Kehadiran Vanantara sejenak di istana Girimba bukan sekedar melepas kerinduan. Satu perintah rahasia dilepaskan. Hanya segelintir pihak yang mengetahui rencana sang raja, dengan aturan mutlak tak satupun diizinkan membocorkan.
❄️💫❄️
Nami sama sekali tak menyangka akan terlibat dalam perintah rahasia yang tak boleh diketahui siapapun. Ia sering merasa kesulitan dengan kewajibannya sebagai pengawal bilik putri. Tugas berat, tekanan perasaan yang juga hebat. Teman-teman Nistalit menganggapnya melupakan ikatan persaudaraan, para prajurit Akasha melemparkan pandangan meremehkan. Sering didapatinya pandangan Dupa dan Soma berbeda terhadapnya.
Walau Soma mengabdi pada Gangika, bukan sekali dua kali hadir di Girimba mendampingi kepentingan Hulubalang Han. Dupa, yang berada di Girimba namun jarang bertemu Nami, melontarkan pandangan aneh tiap kali bertemu dengannya. Pengabdian Nami pada putri-putri Wanawa telah menciptakan jurang perbedaan dengan Dupa dan Soma. Bila ia melangkah lebih jauh sebagai Nistalit pengabdi Akasha, bisa jadi ikatan itu benar-benar terputus.
Sekarang, keadaan semakin membuatnya sulit.
Perintah Yami tak terbantahkan. Jawar membawanya diam-diam ke Giriwana, menemui Vanantara.
"Selamat datang di Giriwana, Nistalit," Jawar membuka penutup mata Nami. "Kau siap?"
Nami mengerjapkan mata, merasa bingung dan tegang. Yami memerintahkannya secara tertutup untuk mengikuti apapun petunjuk dari Jawar. Di sinilah ia sekarang, dengan bantuan Jawar menunggang angin tiba di istana Vanantara.
Istana Wanawa milik Vanantara jauh lebih megah dan menakjubkan dibanding istana kedua miliknya di Girimba. Jalan-jalan istana, pilar-pilar penopang, atap dan segala hiasannya. Dinding dipenuhi ukiran kayu rumit nan indah, dengan simbol yang menggambarkan perjalanan para raja dan bangsawan pendahulu. Prajurit penjaga istana berpakaian hijau, dengan hiasan keemasan pada sabuk dan ikat rambut.
Malam telah tiba.
Lampu-lampu kristal ukuran besar menyala, dalam wadah berukir yang terbuat dari mahkota teratai yang telah dimantrai dan dipadatkan.
Gerbang kayu kupu-kupu berwarna coklat berkilap dengan pelapis dan pelindung berpahat zamrud, menandakan ruang paling istimewa. Jawar mempersilakan Nami masuk. Sekujur tubuh Nami terasa tak dapat digerakkan, rasa takjub dan takut tumpang tindih memenuhi benak.
❄️💫❄️
Vanantara berdiri di sana. Bahkan Nami tak diberi kesempatan lebih jauh untuk menenangkan diri. Pertanyaan demi pertanyaan Vanantara menghujam, menguliti segala keyakinan Nami.
"Yami mengangkatmu menjadi prajurit penjaga. Apa alasanmu menerimanya?"
Nami menelan ludah. Apa ia sejatinya pernah punya alasan dalam melakukan sesuatu? Segalanya terpaksa dilakukan. Terpaksa melarikan diri dari Giriya. Terpaksa menghamba di Gangika. Terpaksa menyelamatkan diri ke Girimba. Terpaksa menjadi budak, buruh, dan sekarang prajurit rendah Nistalit.
"Ada banyak alasan mengapa kau ingin melakukan sesuatu," Vanantara memancing. "Pertama, mengharapkan imbalan. Kedua, ingin mendapatkan kedudukan. Ketiga, ingin mengesankan seseorang. Kau, Nistalit, pilih yang mana?"
Nami tak mampu menjawabnya.
Berhadapan dengan Vanantara benar-benar membuatnya tak mampu berpikir. Kedudukan memalukan Nistalit dan kemuliaan raja Akasha telah menjatuhkannya pada tempat terendah. Rasa percaya diri dan keberanian luluh lantak.
"Kau tak harus menjawab secara cepat. Aku beri waktu beberapa hari untuk menimbang dan menjawab semua pertanyaanku," Vanantara menjelaskan. "Tapi, ada beberapa ujian yang akan kau lalui."
Ujian, Nami menyimak. Punggungnya basah berkeringat. Apa sesungguhnya yang direncanakan Raja Vanantara? Setelah mengabdi para Putri Yami, apakah sekarang kedudukannya meningkat melayani raja? Nami tak dapat membayangkan seburuk apa nasibnya jika tak memenuhi harapan atau bahkan tak melakukan yang diinginkan.
"Yang Mulia," Nami berucap, memberi hormat sembari tetap mengikuti.
"Kau hanya bicara jika diperintahkan!" bentak Vanantara, tetap berjalan, tanpa menoleh.
Di belakangnya, Nami terhenyak, mengangguk patuh. Selang beberapa saat, Vanantara berkata.
"Apa yang ingin kau katakan, Nistalit?"
"Hamba merasa bersalah meninggalkan Putri Yami dan Putri Nisha, Paduka."
"Sepanjang kau di sini, Jawar akan selalu menggantikanmu."
Nami menelan ludah.
Selalu?
Apakah ini berarti kunjungannya ke Giriwana lebih dari sekali?
Vanantara memerintahkan Nami mengikutinya.
Mereka tiba di bilik lebih dalam.
