Benteng Utara dan Timur Laut Aswa luluh lantak dalam gulungan hitam.
Serangan yang berikut mengarah ke titik pusat kekuatan Aswa : benteng utama. Bila benteng utama runtuh berikut istana raja dan ratu musnah diserang, nama besar Pasyu Aswa tinggal sejarah.
❄️💫❄️
Sembrani berlapis dipersiapkan.
Lapisan Sembrani pertama, kuda sewarna awan dengan sayap-sayap putih yang kepakannya dapat menimbulkan badai kekuatan angin. Panah-panah kristal terlontar dari sela-sela bulu di sayapnya. Logam berukir di kepala dan persendian menjadi pelindung pertahanan. Prajurit Aswa yang terbang di angkasa berbaris rapi dan kokoh bagai gelombang dahsyat menyapu kekuatan hitam.
"Saguna!" Gosha berteriak. "Bagaimana pertahanan Sembrani-mu?!"
"Lapisan bertama sedang bertarung, Panglima!"
"Kristal beracun yang disiapkan para pandhita, apakah berhasil?"
"Sepertinya demikian!"
"Baguslah!"
Gosha berpikir keras. Dalam pertarungan dahsyat sebelumnya, para prajurit Aswa dan telik sandi mengumpulkan bekas-bekas sisa pertempuran. Bau busuk dan anyir menunjukkan tingginya kadar racun yang disebarkan Mandhakarma. Senjata mereka belum pernah terlihat sebelumnya, tapi mirip dengan semua yang digunakan prajurit Akasha dan Pasyu : berbentuk tajam, runcing, seperti mata panah atau tombak. Ramuan berbisa sepertinya dilumuri di seluruh permukaan senjata. Licik, namun tak ada pilihan lain selain meniru serangan lawan.
"Mereka mengambil senjata-senjata kita dan melempar balik, menambahkannya dengan racun," Saguna menyimpulkan, beberapa waktu lalu.
Ketika Gangika mengadakan perayaan dan pesta perjodohan Kavra, Gosha dan Saguna mempersiapkan pertahanan terbaik Aswa. Ramalan Gosha bahwa Mandhakarma akan melakukan pergerakan, terbukti. Para pandhita dan cerdik pandai Aswa bekerja keras mengamati racun-racun Mandhakarma. Mencoba membuat hal serupa walau mereka tidak tahu, apakah upaya kali ini akan dapat memukul mundur musuh. Pertarungan di awal, sepertinya Sembrani Putih sebagai lapisan pertama mampu menahan gempuran.
Serangan Mandhakarma yang menyasar Aswa kembali, tampak tak mengejutkan sebagaimana serangan pertama dan kedua. Walau demikian, Gosha merasa musuh masih menyimpan kekuatan terbesar mereka. Sembrani Putih tampak berhasil bertahan dengan baik.
"Matilah, Keparat!" geram suara Saguna.
Ribuan suara panah kristal yang terbang serentak menuju gerbang Mandhakarma, ibarat siulan keras kematian yang menukik merampas nyawa. Tak terlihat mayat bergelimpangan, namun senjata Aswa dalam bubuhan racun yang serupa Mandhakarma tak dilontarkan kembali. Banyak titik berasap merah kehitaman menjadi jejak kerusakan.
"Panglima Gosha! Kita berhasil melumpuhkan mereka!" Saguna berteriak girang.
"Jangan cepat menarik kesimpulan," Gosha mengingatkan. "Mereka sulit ditaklukan dalam pertempuran sebelumnya. Mustahil kali ini kalah begitu cepat!"
"Kita terus menyerang?" tanya Saguna.
"Ya!" sahut Gosha. "Sampai mereka mundur dari wilayah Aswa seluruhnya!"
Saguna memerintahkan Sembrani Putih bertahan dan melontarkan kembali kristal-kristal dalam bubuhan racun.
Kembali, ribuan suara bersiut panjang dalam irama tunggal yang menakutkan melesat menuju gerbang Mandhakarma. Gelombang Hitam terbobol, terkikis, terkoyak cepat; bagian depan yang tampak seperti gerbang raksasa, luruh oleh serangan panah-panah kristal Sembrani Putih.
"Serang terus, Sembrani Putih!!" perintah Saguna.
Menggunakan kepakan sayap Sembrani secara bersamaan, mendorong panah-panah kristal terlontar dengan kekuatan berlipat yang melaju lesat menuju bagian-bagian penting Mandhakarma. Lebih kuat, lebih cepat, lebih mematikan dari serangan-serangan yang sebelumnya. Pasukan Sembrani Putih tampak menguasai pertempuran.
"Serang lagi, Sembrani Putih!!" teriak Saguna.
Terdengar raungan mengancam dari gumpalan awan hitam yang bagian depannya koyak oleh serangan prajurit Aswa. Raungan itu bergema, bergaung, memantul di antara awan-awan dan merontokkan keberanian. Bukan hanya menggetarkan jantung para prajurit, gema itu menimbulkan getaran udara yang menggoyang kedudukan para Sembrani Putih yang tengah berdiri sembari mengepakkan sayap.
"Sembrani Putih…waspada!!" teriak Saguna. "Aapppp…??!"
Barisan terdepan Sembrani Putih tetiba diserang makhluk hitam bersayap berukuran besar, terbang lincah dengan taring-taring tajam. Gigi, ekor dan cakar menikam mencabik kejam tubuh-tubuh putih bersayap yang seketika melolong. Sembrani Putih deret pertama tumbang dengan tubuh bersimbah luka, meluncur cepat menuju permukaan bumi.
