan dengan cepat para bedebah ini!"

Panglima Malam geram, sedikit gentar melihat dua sosok hijau dan putih di depannya. Menghadapi Gosha sudah merepotkan, bertambah Milind akan semakin sulit dirinya bergerak. Tugas kali ini harus diselesaikan tuntas, mengingat bongkahan Berlian Surga telah mencapai dunia wangsa. Mandhakarma sangat menginginkan benda itu namun tak ingin gegabah karena Akasha dan Pasyu pun tak sanggup mengolahnya. Belum tentu Mandhakarma berjodoh dengan poorva auriga dan tidak mengalami kemusnahan ketika benda itu bersama mereka.

Gosha, menggempur pasukan hitam dengan bantuan Turangga tersisa, menggulung cepat musuh yang mulai merasakan kecemasan serangan kematian. Milind, menghadapi Malam yang tampak memusatkan perhatian penuh pada panglima hijau.

"Menyerah atau mati, Panglima Malam?!" ancam Milind tegas.

Pedang poorva auriga, terikat kuat pada sarung pedang Dahat yang dibalik, menjadikannya senjata yang kokoh di tangan Milind.

Heaaaaggggh.

Syyyyyrrrrrttt.

Trnnnnngggrrrrt.

Pedang hitam milik Malam beradu kekuatan dengan poorva auriga-dahat. Kelincahan panglima Mandhakarma mengagumkan. Gerakannya cepat dan kokoh, pijakan kakinya teguh. Pedang di tangannya bagai kelebatan cakar dan taring maut yang siap mencabik siapapun.

Sebaliknya, Malam berhadapan dengan sosok paling disegani prajurit Wanawa, bahkan Akasha dan Pasyu. Ayunan poorva auriga nyaris tak tampak, sekedipan mata bagai lintasan cahaya. Tetiba ujung tajamnya telah berada di sisi leher hingga Malam terkejut. Cepat ia menangkis dengan gugup. Berikut ujungnya telah berada di depan dada hingga ia melompat terhenyak.

"Milind benar-benar bukan nama kosong," pikir Malam gusar. "Apalagi poorva auriga ternyata mematikan!"

"Hati-hati!" Milind mengingatkan.

Walau ingin menghabisi musuh segera, benak Milind dipenuhi kerisauan. Siapa sosok di balik topeng? Siapa yang akan mati jika ia pun tumbang? Satu-satunya keinginan Milind adalah melumpuhkannya.

"Tak usah berlagak mulia, Milind!" sentak Malam. "Kau ingin membunuhku? Lakukan saja kalau kau bisa!"

Milind menarik napas pendek.

Pandangannya mengarah tajam ke arah Malam. Ia memusatkan perhatian dan kekuatan untuk menyudutkan dan memojokkannya. Kedua belah tangan Milind menggenggam poorva auriga, mengayunkannya dengan lekas dan kokoh ke arah Malam yang berusaha menangkis.

Percikan api.

Jejak debu.

Lintasan deru angin kelabu.

Berpuluh jurus senjata para panglima berlalu. Peperangan mematikan berjalan menakutkan.

Sisi kanan Malam terhantam keras, menyisakan lubang menganga. Sisi kiri Malam tertumbuk kuat, lontaran serpihan bebatuan menyebar di udara. Dalam jarak beberapa ruas jari, ujung pedang Milind menembus baju Malam, meninggalkan goresan cukup menyakitkan. Disusul sabetan yang melukai punggung, membuat Malam terengah dan harus bertumpu berdiri dengan pedangnya.

"Sialan!" teriak Malam murka.

"Aku tak akan membunuhmu," tegas Milind. "Tapi aku tak menjamin kau pulang ke kerajaanmu dengan tubuh utuh!"

Milind menyerang gencar, membuat Malam benar-benar berpikir maut mengancamnya sebentar lagi.

Sebuah gelembung api terlontar, memecah pertarungan antara Milind dan Malam.

"Aku datang, Panglima Malam!"

