Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 230 - ●Demi Gosha

Chapter 230 - ●Demi Gosha

Gosha Hitam, yang tetiba muncul membawa berlapis pasukan, sepertinya tak berniat gagal. Hanya Nami yang dapat melihatnya, termasuk para Nistalit yang lain.

Beberapa Nistalit pasangan Sindu roboh, hingga Nami harus segera berpasangan dengannya. Melihat kesigapan Nami dan Sindu, Gosha Hitam tampak ingin memecah kesatuan mereka. Pikiran Nami terbelah antara Sindu, Gosha dan Milind. Bila ia berpasangan dengan Sindu; Milind dan Gosha akan kehilangan bantuan pandangan matanya.

Keraguan sekejap yang membahayakan.

"Namiii!" Sindu berteriak terkejut.

Tombak Gosha Hitam melukai punggung dan pahanya. Sang hulubalang terlontar dari tunggangan angin.

"Hulubalang Sindu!" Nami memburunya.

Wajah Sindu menunjukkan kesakitan teramat sangat.

"Lindungi Girimba! Lindungi Panglima Milind!" bisik Sindu, sembari memberikan beberapa perintah yang lain.

Nami memapahnya untuk menyingkir ke tepian arena.

"Apa yang kau inginkan dari Panglima Gosha?!" teriak Nami naik pitam.

Sosok itu tertawa keras, "Tujuanku menghabisi Aswa hingga akar-akarnya!"

"Mengapa kau menyerang Girimba?" tanya Nami, tak mengerti.

"Aku tak punya urusan dengan Wanawa! Urusanku dengan Gosha dan Aswa!" bentaknya.

"Kalau sepenting itu Panglima Gosha bagimu, kau memilih tempat salah untuk mati!" Nami berkata tajam. Memasang kuda-kuda, mengangkat pedang sejajar dengan dada, menggenggam hulunya dengan kuat.

Gosha Hitam mengayunkan tombak, Nami melompat ke samping. Pedang Tanduk di tangannya bergerak anggun, penuh tenaga, menghentak landai ke kanan dan ke kiri. Tumbukan pedang dan tombak memercikkan nyala. Nami menyerang dengan pasti ke arah lawan, yang bertahan sangat baik menggunakan tombak. Tangan Nami bergerak cepat dan kuat merangsak garis pertahanan musuh.

Satu titik membuat Nami berhenti, Gosha Hitam berbalik memainkan senjata. Menyerang tajam, membuat Nami harus berhati-hati dan bertahan. Tombak terayun ke arah bawah tubuh Nami yang melompati dinding, senjata lawan menyambutnya saat tubuh Nami mengikuti gaya tarik bumi ke bawah.

Tombak itu hampir menyasar leher.

Tranggg!

Pedang Dahat Milind menampiknya. Dengan mata tertutup, Milind menangkis satu serangan tombak yang hampir menghabisi Nami.

"Kita lindungi Gosha!" perintah Milind.

Nami mengangguk.

Pasukan hitam tak tinggal diam melihat pemimpinnya menghadapi Milind dan Nami. Sigap, Milind dan Nami bersama membabat para penyerang. Namun, serangan Gosha Hitam benar-benar tak dapat diabaikan.

Milind membuka mata.

Tangan kirinya meraih sabuk Nami, menariknya mendekat menunggang angin.

"Beri tahu aku, letak musuh!" perintah Milind.

Nami teringat pertarungannya bersama Panglima Kavra di gerbang Girimba.

Kanan, naik. Kiri, samping. Kanan, bawah. Kiri, samping. Mata Nami menjadi penunjuk gerakan Milind yang gencar mengarah ke arah Gosha Hitam.

"Aku tak punya urusan denganmu, Wanawa! Tapi kalau kau memaksa, terpaksa kuhabisi juga!" bentak Gosha Hitam.

