Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 235 - ●Kekacauan Pesta (2)

Chapter 235 - ●Kekacauan Pesta (2)

Tamu-tamu.

Para pelayan dan prajurit.

Cahaya, api, dan angin dalam olahan mantra para penghibur kerajaan berubah menjadi hiburan dahsyat yang terlontar ke langit Wanawa. Membawa permainan api dan cahaya, penghibur Akasha menunggang angin, membumbung ke atas. Melepaskan jejak tulisan Yamivara dan Nishavara yang disambut pekikan meriah para penonton di bawah. Kembang api panjang meledak di udara. Para penghibur dan pemantra meninggalkan banyak bentuk bongkahan padat yang bersinar, jatuh ke bumi, dan dapat ditangkap oleh siapapun sebagai bentuk hadiah. Bongkahan itu mirip permata putih kehijauan yang dapat bersinar di waktu malam. Sebagian berbentuk daun sirih, sebagian berbentuk bunga.

"Ambillan hadiah ini untuk yang Tuan-tuan cintai!" teriak pembuat kembang api Wanawa, dari atas udara. "Yang teristimewa akan mendapatkan bongkahan anggrek bulan!"

Milind menoleh ke arah Gosha, tertawa.

"Kita bersenang-senang sedikit, Gosha!" ajaknya.

Milind meraih lengan Gosha, mengajaknya naik tunggangan angin. Prajurit- prajurit, pelayan dan hulubalang Akasha Wanawa melakukannya; termasuk para panglima. Tanpa sadar, masing-masing menggamit lengan sahabat yang tak bisa melayang untuk mengejar daun bersinar. Rakash meraih Ananta, Jagra memegangi Bahar. Haga bersama Guni sementara Kavra bebas melayang bersama Han. Mengejar titip-titik cahaya yang dilepas oleh para pesulap dan penghibur. Para lelaki bersemangat mencari hadiah-hadiah istimewa sebagai persembahan.

Bagai kanak-kanak berebut mainan, para pengejar berusaha mencari bongkahan yang dilemparkan.

"Milind!" teriak Gosha. "Bantu aku akan mengejar anggrek bulan!"

Milind tersenyum lebar, mengangguk, menggamit lengan sahabatnya lari mengejar hadiah yang diinginkan.

❄️💫❄️

Tanpa sadar, para putri terpekik melihat pemandangan di angkasa. Mereka merapat mendekat, menatap terpesona para pengejar bongkahan yang tampak bagai pangeran memperebutkan hadiah bagi putri impian.

Yami, Nisha dan Calya saling berpegangan. Wikan halla Mina dan Gupita halla Paksi berteriak lirih, sedikit melompat dan berjinjit, memberikan semangat bagi para panglima mereka. Padmani dan Arumya tanpa sadar saling mendekat, melempar senyum dan mencoba bergembira dengan bertepuk tangan pelan.

Nami tak mengamati angkasa.

Matanya menyapu sekeliling. Dadanya berdegup kencang. Mengapa seluruh tubuhnya seolah bergetar, campuran ketakutan dan kemarahan?

Tamu-tamu. Pelayan. Prajurit.

Sebagian besar menatap angkasa penuh gairah dan kegembiraan. Sebagian kecil justru saling bertatapan, terlihat awas dan menelisik. Sosok-sosok berjubah hijau adalah bagian dari Wanawa. Nami berjalan mengikuti beberapa gerakan, tangannya menggenggam erat ujung bilah belati. Tak seperti prajurit Wanawa yang mengenakan jubah hijau ada umumnya, sosok-sosok yang dicurigainya mengenakan jubah hijau dengan tudung kepala. Warna hijaunya sama persis, dengan hiasan dan sulaman yang menunjukkan kedudukan.

Sulaman!

Nami terhenyak.