❄️💫❄️

Tala, dalam wujud naga bersayap menyusuri udara sembari merusak pepohonan Wanawa. Napas busuknya mengeringkan dedaunan, ranting-ranting dan batang pohon.

Milind melompat, menaiki tunggangan angin, mengejar Tala dan bersiap memberikan pukulan mematikan.

"Biarkan aku yang menghadapi Malam!" teriak Gosha.

Pertarungan Milind dan Tala pun tak kalah mencengangkan. Warna hijau, hitam dan merah berikut bola api bergantian melompat-lompat di angkasa.

Lincah Milind mengayunkan poorva auriga, menghindari cakar-cakar maut naga bersayap berikut ekor godamnya yang mematikan. Mata menyala Tala berkilat-kilat, ingin melumat musuh di depannya. Belajar dari pengalaman terdahulu, Milind lebih berhati-hati dan tak mudah terpancing.

"Matilah kau, Milind!" teriak Tala, memuntahkan bola api.

Milind mengangkat tinggi-tinggi pedangnya, menghadang api menghantam dunia Wanawa di bawah. Mereka bertahan dalam adu kekuatan dan kesaktian, poorva auriga tampak menyala membara. Di titik tertentu, luwes Milind melenturkan tubuh, mengayun ke samping sembari melepaskan pukulan pedang yang tajam dan panas.

Auuuuurrrrgggghhh.

Raungan Tala memecah angkasa. Cakarnya terluka, begitupun ekornya. Di bawah, Gosha dapat mendesak Malam dengan sangat baik mengingat sang panglima hitam telah terluka dada dan punggungnya.

"Panglima Malam!" lolong Tala kesakitan dalam rintihan, sembari mengirim bisikan di telinganya. "Ambil Nistalit!!"

Malam terhenyak, menyimpan kegembiraan mendengar rencana licik Tala. Ia menghindari serangan Gosha sembari bergerak cepat ke arah Dupa dan Nami.

Nistalit, yang tengah memusatkan perhatian melawan pasukan hitam, terkejut melihat Malam tetiba bergerak ke arah mereka. Kelelahan yang mendera bukan hal yang menguntungkan, walau kehadiran Milind dan Gosha memberikan semangat baru bagi semua prajurit Wanawa, Aswa dan Nistalit.

"Namiii!" teriak Dupa.

Malam menyerang Nami dengan cepat, menghajarnya dengan ayunan pedang hingga gadis itu kelabakan karena tak menyangka serangan hadir. Apalagi tenaga tubuh telah benar-benar terkuras. Pedang Sin terlepas, Malam merangkulnya dari belakang, meletakkan pedang hitam di leher.

"Kena kau!" bisiknya menang. "Siap mati, Nistalit?"

"Nami!" teriak Dupa marah, menggenggam pedang Janur dengan kedua belah tangan, bersiap menyerang telak.

"Kau ingin gadismu mati?" Malam berteriak terbahak.

Tala, melayang di belakang Malam, melindunginya untuk tak mendapatkan serangan lebih lanjut dari Milind maupun Gosha. Walau kesakitan, Tala kegirangan melihat Malam menyandera Nami.

Gosha terkejut. Milind terkesiap.

"Lepaskan dia, Malam! Bertarunglah secara ksatria!" bentak Gosha.

"Perang adalah tipu muslihat, Gosha!" teriak Malam. "Lepaskan pedang Berlian Surga dan Nistalit ini akan kulepaskan."

Dupa menatap Gosha yang tampak ragu. Melepaskan al lir akan membuatnya kembali buta!

"Panglima Gosha!" teriak Nami. "Jangan turuti perintahnya! Ia hanya akan menipu kita!"

"Menipu?" desis Malam. Ia menggoreskan pedang hitamnya ke paha Nami hingga gadis itu berteriak lirih, setengah berlutut. "Yang berikutnya adalah lehermu, Nistalit Sampah!"

Telapak tangan Nami berusaha menutupi lukanya. Ia tak dapat merobek pakaian atau sabuk karena tersandera Malam. Yang dapat dilakukannya hanyalah memegangi luka kakinya agar tak semakin mengucurkan darah.