Tombak Gosha Hitam sangat lincah menghadapi pedang Dahat dan Tanduk. Walau demikian, ia kerepotan menghadapi dua sosok yang bertarung dengan sangat mahir. Milind mulai dapat lihai meraba pergerakan lawan, tak bergantung sepenuhnya pada Nami. Saat Milind menyerang dari arah atas menggunakan tunggangan angin, Nami menerjang dari arah bawah.

Heaaaaggh!

Nami berteriak lantang, meluncurkan tendangan yang mengenai kaki. Pedang Tanduknya melayang ringan ke arah betis lawan.

Eiiiiirrrrh.

Musuh tersungkur kesakitan, mencoba bangkit dengan tombak tertancap di tanah. Melihatnya berlutut, Nami bersemangat menyerangnya. Kerepotan, musuh mencoba bertahan dengan tombak sementara satu kakinya terluka dalam.

"Matilah kau, Gosha palsu!" teriak Nami.

Milind tertegun. Ia tak dapat melihat seperti mata Nistalit, tak mampu menebak siapa musuh yang sedang dihadapi. Hanya dapat dirasakan, pemilik tombak adalah sosok berkemampuan tinggi. Mendengar nama yang diteriakan Nami, Milind terkesiap. Pedang Dahatnya meluncur cepat menahan laju serangan Nami.

Milind berdiri antara Nami dan Gosha Hitam.

Pedang Tanduk dan pedang Dahat beradu kini. Suara gesekan keras ibarat logam beriris logam, percikan meletik seolah ledakan kilat sebelum guntur. Nami berusaha keras menembus pertahanan Milind, demi menghabisi Gosha Hitam. Satu serangan Nami berhasil mengenai telapak tangan musuh, membuatnya berteriak tertahan. Milind berteriak marah, membuat Nami kebingungan.

"Hentikan, Nistalittt!" bentak Milind murka.

"Dia akan membunuh Panglima Gosha!" teriak Nami tak mengerti. "Mengapa Tuan melindunginya?!"

Gosha Hitam terdiam, menahan sakit, dan kebingungan.

"Gosha keparat!" bentak Nami. "Aku akan menghabisimu seperti yang kulakukan pada Sin Hitam dan Janur Hitam!"

Gadis itu bergerak maju, mengayunkan pedang sekuat tenaga. Milind, menahan serangan, menyodok keras pinggang Nami dengan hulu pedangnya hingga gadis itu terpental jatuh.

Tanpa dapat melihat lawan, Milind berkata tegas, "Kau, Gosha Hitam! Aku bisa membunuhmu walau tak melihatmu! Pergi dan bawa pasukanmu sebelum kuhembuskan mantra untuk membakar kalian semua!"

Nami bangkit, bertelekan pada pedang Tanduk. Melihat ke arah Gosha Hitam yang tampak menahan amarah dan sakit.

"Kau tak akan lepas dariku, Gosha Hitam!!!" teriak Nami, tak peduli perkataan Milind.

Milind melepaskan tendangan ke arah Nami, merebut pedang Tanduk kembali. Dengan dua pedang di tangan, Milind memejamkan mata.

"Kedua pedangku bermata, Gosha Hitam," bisik Milind. "Kuampuni kau kali ini! Bawa pasukanmu pergi! Sebelum kuhabisi kau dengan sabetan kedua pedangku!"

Terdengar gumaman dan gemuruh tapak kaki berlapis pasukan mundur. Gosha Hitam, menghilang perlahan dipapah para prajuritnya.

"Hamba hampir mengalahkannya!" Nami mendekat ke arah Milind, kecewa.

Milind menyarungkan kedua pedangnya, menatap lurus ke depan, tak mempedulikan gadis di sisinya.

"Di Girimba, aku yang memberikan perintah, Nistalit," dingin suara Milind.

Suara rintihan Sindu dan panggilan Gosha membuyarkan perselisihan Milind dan Nami.

Gerbang Aswa seketika dipenuhi uap kematian yang suram dan berbau masam.

❄️💫❄️

Sindu terluka cukup dalam. Punggungnya tergores luka tombak. Kemampuan menyembuhkan luka sendiri tak dapat digunakan melawan pasukan hitam, hanya sejenak mengering, lalu lukanya kembali terasa sakit.

