Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 223 - ●Prajurit Nami (1)

Chapter 223 - ●Prajurit Nami (1)

Bahkan wangsa sakti Akasha dan wangsa perkasa Pasyu membenci peperangan. Walau prajurit kedua belah pihak adalah pasukan terbaik yang pernah ada di dunia, kekalahan dan kematian bukan hal mustahil.

Tak akan mudah mengalahkan pasukan Akasha, sebagaimana sangat sulit mengalahkan pasukan Pasyu. Mandhakarma telah mengubah sejarah wangsa. Diam-diam, wangsa Akasha membentuk pasukan Nistalit yang mereka ambil dari budak dan buruh. Gangika jelas-jelas secara terbuka menggunakan pasukan Nistalit. Wanawa mulai mengambil Nistalit yang melarikan diri, terutama dari Giriya dan sebagian dari Gangika. Setelah melihat keunggulan pasukan Nistalit Gangika dan Wanawa, mau tak mau Giriya mulai membentuk pasukan Nistalitnya sendiri. Tampaknya, hanya Jaladhi di lautan yang belum berpikir untuk membentuk pasukan Nistalit.

Sepanjang hari sepanjang malam selama banyak purnama, prajurit Akasha dan Nistalit bekerja keras berlatih dan terjun ke lapangan. Lubang-lubang pertahanan mereka telah mulai dapat dibobol oleh pasukan hitam, hanya mata awas Nistalit yang dapat melihat gerakan tersembunyi mereka. Dengan bantuan kelihaian pasukan Akasha, pasukan hitam dapat dipukul mundur dari wilayah-wilayah Akasha dan Pasyu. Tetap saja, ancaman rahasia Mandhakarma membuat para raja dan panglima tak bisa tidur.

***

Tiga putri duduk melingkar.

Kecantikan yang sempurna, walau wajah mereka dipenuhi beban pikiran.

"Panglima Gosha telah sembuh," Nisha berujar penuh syukur. "Inilah kabar paling bahagia setelah sekian lama."

"Aku juga sangat senang mendengarnya. Kudengar hari ini, Gosha akan ke Girimba," Calya mengangguk. "Aku tak tahu bagaimana harus berterima kasih kepada Paduka Vanantara dan Pandhita Garanggati."

Sebutir air bening mengalir.

"Melihatmu menangis, aku tak tahan, Calya," Yami berkata pelan. Jarak antara mereka dengan putri Pasyu Aswa telah luluh. Yami menganggap Calya sebagai adiknya yang lain. "Persahabatan Akasha Wanawa dan Pasyu Aswa sangat berharga."

Calya terisak, "Andaikan Ayahanda Raja Shunka masih ada."

"Paduka Raja Shunka hal Aswa adalah sosok terbaik raja Pasyu yang pernah kukenal," tegas Yami.

Mereka tengah menikmati hidangan sembari bercakap, ketika satu sosok anggun dan gesit mendekat. Mengatupkan genggaman tangan kanan dengan telapak kiri, sembari membungkukkan badan.

"Ya, Nami?" Yami mengangguk.

"Panglima Milind dan Panglima Gosha sedang mendekat. Harap Tuan Putri semua bersiap," Nami berucap jelas.

Ketiga putri berpandangan, tanpa sadar merapikan diri.

"Aku merindukan mereka," Nisha berkata lembut.

Nami mengangkat wajah sekilas, menatap paras indah Nisha yang dapat membungkam setiap mulut pemuda yang melihatnya. Kata-kata Nisha seperti sebuah isyarat akan kedekatan hubungannya dengan para panglima.

Di gerbang bilik putri, Nami bersama sepasukan kecil gabungan Akasha dan Nistalit memberi hormat.

"Aku rasa, bukan hanya aku yang sangat gembira dengan kedatanganmu, Gosha," Milind berkata sembari merentangkan tangan, mempersilakan Gosha masuk ke bilik pertempuan putri. "Ada banyak yang merindukanmu."

Suara Milind, dari jarak yang jauh pun dapat dikenali. Apalagi sedekat ini. Nami memusatkan perhatian penuh pada tugas yang diembannya.

Gosha, masih sama seperti dulu.

Rambut perak, wajah yang hangat dipandang dengan senyum bersahabat. Ia menatap Nami dan mengucapkan salam.

"Senang melihatmu, Prajurit Nami. Sejak pertama kali melihatmu, aku tahu, kau adalah sosok yang istimewa," puji Gosha tulus.

Wajah Nami memerah, membungkukkan badan, mengatupkan tangan.

"Panglima Gosha terlalu berlebihan," Nami berkata pelan.

Tanpa sadar, saat mengangkat kepala, mata Nami menelusuri sosok yang terlihat di belakang Gosha. Tak dapat menyembunyikan keterkejutan, sepasang mata Nami terbelalak tanpa dapat menyembunyikan perasaan. Sosok itu menyelipkan belati yang sangat dikenalnya.

Gosha mengamati Nami, menelisik arah pandangnya. Ia melihat ke belakang.

"Ahya, ini sedikit keterlaluan," Gosha menyimpulkan. "Aku cuma akan mengunjungi sahabatku Milind, tapi mendapatkan pengawalan seperti ini. Apa aku terlihat lemah?"

Nami menolak anggapan itu.

"Hulubalang Jawar, kau pernah melihatnya, bukan?" Gosha bertanya ke arah Nami sembari menyuruh Jawar bergerak maju.

Nami mengangguk, menelan ludah kering yang terasa mencengkram kencang tenggorokan. Bayang belati itu adalah milik satu sosok yang telah banyak menolongnya, sekarang bersanding dengan belati milik Jawar.

Hulubalang Jawar tersenyum sekilas ke arah Nami.

"Janur memberikan belati ini kepadaku," ucapnya pendek.