"Gosha! Milind!" Malam mengancam. "Aku hitung hingga sepuluh!"

Napas Milind memburu. Ia tahu, Malam dan Tala sangat licik. Apapun yang mereka janjikan, pasti akan dilanggar. Tapi membiarkan Nami dalam ancaman seperti itu juga bukan pilihan yang ingin diambilnya.

"Satu!" Malam berkata. "Dua!"

Satu goresan menekan leher Nami, membuat gadis itu memejamkan mata, gemetar.

"Aku memberikan goresan yang sama dengan yang dilakukan panglimamu," bisik Malam di telinga Nami.

"Aku tahu siapa kau!" Nami membuka mata, menatap sepasang mata Malam dengan berani. "Aku akan mengalahkanmu!"

"Lima!" teriak Malam, menatap Gosha dan Milind, menekan lebih keras pedangnya hingga tetesan darah mulai memercik pelan di dada atas Nami. Ia membisikkan beberapa kalimat ke telinga gadis itu.

"Nistalit akan mengalahkanmu!" bisik Nami gemetar, menahan sakit dan nyeri.

Malam menekan pedang sekitar leher ke bawah, menuju bahu. Nami berteriak lirih, tak sanggup berdiri, berlutut sepenuhnya.

"Hentikan!" teriak Milind marah.

"Malam! Tala! Kalian benar-benar keji!" Gosha berkata murka. "Akan kulepaskan pedangku!"

Gemetar, Milind melepaskan poorva auriga berikut Gosha melepaskan al lir. Kedua pedang bongkahan Berlian Surga terlempar menuju kaki Malam dan di bawah tubuh gilig Tala.

Bayangan pasukan hitam lenyap dari pandangan.

Terdengar tawa terbahak membahana, mengejek, penuh kesombongan.

"Betapa lemahnya kalian! Rasa iba kalian pada Nistalit itulah yang menyebabkan kehancuran wangsa ini!" teriak Tala penuh kebencian.

Milind dan Gosha memejamkan mata, kali ini kembali menggunakan mata batin untuk melihat pergerakan lawan. Tanpa pedang bongkahan Berlian Surga, mereka kembali harus bergantung pada Nistalit atau memusatkan mata batin.

Poorva auriga dan al lir tampak bergerak mendekati Malam.

Tala bersiap melepaskan cakar ke arah Milind dan Gosha.

Panglima Malam menghunjamkan ujung pedangnya ke bahu Nami, meninggalkan luka cukup dalam hingga gadis itu tersungkur.

Clap.

Clap.

"Matilah kalian!!!"

Terdengar teriakan lirih penuh amarah melemparkan bebatuan kecil Mahatarundara. Batuan-batuan tajam yang dilemparkan dengan lontaran tangan-tangan muda menggunakan tali temali jerami yang dijalin kuat membentuk pelontar. Bagai mata panah yang menembus ke arah tubuh lawan dengan telak. Tak mematikan namun jelas membuat luka yang cukup merusak.

"Aji? Usha?!" desis Dupa.

Dua bocah kecil itu membawa bongkahan kecil mahatarundara tajam, melontarkannya dengan telak ke arah Malam dan Tala.

Arrrrrgggggh.

Malam melepaskan Nami yang terguling tanpa sadar dari cengkraman. Dupa memburunya, menyambut tubuh gadis itu terkulai. Kesempatan baik bagi Milind dan Gosha untuk merebut kembali pedang mereka.

Mata Tala dan Malam terbelalak. Beberapa batuan kecil nan tajam bersarang di tubuh mereka, menimbulkan lubang luka yang sangat nyeri. Di hadapan, berdiri Milind dan Gosha amat marah dengan pedang terhunus. Tak ada pilihan lain bagi Tala, kecuali menyeret Malam untuk menjauhi medan pertempuran agar mereka tak lumat di tangan dua panglima yang murka.

❄️💫❄️