Selasar luas, dengan beberapa pintu yang dihiasi kain tirai melambai tipis warna hijau tua bersulam di tepian. Di tiap pintu, prajurit berpakaian lengkap siap dengan pedang di pinggang. Vanantara melepaskan jubah terluarnya, disambut oleh prajurit dan pelayan khusus. Nami tertegun, tak mampu melangkah lebih jauh, tapi berhenti di tempat juga terasa salah. Ia menarik napas panjang, berat hati mengikuti langkah Vanantara. Sejauh ini, tak ada yang menghentikan.
Jawar berhenti di pintu terluar.
Nami diperintahkan mengikuti terus hingga ke dalam. Degup di dada terasa bertalu-talu. Apakah ini salah satu ujian yang dimaksudkan sang raja?
❄️💫❄️
Sepertinya, bukan bilik utama sang raja.
Vanantara menyuruh Nami menunggu di selasar bilik, sebuah jalan lapang berlapis permadani kehijauan. Pilar-pilar tinggi berukir dengan tirai-tirai lembut menjadi pemisah antara satu ruang tanpa pintu dengan ruang lainnya. Nami duduk berlutut di bawah, sementara Vanantara lenyap sejenak.
Nami menunduk, menunggu.
Bersemedi, berusaha menenangkan hati. Apapun yang terjadi, ia hanya menginginkan kebaikan bagi semua. Tak pernah terbersit dalam diri untuk mencederai Akasha atau pun Pasyu, kecuali bila terpaksa membela diri seperti peristiwa gua air terjun yang menewaskan seorang pangeran Vasuki. Tak pernah terbersit pula untuk mengkhianati Nistalit. Di benaknya, selalu terpikir bagaimana Nistalit dapat hidup lebih layak, suatu saat nanti.
Vanantara hadir lagi.
Nami merasakan kehadirannya, namun tak berani mengangkat wajah. Aroma lembut bunga dan dedaunan hadir bersama lambaian lembut jubah sang raja.
"Apakah kau menyukai Milind, Nistalit?"
Terkejut. Terhenyak. Pertanyaan yang dilontarkan tetiba jauh dari yang diduga. Nami tak menjawab, hanya menunduk.
"Aku dapat melihat lintasan hati dan benakmu : apakah kau menyukai Milind?" tanya Vanantara tegas.
Nami membungkuk, mengatupkan tangan, memberi hormat dalam.
"Hamba sangat menghormati Panglima Milind banna Wanawa," ucap Nami bergetar.
"Yang kutanyakan ; apakah kau menyukainya?"
Dahi Nami berpeluh. Ia tak mengubah sikap hormatnya dari berlutut, menunduk, mengatupkan kedua belah tangan. Tak bisa menjawab baik jujur ataupun bohong. Yang dapat dilakukannya adalah diam membisu.
"Baik," Vanantara menjawab pertanyaannya sendiri. "Kusimpulkan, kau menyukainya."
Nami menghela napas.
"Apakah kau jatuh cinta padanya karena ia seorang panglima dan memiliki paras menawan?"
Nami merapatkan dagu ke arah dada, semakin tak dapat menjawab.
"Angkat wajahmu dan lihat aku! Jawab pertanyaanku!"
Nami melakukan yang diperintahkan dan hampir saja terjengkang melihat sosok di hadapannya.
❄️💫❄️
Nisha mendekati Yami di bilik putri. Hari telah larut dan ia masih mendengar kakaknya memainkan dawai alat musik demi mengusir kegundahan.
"Ayunda Yami," ucapnya prihatin. "Aku sangat sedih mendengar tentang Panglima Gosha."
Yami hanya tersenyum, terus tenggelam dalam permainan musik petiknya.
Nisha duduk di depannya. Wajah Yami terlihat sendu diliputi mendung kesedihan, walau tak mengurangi nilai kecantikannya sedikitpun. Mereka berdua menikmati alunan yang membawa suasana hati tenggelam dalam tangisan tanpa suara.
"Aku merasa, akan berjalan dalam kehidupan ini sendirian," gumam Yami.
"Ayunda! Ada aku, ada ayahanda dan seluruh rakyat Wanawa," tukas Nisha. "Seluruh prajurit dan bangsawan setia padamu. Kau tak akan sendirian."
Yami tersenyum, memejamkan mata, jemari lentiknya tetap bermain. Sebutir air mengalir perlahan di ujung mata.
"Apakah Ayahanda akan menerima Gosha apa adanya?" bisik Yami.
"Ayahanda mencintainya, seperti mencintai Milind," Nisha meneguhkan, walau ragu akan kata hatinya sendiri.
Yami adalah pewaris utama kerajaan besar Akasha Wanawa. Ia kelak akan menggantikan Vanantara menjadi raja. Apakah keadaan Gosha yang seperti sekarang akan menurunkan derajat Wanawa bila ia terpilih sebagai menantu Vanantara? Apakah para pandhita akan memberikan restu pernikahan Akasha dan Pasyu yang sulit didapatkan, terlebih keadaan Gosha bukanlah lagi seorang panglima tangguh seperti Milind, Kavra, Rakash dan Bahar? Ia pasti akan tersingkir dari pertemuan-pertemuan para panglima.
Tak sanggup membayangkannya, baik Yami atau pun Nisha. Yami memohon pada adiknya untuk dibiarkan sendiri. Demi memenuhi permintaannya, Nisha meninggalkan Yami tenggelam dalam buaian pikiran. Putri kedua Vanantara melangkah ke luar bilik, demi melonggarkan dadanya yang sesak sangat. Keindahan Girimba tak dapat menghibur. Ia harus menghirup udara sebanyak-banyaknya.
Dalam kelam, tertangkap bayang-bayang para prajurit Akasha dan Nistalit.
Sekilas sosok Jawar membuat keningnya berkerut, walau bayangnya segera hilang.
❄️💫❄️