Ujung mata Nami panas, tak ada waktu panjang untuk membelai rasa. Ia segera mempersilakan para tamu agung untuk memasuki ruang pertemuan putri. Saat menutup gerbang pintu, sosok Jawar dan dua belatinya benar-benar mengganggu Nami.

❄️💫❄️

Milind tersenyum menatap betapa berbinarnya mata Yami, walau Gosha tampak berusaha menghindari tatapannya. Setelah basa-basi dan melepas kerinduan, percakapan berikut terbuka lebih mendalam.

"Paduka Vanantara dan Pandhita Garanggati telah mengerahkan kesaktian terbaik mereka," jelas Gosha. "Tapi tetap ada yang tak dapat diperbaiki. Apakah hamba dapat meminta bantuan Putri Yami?"

Milind menarik napas panjang. Yami menoleh sejenak ke arah Milind, tak mengerti.

"Hamba tak mungkin kembali ke Aswa," Gosha berkata pelan.

Calya membelalakkan mata. Mata bundarnya terlihat terkejut.

"Bagaimana mungkin, Gosha?" bisik Calya. "Mendengar kesembuhanmu, aku segera berpikir untuk kembali lagi ke Aswa, apapun yang terjadi. Cukup lama aku berlindung di Wanawa atas jaminan Paduka Raja Vanantara. Aku percaya kemampuan Jagra, tapi bersamamu sebagai panglima, aku lebih yakin memimpin Aswa."

Gosha memberikan hormat.

"Apa kau tak mendengar bahwa Raja Shunka telah wafat dan Ratu Laira yang berlindung dalam kubah telah diculik Raja Tala?" bisik Calya, menahan amarah dan kepedihan. "Apa yang menyebabkanmu tak bersedia kembali ke Aswa? Apakah sakitmu belum sembuh benar? Jika itu alasanmu, aku terima."

Gosha menarik napas panjang.

"Hamba sangat ingin kembali ke Aswa," Gosha menundukkan kepala, merenung sesaat, "tapi tak bisa."

"Kau butuh bantuanku dan pasukanku untuk kembali ke Aswa?" tanya Milind. "Aku akan mengantarkanmu sendiri."

Senyum lembut Gosha berusaha menutupi kehancuran dan kehinaan. Ia menoleh ke arah Milind, menatapnya tenang.

"Aku tak bisa mempergunakan sayapku lagi, Milind," Gosha menjelaskan. "Entah apa kesaktian yang dimiliki Tala, tapi hari aku mencoba menyelamatkan Raja Shunka dan bertarung dengannya, itulah hari aku kehilangan semua kemampuan terbaikku."

Milind memejamkan mata sesaat. Kedua tangannya terkepal kuat. Rahangnya terkatup rapat.

"Itulah mengapa hamba menghadap Putri Yami," Gosha memberikan hormat. "Hamba meminta izin tinggal di Girimba. Hamba tak berani menyampaikannya kepada Paduka Vanantara untuk berdiam di Giriwana. Beliau terlalu banyak pikiran. Lagipula, hamba akan jadi beban di Giriwana."

"Berhenti merendahkan dirimu seperti itu, Gosha!" Milind bergumam marah.

"Kau seorang panglima!"

"Bekas panglima," Gosha meralat.

"Kita akan cari cara mengembalikan kemampuanmu kembali!"

"Dengan cara apa, Milind? Aku sudah menerima diriku yang seperti ini. Aku bahkan menyadari bahwa kedudukanku akan sama seperti hulubalang atau prajurit biasa."

"Kau tak sama seperti mereka!" bentak Milind, nyaris menumpahkan minuman di cawannya.

Yami bergetar. Nisha kehilangan kata-kata. Calya menundukkan kepala.

Gerbang bilik ratu terbuka tetiba.

Nami berdiri di sana, menunduk hormat.

"Apa yang kau lakukan?!" bentak Yami, tampak kacau dan sedikit lepas kendali. "Kami sedang membahas hal penting. Seharusnya kau tahu diri, Prajurit Nami!"

Nami membuang napas perlahan, menahan rasa bersalah dan malu yang bergelombang. Tatapan mata para tamu agung menikamnya bersamaan.

"Yang Mulia Putri Yami," ucap Nami pelan namun jelas, "Baginda Raja Vanantara sedang menuju ke mari."

Yami dan semuanya tampak terkejut; walau berusaha mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Tak biasanya Vanantara mengadakan kunjungan mendadak seperti ini. Apakah ada yang perlu diperbincangkan terkait Gosha?

Nami menyingkir kemudian.

Mempersilakan sosok tegap dalam balutan jubah hijau bersulam yang memiliki gelombang dahsyat pengaruh hingga tanpa sadar semua prajurit menjatuhkan pandangan, tanpa berani mengangkat muka.

"Mengapa Ayahanda tak berkabar?" Yami tampak gugup sekaligus senang.

"Apakah aku harus melaporkan pada Milind jika rindu putri-putriku?" Vanantara tertawa pelan, memeluk kedua putrinya bersamaan.

Penuh rasa kasih, sang raja berjalan menuju Calya, menyentuh kedua pundaknya.

"Sekarang, aku pun merasa terhibur melihat Putri Calya yang seolah menjadi putri ketigaku," ucapnya.

Airmata Calya tanpa sadar mengalir. Lembut, Vanantara mengusapnya.

"Jangan bedakan Wanawa dan Aswa sebagai tempat tinggalmu, Putri Calya," ucap Vanantara.

Milind dan Gosha mengatupkan kedua tangan, memberi hormat yang dalam. Vanantara menatap semuanya dengan tenang dan bahagia. Tapi sorot mata penuh rahasia jatuh pada Putri Yami dan Hulubalang Jawar.

❄️💫❄️