Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 225 - ●Prajurit Nami (3) : Ujian dan Pelatihan

Chapter 225 - ●Prajurit Nami (3) : Ujian dan Pelatihan

Tiga purnama penuh dilalui Nami secara diam-diam. Pagi hari hingga senja dipenuhinya tugas menjaga bilik putri. Malam hari, dibantu Jawar ia akan menyelinap menuju istana Giriwana. Rangkaian ujian yang dilepaskan Vanantara berhasil dijalani dengan waspada dan hati-hati. Ujian itu bukan saja sulit, tapi juga membuat hatinya bertanya-tanya : apa sebenarnya tujuan utama Wanawa memintanya melakukan ini semua?

Seringkali, Nami tak memiliki waktu untuk beristirahat, kecuali sedikit waktu baginya untuk menyandarkan tubuh di bilik pelatihan. Saat-saat seperti itu, ia merindukan Jalma yang akan memeluknya. Mendengar semua cerita-ceritanya. Jalma pasti dapat menjelaskan mengapa ujian yang digelar Vanantara terdengar sangat tak masuk akal.

❄️💫❄️

"Lakukan lagi!" perintah Garanggati.

Tubuh Nami bukan saja basah kuyup keringat. Sendi-sendi serasa bergeser. Kakinya seolah membengkak sebesar batang kelapa. Garanggati, yang telah menjadi pandhita, dulunya adalah panglima. Ajarannya lebih dalam dibandingkan kata-kata Hulubalang Janur dan Sin, tapi pelatihannya lebih kejam dibandingkan Janur dan Sin.

"Lelah, Nistalit?" tanyanya, seolah iba.

Nami mengangguk, gemetar.

"Berarti kau perlu menambah latihanmu," ucapnya tenang. Memberi tugas lebih panjang, lebih berlipat, lebih tak kenal ampun.

Ingin menangis rasanya. Bagaimana ia kembali ke bilik putri dan mengerjakan tugas bila malam hari sekujur badannya kelelahan seperti itu?

"Kau ingin mundur?!" tantang Garanggati.

Nami menahan napas, ingin mengiyakan.

"Berarti tiga janji Baginda Vanantara tak akan berlaku untukmu. Pikirkan! Dengan tiga janji paduka, kau bisa memilih permintaan yang belum pernah dilakukan seorang Nistalit. Bahkan, Pasyu dan Akasha pun belum tentu punya kesempatan baik ini!"

Dada Nami berdebar. Tiga janji untuk tiga permintaan. Bahkan benaknya tak berani membayangkan. Satu keinginan besar yang telah terlintas adalah : pemukiman bagi Nistalit. Impian yang telah lama didambakan mereka bersama Jalma. Impian yang dititipkan Suta sebelum kematiannya. Impian yang selalu dibicarakannya saat duduk bersama Soma dan Dupa.

Hanya perlu mengulangi berkali-kali perintah Garanggati : berlatih lebih keras. Berjuang lebih banyak. Yang diminta Garanggati hanya mengayunkan pedang sebanyak ribuan kali, ke batang-batang raksasa yang menjulang di bilik pelatihan.

"Lakukan terus, sampai pedang itu menjadi tanganmu. Sampai lancar seperti air mengalir dari celah jemarimu!"

Hanya perlu melatih tendangan, pukulan, kuda-kuda sebanyak ribuan kali.

"Sampai tangan dan kakimu punya mata, hingga mengetahui arah datangnya serangan musuh!"

Hanya perlu melatih semedi dengan bersila, berdiri, berendam, berbaring.

"Sampai kulitmu dapat merasakan pergerakan mencurigakan di sekelilingmu!"

Waktu jeda dipergunakan Garanggati untuk mengajarkan Nami berbagai aksara Akasha dan simbol-simbol yang selama ini tak diketahui Nistalit. Tubuh Nami menolak, tapi pikiran gadis itu dipenuhi gairah. Ia selalu ingin tahu apa saja rahasia keunggulan dan keutamaan Akasha juga Pasyu. Dalam keadaan teramat lelah, hamparan-hamparan pengajaran Garanggati membuatnya dapat terjaga lebih lama.