Hanya prajurit Wanawa asli menggunakan sulaman daun. Tak ada musuh yang dapat meniru, jubah hijau bersulam daun memiliki kekuatan mantra tersendiri dan dibuat secara khusus oleh para penjahit didampingi pandhita Wanawa. Mata Nami melihat ke arah kerumunan yang perlahan bergerak mendekati putri. Jubah hijau mereka bukan sulaman daun!

"Prajurit Nistalit! Lindungi para putri!" teriak Nami berlari.

Dupa dan Soma terhenyak mendengar teriakan Nami.

Begitu banyak sosok berjubah hijau dengan sulaman asing yang tetiba membuka tudung dan melemparkan pakaian terluar mereka. Senjata menembus para prajurit Wanawa dan sosok-sosok malang. Tubuh rubuh satu demi satu.

Nami berlari ke arah meja terdepan, mengambil cepat pedang Sin yang tersimpan di sana. Yami mengeluarkan cundrik, di saat Nisha dan Calya terpekik pelan. Nami melompat ke arah tiga putri, menjadi perisai bagi mereka. Sebilah pedang melayang menyerang, cepat dihadang Nami menggunakan pedangnya yang masih bersarung.

"Pasukan Hitam!" bentak Nami. "Kalian cari mati di sini??!"

Srrrttttt.

Suara bilah pedang Sin terdengar tajam mengiris gendang telinga.

"Prajurit Nistalit! Lindungi putri Wanawa dan Aswa!"

Sigap satu lapisan Nistalit bersenjata ikut bertarung bersama Nami. Suara pedang beradu keras, gesekannya menimbulkan rasa nyeri di ulu hati.

Teriakan.

Pekikan.

Rintihan.

Tendangan dan pukulan beradu, berikut senjata-senjata yang terlempar ke arah musuh.

Nami membuat pertahanan rapat yang dapat melindungi ketiga putri di belakangnya. Prajurit Nistalit semakin terlatih dan mampu menahan laju serangan.

"Matilah kau, Aswa!" terdengar teriakan penuh ejekan.

Nami menghadang pasukan hitam yang mencoba menyerang Calya. Kepala Nami bertanya-tanya : mengapa Aswa? Mengapa bukan Wanawa? Mengapa yang disasar adalah Calya, bukan Yami ataupun Nisha? Tanpa sadar, Yami memeluk Nisha dan lingkaran mereka terpisah dari Calya.

Dupa, berada tepat di depan Yami dan Nisha, membantu Nami menjaga keduanya.

"Nami, hati-hati!" teriak Dupa.

Pertarungan sengit di bawah membuat para panglima yang tengah mengangkasa terkejut. Mereka mempercepat permainan dan memacu kembali menuju perjamuan Andarawina.

Lengan kiri Nami memegangi Calya, pedang Sin membantuk perisai yang melindunginya. Tampak jelas pasukan hitam berlapis-lapis ingin menghabisi Calya, lebih garang daripada lapisan yang menyerang Yami dan Nisha.

"Mereka ingin membunuh Putri Calya!" pikir Nami tegang. "Kenapa? Kenapa bukan Putri Yami atau Putri Nisha?"

Dalam wujud Sembrani, Jagra berusaha menggapai Calya dan memberi bantuan kepada Nami.

"Panglima Jagra! Hati-hati!" teriak Nami khawatir.

Bagaimanapun, mereka belum tahu seberapa jauh kekuatan pasukan hitam. Pasukan hitam di darat dapat ditangani dengan baik oleh Nistalit. Tapi Nistalit tak dapat bertarung di angkasa, jika pasukan hitam mengubah diri menjadi semacam Sembrani. Kekhawatiran Nami beralasan. Satu sayap Jagra segera mendapatkan serangan telak, hingga ia tersuruk jatuh ke bawah dalam bentuk A-Pasyu. Lengannya terluka.

"Aku bisa mengobati diriku sendiri!" Jagra berteriak. "Bantu aku melihat musuh, Nami! Kita harus selamatkan Putri Calya!"