Tiga makhluk besar berekor gada, merah mata mereka menatap puas rasa terkejut lawan dan menikmati hidangan maut yang memanjakan kesombongan. Gerakan berikutnya melahap maut lebih banyak. Sayap-sayap tajam, taring-taring mematikan, cakar-cakar berbisa; terayun dengan kecepatan mengejutkan memporak porandakan barisan Sembrani Putih.
Gosha menggertakkan geraham.
"Tala," benaknya cepat menyimpulkan. "Itu pasti dia dan pasukannya! Aku pernah melihatnya bertarung menghadapi Milind. Kalau mereka bisa menyemburkan api, Sembrani Putih tak akan bertahan lama!"
❄️💫❄️
Lapisan kedua, Sembrani warna keperakan dengan kekuatan yang jauh lebih dahsyat. Kepakan sayap, tendangan kaki, senjata yang dilontarkan sangat berbahaya. Panah kristal dan tombak kristal dapat menghancurkan musuh dalam sekali serangan. Saguna memimpin semua kelompok Sembrani, tampak kalut dan kacau, menunggangi salah satu Sembrani terkuat.
"Saguna! Tahan dirimu!" Gosha mengingatkan.
Wajah Saguna tampak pucat.
"Jangan takut!" Gosha menguatkan. "Kau seorang panglima muda!"
Saguna menarik napas. Berusaha menguasai diri.
"Mereka memang mengerikan," Gosha tak memungkiri, "dalam setiap pertarungan, siapapun dapat menang. Kita pun bisa!"
Saguna mengangguk.
"Segera amati lawan, cari titik kelemahannya!" Gosha memerintahkan. "Masih ada Sembrani Kristal yang akan membantumu selain Sembrani Perak! Aswa adalah yang terkuat di angkasa!"
Gosha, dalam wujud kuda bersayap, menatap Saguna yang tampak gagah di atas sembrani tunggangannya. Saguna melesat, menghampiri pasukan Sembrani Perak, lapisan kedua yang akan mati-matian mempertahankan benteng pusat Aswa.
❄️💫❄️
"Paduka Shunka," Gosha melipat sayap, beralih rupa ke wujud Apasyu yang menyerupai Nistalit. "Paduka dan Putri Calya harus berlindung di dalam kubah."
Shunka menatap dari dalam istana ratu, Gelombang Hitam yang dihadang oleh para prajurit bersayap putih. Di sisinya, Ratu Laira terbaring dalam kubah yang mulai berwarna kelabu menghitam.
Gosha memberikan hormat yang dalam.
"Hamba akan menjaga kubah Ratu Laira," Gosha berjanji.
Shunka mengenakan jubah raja lengkap, tepat persis seperti yang dikenakannya ketika diangkat sebagai raja Aswa. Gosha bingung dan sedih memandangnya. Seolah kejayaan Shunka sebagai raja akan berakhir sebentar lagi.
"Gosha, Panglimaku," Shunka berkata tenang, "biarkan aku yang menjaga Laira. Ia istriku, sosok yang paling kucintai."
"Hamba berjanji akan membawa kubah Ratu Laira ke tempat perlindungan Paduka."
Shunka menggeleng, "Aku tak akan berpisah sejenak pun dengannya."
"Paduka?"
"Gosha! Kaulah yang harus mematuhi perintahku!" Shunka membentak pelan. "Simpan usia panjangmu yang masih bernilai beberapa ratus tahun, untuk dirimu dan Calya."
Mata Gosha terbelalak.
Shunka berjalan mendekati jendela. Biru langit jernih dan kemilau awan adalah perpaduan paling ajaib yang pernah dilihat mata. Sekarang, warna hitam, kelabu dan merah memenuhi setiap sudut. Merusak keindahan, merampas kedamaian.
"Aku melihat kehancuran wangsa Pasyu," gumam Shunka. "Aku melihat keberadaan Aswa terancam."
"Hamba tak akan membiarkannya, Paduka!"
"Harus ada yang selamat dari Aswa!" Shunka memotong pembicaraan Gosha. "Kau harus menyelamatkan Calya. Kalau putriku membutuhkan usia panjang, ia lebih berhak daripada aku dan Laira."
Gosha berdiri tegang. Kecamuk pikiran marah, tak berdaya, ketakutan dan kebencian membelenggu langkahnya untuk bertindak.
Shunka mendekati Gosha, menepuk pundaknya.
"Kuberikan kau restu, Gosha, jika kau ingin menikahi Calya. Jagalah wangsa Pasyu Aswa agar lestari lebih lama lagi. Jika bisa, kau harus bertahan hingga ribuan tahun ke depan."
Ribuan tahun!
Milind berharap ia berusia ribuan tahun.
Raja Shunka berharap ia mampu menjaga Aswa hingga ribuan tahun.
Bagaimana harus bertahan hari ini, masih harus dipikirkan.
"Kau harus menyelamatkan Calya! Cepat!" bentak Shunka. "Kau dan Calya adalah masa depan Aswa. Aku dan Laira telah menjadi masa lalu bagi wangsa ini!"
Shunka mengangkat kedua belah telapak tangannya, mengucap mantra, mendorong Gosha ke luar dari bilik ratu. Pintu terkunci kuat dan rapat. Di luar bilik, Calya berdiri mematung dengan wajah pucat pasi.
Gosha merasakan napas demikian panas memenuhi dada. Matanya berpaling ke arah bilik ratu dan bilik raja yang berseberangan, latar belakang pertempuran Sembrani dan Mandhakarma, Calya yang berdiri ketakutan tak berdaya. Dalam kekacauan keadaan, perintah Shunka terpatri kuat. Secepatnya, Gosha menyambar Calya dan membawanya terbang menjauhi arena pertempuran.
❄️💫❄️