"Pada dasarnya, aksara Akasha menggunakan simbol yang sama," jelas Garanggati. "Ada perbedaan dari Wanawa, Giriya, Gangika dan Jaladhi."

Garanggati membuat garis X yang besar pada hamparan kain warna gading di depannya, keempat ujungnya diikat dengan tali temali. Sebuah pena hitam yang dapat ditebalkan dan dihapus digunakan sebagai alat tulis. Dari simbol X, aksara Akasha memiliki irisan kemiripan: Wanawa banyak menggunakan V, Jaladhi banyak menggunakan < , Giriya banyak menggunakan >, Gangika banyak menggunakan ^. Maka sesuai urutan dari atas ke arah kanan, bawah dan kiri; aksara Akasha memiliki urutan simbol Wanawa di atas, Jaladhi di kanan, Giriya di bawah dan Gangika di kiri.

"Perhatikan Nistalit," Garanggati menjelaskan. "Simbol Akasha memiliki makna tertentu, berdasarkan urutan dari X. Giriya penguasa gunung misalnya, memiliki simbol segitiga di persenjataan, lambang, hiasan istana dan seterusnya. Aksaranya pun banyak menggunakan simbol yang mirip dengan simbol kerajaan. Simbol Gangika berupa dua garis berjajar, terletak di kiri X dalam aturan aksara Akasha. Simbol Jaladhi dua gelombang berjajar, terletak di kanan X. Jelaskan, apa maknanya."

Garanggati berusaha memancing pendapat Nami yang tengah berpikir keras.

"Dalam tata urutan X, = di kiri dan ≈ di kanan, menunjukkan Gangika dan Jaladhi memiliki hubungan erat. Sungai dan laut saling terikat. Saling mengisi dan bergantung," Nami pelan berkata.

Garanggati tersenyum, "Bagus."

Walau malam telah sangat larut, Nami tak ingin berhenti.

"Apa pendapatmu tentang kedudukan simbol Wanawa dan Giriya?" tanya Garanggati.

"Daun di atas gunung," gumam Nami, "hutan Wanawa tersebar di seluruh dataran tinggi dan rendah. Juga di atas gunung. Pepohonan hijau menanungi seluruh pegunungan wilayah Giriya. Seharusnya Wanawa dan Giriya bersahabat."

"Ya," Garanggati tampak muram. "Kau lihat? Justru yang seharusnya terikat erat, sekarang berseteru."

Garanggati menarik garis antara Wanawa dan Giriya, antara Gangika dan Jaladhi. Kerajaan yang seharusnya bersahabat, sekarang justru berselisih.

Pelajaran aksara Akasha dan simbol-simbolnya benar-benar memabukkan Nami. Ia bahkan rela menambah waktu pelatihan bila diberikan kesempatan untuk belajar lebih lama. Hari demi hari, pekan demi pekan, purnama demi purnama dihabiskannya dengan tekun untuk menyimak dan mengulang apapun pelajaran yang diberikan Garanggati. Sang pandhita penjaga pusaka, menjadi salah satu guru terbaiknya setelah Janur dan Sin. Bahkan, boleh dikata, Garanggati jauh melampaui kemampuan kedua hulubalang utama Wanawa dan Gangika. Tentu saja!

"Apakah hamba juga akan memelajari bahasa Pasyu?" tanya Nami suatu saat kepada Garanggati.

"Pandhita kami menguasai banyak bahasa dengan baik," ucap Garanggati. "Walau tentu, bila belajar aksara dan simbol Pasyu, kau harus berguru langsung pada ahlinya."

"Apakah …hamba juga akan memelajarinya?" tanya Nami bergairah.

"Ya."