Kemampuan memulihkan diri Pasyu Aswa memang mengagumkan, walau persenjataan pasukan hitam yang berlumuran racun memiliki daya rusak lebih hebat. Jagra bukan sosok biasa. Sebelah tangannya demikian tangkas mengikuti perkataan Nami.

Depan. Belakang. Depan. Kanan. Kanan. Kiri, sedikit serong. Pasukan hitam kewalahan menghadapi pasangan Jagra dan Nami. Ketika lapisan itu sedikit terurai, benak Nami bekerja cepat.

"Ke mana pemimpinnya? Apakah Gosha Hitam hadir? Jika bukan Putri Yami dan Putri Nisha sebagai sasaran utama, mengapa Putri Calya yang harus mati?" Nami menelan ludah. "Setelah Aswa, siapa sasaran berikutnya?!"

Nami memejamkan mata sejenak.

Aksara Akasha dan Pasyu. Simbol Akasha dan Pasyu. Hal-hal yang dipelajarinya bersama Garanggati dan Vanantara melintas cepat. Napas Nami berhenti sesaat, matanya terbelalak.

"Soma! Bantu Panglima Jagra mengawal Putri Calya!"

Nami dapat meraba, ke mana sasaran yang berikutnya.

❄️💫❄️

Nami meraih pergelangan tangan Arumya, mengajaknya berlari menjauh.

Rakash menghunuskan pedang, melancarkan serangan cepat ke arah Nami.

"Kau akan mencelakainya, Keparat Nistalit?!" murka Rakash.

Selain pasukan hitam yang menyerang, Nami harus menahan gempuran Rakash.

"Panglima Rakash!" teriak Nami. "Hamba justru akan melindungi Putri Arumya!"

"Pembohong! Kalian pengkhianat yang tak bisa dipercaya!"

Nami dapat merasakan Arumya memegangi tangannya kuat-kuat. Di saat Nami kerepotan menghadapi pasukan hitam, Rakash dan upaya melindungi Arumya; satu kekuatan dahsyat memukul Rakash tak terlihat. Gelombang angin pukulan membuat tubuh Nami dan Arumya terseret beberapa langkah, hingga Nami harus menancapkan pedang Sin di tanah untuk bertopang. Rakash terhuyung, mencoba mencari penopang berdiri segera.

Nami membawa Arumya ke belakang punggungnya.

Bayangan itu muncul lagi.

"Kau bosan hidup, Nistalit?!" suara berat yang kejam dan mengancam.

Melangkah gagah dalam busana hitam. Wajah tampannya yang dingin, dengan mata beku dan tatapan angkuh. Bagai pinang dibelah dua, serupa benar dengan sosok aslinya.

"Gosha Hitam!" bentak Nami, mencoba tersenyum. "Aku selalu berharap bertemu denganmu lagi."

"Untuk apa kau melindungi Aswa dan Giriya?!"

"Panglima Gosha adalah sahabat kami," Nami berkata tenang. "Banyak yang ingin melindunginya, aku pun demikian. Dan kau? Apakah kau sendirian, Gosha Hitam? Siapa pelindungmu?"

Geraman marah membahana. Kedua tangan Gosha Hitam memegang erat tombak kristal hitam yang sangat mirip dengan milik Gosha. Menyerang gencar ke arah Nami yang berusaha menahannya dengan pedang. Ketika pedang dan tombak beradu, keduanya mencoba kekuatan masing-masing. Kegembiraan Nami merebak. Pedang Sin terasa demikian kokoh!

"Matilah Aswa dan Giriya malam ini berikut keturunannya!" bentak Gosha Hitam.

Nami mendengus pelan, sedikit terkejut walau tak terlalu kaget. Ia telah menduga, sesudah Calya maka Arumya yang akan menjadi sasaran penyerangan malam ini.

❄️💫❄️