Para prajurit saling mengobati satu sama lain.

"Biarkah hamba mengobati luka Hulubalang," Nami berkata.

Walau Sindu terlihat malu, ia tak dapat menolak pereda sakit. Nami mengambil serbuk dari tabung kecil di balik pakaian, menaburkan ke luka yang menganga di punggung Sindu. Menutup luka dengan daun dewa, membebatnya dengan kain bersih. Hal yang sama dilakukan Nami pada kaki Sindu. Gosha menyediakan tempat khusus di selasar biliknya bagi Nami dan Sindu.

"Kau terluka, Nami?" Gosha tampak mendekatinya.

Nami mengatupkan tangan, memberi hormat, "Hamba tak mengapa, Panglima."

Gosha menolak panggilan panglima, menyuruh Nami bersikap biasa.

"Kau terlihat sangat lelah," Gosha menatapnya khawatir. "Kau harus beristirahat."

Baru disadari Nami, bahwa ia nyaris tak sempat bernapas. Meski tubuhnya hanya menderita goresan luka sedikit tak berarti, seluruh sendi terasa remuk redam. Rambutnya berantakan, keringat membasahi dahi dan leher.

Sindu berbaring di dipan kayu berukir, ruang khusus tempat Gosha menerima tamu. Ia terlihat menahan sakit dan lelah, hingga tertidur sesaat. Nami menyandarkan tubuh dan kepala sejenak ke dinding. Melepas penat, walau mencoba tetap tersadar.

Milind dan Gosha segera meninjau prajurit dan keamanan gerbang Aswa di Girimba. Gosha mempergunakan kesempatan itu untuk bertanya banyak hal.

"Kau bertengkar dengan Nami," Gosha menyelidik. "Apa yang kalian perselisihkan? Kudengar namaku disebut-sebut. Gosha palsu? Apa maknanya?"

Milind terlihat gundah, "Ya. Nami berteriak memanggil nama Gosha palsu, menyebut musuh."

"Kenapa tak kau biarkan ia membunuhnya?" Gosha bertanya.

"Aku tak ingin kau celaka," Milind menjelaskan. "Menurut Kavra, setelah Sin Hitam dan Janur Hitam mati, tubuh mereka melemah. Kutebak, Nami melihat bayang palsu dirimu."

"Kau percaya Kavra?" Gosha membelalakkan mata.

"Demi Penguasa Langit, Gosha! Percayalah padaku! Aku akan menempuh jalan apapun untuk melindungi dan menyelamatkanmu!"

"Kau harus menjelaskannya pada Nami," Gosha berkata pelan. "Aku tak ingin ia salah sangka."

Milind terdiam. Gosha mendorong Milind untuk menjelaskan secara jujur. Enggan, Milind mengikuti langkah Gosha menuju bilik tempat Sindu beristirahat. Di depan pintu, terdengar percakapan pelan.

"Nami, bangunlah!" suara Sindu berbisik mendesak dan khawatir.

Lenguhan Nami menggambarkan kelelahan dan kesadarannya yang setengah tertidur.

"Fajar menjelang," Sindu berkata. "Kau harus segera menggantikan Jawar!"

Milind dan Gosha berpandangan. Terdengar desah napas Nami melawan keletihan yang sangat.

"Pedang hamba," desah Nami, "…hamba tak punya pedang lagi. Apakah boleh meminjam pedang Hulubalang Sindu?"

"Jangan!" Sindu berkata. "Jangan sampai Jawar curiga! Mintalah pada Putri Yami pedang yang baru. Carilah alasan apapun tentang pedangmu."

Percakapan diucapkan berbisik, sebelum Nami melangkah perlahan, ke luar. Nami membuka pintu, kepenatan membebani mata dan tubuhnya. Ia menutup pintu bilik di belakang punggung. Sesuatu menyengat kesadarannya hingga seluruh kantuk menghilang.

Milind dan Gosha berdiri di sana, menatapnya penuh selidik.

❄️💫❄️