"Siapa yang akan mengajari hamba?" tanya Nami ingin tahu dengan mata berbinar.

"Paduka Vanantara sendiri yang akan mengajarimu."

Nami seketika bungkam mendengarnya.

Garanggati menatapnya penuh selidik.

❄️💫❄️

Nisha tiba di bilik peristirahatan Milind di malam hari.

Sang putri gelisah, dengan raut pucat yang dipenuhi tanda tanya.

"Milind, maafkan aku. Tak pantas aku mendatangimu seperti ini," wajah Nisha dipenuhi rasa malu sangat.

Milind tersenyum penuh pengertian. Ia menyadari, Nisha bukan bermaksud kurang ajar mengunjunginya malam hari, saat ia sudah menanggalkan pakaian panglima dan bersiap istirahat.

"Putri Nisha, mengapa sungkan? Hamba bersiap membantu Yang Mulia kapan pun," Milind berkata menenangkan.

Ia mempersilakan Nisha duduk.

"Aku…," Nisha menarik napas panjang, "aku tak dapat bertukar pikiran dengan Ayunda Yami sekarang. Ia sangat sedih dan sering menyendiri. Ayahanda pun terlalu banyak pikiran setelah Mandhakarma menyerang kita. Aku tahu, kau pun nyaris tak beristirahat."

Milind menyimak baik-baik.

"Ada yang ingin kutanyakan padamu," tanya Nisha hati-hati.

"Silakan, Putri."

"Apakah kau meminta Jawar mengawasiku di malam hari?" bisik Nisha.

Milind mengerutkan kening. Seingatnya, ia memerintahkan Jawar untuk selalu menjaga dan mengawasi istana utama di Giriwana.

"Hamba tidak pernah memerintahkan Jawar apapun," tegas Milind. "Bilik putri sepenuhnya berada dalam tanggung jawab dan pengawasan Putri Yami."

Alis Nisha naik.

"Ohya," Nisha mengangguk tetiba. "Ahya, bodohnya aku!"

"Kenapa? Adakah yang salah?" Milind bertanya ingin tahu.

Nisha tertawa kecil, mengejek kecerobohannya sendiri, "Mungkin karena Ayunda Yami sedang banyak pikiran dan tak mampu mengelola keamanan bilik putri, maka ayahanda memerintahkan Jawar. Selama satu purnama ini, kuamati Jawar diam-diam tanpa sepengetahuannya. Awalnya aku tak curiga, lama-lama terasa aneh saja. "

Milind menarik napas panjang. Seharusnya Baginda Vanantara menghubungiku, pikirnya.

"Putri sudah bertemu Jawar dan meminta penjelasannya?" tanya Milind.

"Tidak. Melihat gelagatnya yang mengendap-endap seperti itu, aku pikir ia kemari tak ingin diketahui."

"Mengendap-endap?"

"Ya."

"Bilik putri berada dalam tanggung jawab Putri Yami sepenuhnya dan Putri Yami menyerahkan pengawasan pada Prajurit Nami. Apakah Putri Nisha telah bertanya pada Prajurit Nami?"

Nisha menatap Milind, kebingungan.

"Apakah kau tak tahu, Milind, semenjak Jawar mengawasi bilik putri, aku kesulitan menemukan keberadaan Nami?"

Milind terbelalak sesaat. Menarik napas panjang.

Ia menunduk, memejamkan mata. Bayangan Mandhakarma, pelatihan belasan ribu prajurit, pengangkatan puluhan hulubalang, keselamatan seluruh rakyat Akasha dan Pasyu, juga bagaimana keselamatan para raja; membebani pikirannya. Sebagai panglima, ia tidak hanya memikirkan Vanantara. Entah mengapa, batinnya diliputi kerisauan membayangkan Nadisu banna Gangika, Araga banna Giriya dan Jaladri banna Jaladhi.

Laporan Nisha benar-benar mengusiknya.

❄️💫❄️