Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 153 - ●Pusaka Para Wangsa (7) : Ingatan Tala

Chapter 153 - ●Pusaka Para Wangsa (7) : Ingatan Tala

Masa muda yang penuh madu.

Hadir dalam perjamuan, membaca lembar-lembar lontar para pandhita yang memberikan wejangan bijak berikut kisah-kisah ajaib, berlatih ilmu kanuragan. Bela diri, tenaga dalam, mantra pelindung, pengobatan, laku tirakat hingga taktik perang. Tak lupa, seni musik dan bagaimana cara bernyanyi yang baik.

Para bangsawan senang berpesta, menyantap hidangan sembari menikmati hiburan. Akasha adalah penyumbang keindahan, sementara Pasyu lambang kekuatan. Masa depan penuh warna pelangi terbentang, setiap hari adalah nektar bunga dan lantunan melodi surga. Rasanya, jalan setapak menuju kehidupan abadi terhampar di bawah pijakan kaki.

Lalu, ia hadir.

Gadis bangsawan berambut perak, dengan mata berbinar dan senyuman merekah saga. Tebal lengkung alisnya, lebat bulu matanya. Begitu lebatnya hingga ketika berkedip, seolah mengantuk. Suara paling merdu yang pernah didengar, melebihi kemerduan biduan paling tenar di kerajaan. Halus tutur kata, lembut perilakunya, santun dalam bertatakrama. Ia adalah kecintaan penduduk angkasa dan bumi.

Bila memanggil namanya, dunia berhenti berputar untuk sesaat.

"Tala? Kuharap kau selalu membantuku. Aku sangat canggung bila berhadapan dengan banyak pihak. Kau, selalu terlihat percaya diri."

Apa yang tak akan dilakukannya bagi gadis bangsawan itu? Bahkan, jika harus memberikan denyut jantung pun, akan diberikan.

Begitu mulia hatinya, hingga pernah suatu saat, ketika pergantian penjaga wangsa di tiap purnama tertentu, ia terluka. Cuaca sangat buruk, prajurit porak poranda menghadapi badai. Tala mencoba menyelamatkan teman-temannya hingga ia sendiri mengalami cedera. Gadis itu, rela melakukan perjalanan jauh demi menghantarkan kristal pengobatan bagi dirinya dan teman-temannya.

Salahkan bila ia berpikir, ada sesuatu dalam hatinya?

Matanya selalu berkilau tiap kali berhadapan dengan Tala. Bercakap-cakap panjang lebar dengannya, menghabiskan waktu bagai minuman di cawan tanpa sisa.

Salahkah bila ia berpikir, gadis itu memiliki rasa tertentu bagi dirinya?

Bila Pasyu menggelar pertemuan wangsa, gadis bangsawan itu akan tersenyum lebar saat menemuinya. Menghujani dengan kata-kata pujian hingga ia sendiri merasa jengah dan kecil hati dibuatnya. Ah, ia tak sehebat itu sebagai penjaga wangsa! Sebagai prajurit paling berbakat dan memiliki kharisma, Tala mendapatkan banyak sorotan. Gadis-gadis Paksi, Vasuki, Mina juga Aswa tersipu malu bila berhadapan dengan dirinya. Mata dan rambutnya yang hitam legam, sosok tegap, sorot pandang yang mampu melumpuhkan lawan. Raja dan panglima Vasuki membanggakannya. Ia adalah harapan cerah, bagi klan cakar yang berwibawa.

Lalu tetiba, undangan pernikahan itu hadir.

Udara dipenuhi racun dan dunia kehilangan daya tariknya. Siksaan luarbiasa bagi dirinya yang hancur berkeping, terlebih harus hadir sebagai tamu kehormatan. Siapa dia? Yang namanya tak pernah terdengar sebagai prajurit, hulubalang atau panglima? Para pendekar tak mengenal dirinya. Para raja tak pernah membicarakannya!

Ucapan yang terakhir yang didengarnya sebelum pernikahan itu digelar adalah, "Tala, aku harap kau bahagia."

Sejak saat itu kehidupan sempit yang dipenuhi kebencian merobek-robek hari demi hari. Ya, siapakah dirinya, hanya anggota bangsawan rendah, prajurit Vasuki yang kebetulan memiliki keahlian dan kepintaran. Kalah pamornya dibanding bangsawan tampan yang mempersunting gadis perak dari Aswa! Detik itu, pikirannya dipenuhi rumus dan perhitungan yang hanya disusun olehnya sendiri.

Mengapa hanya dinasti Vasuki yang tak memiliki kerajaan mandiri? Aswa menguasai awan, Paksi di pucuk-pucuk tertinggi dunia entah pepohonan, menara atau puncak gunung. Mina bertahta di lautan. Apalagi Akasha, mereka jelas-jelas membagi wilayah. Jaladhi menduduki lautan, Gangika menundukkan sungai, Wanawa merajai hutan sementara Giriya berhak atas pegunungan.

Hanya Vasuki, ya, hanya Vasuki yang kerajaannya terpaksa menginduk di wilayah Giriya. Terkadang harus meminta izin Wanawa, atau memohon restu Gangika. Padahal Vasuki-lah yang memiliki klan beragam. Klan yang dapat berubah menjadi naga, buaya dan harimau. Klan cakar yang kuat dan sangat perkasa. Mengapa mereka tak mendapatkan tempat yang semestinya?

"Suatu saat, akan kubuktikan siapa raja yang sesungguhnya," Tala bersumpah.

Ia teringat sumpah itu kembali, ketika menerima surat permohonan untuk bertemu, dari kerajaan milik bangsawan tampan yang dulu merebut gadis peraknya. Bah! Betapa pengecutnya! Ia bahkan mengutus putrinya sendiri untuk menemuinya!

❄️💫❄️

Wajah putih Calya bertambah pucat.

Mahkota kristal tak dapat menerangi betapa gugup dan gemetarnya ia menghadapi raja paling terkemuka dari klan cakar Vasuki. Ia harus menelan ludah berkali-kali dan menggigit bibir kuat-kuat, agar suaranya terdengar jernih.

Mereka duduk melingkar di meja utama yang disiapkan Tala untuk menyambut tamu istimewa. Ruang pertemuan dipenuhi warna hitam cemerlang, pilar berukir dan hiasan-hiasan yang menunjukkan kekuatan sang raja : bentuk sayap, cakar, lambang sisik di mana-mana. Meja hitam berkilap itu berbentuk bulat telur, dengan Tala berada di ujung dan Calya di ujung satunya. Ada empat sosok hadir di situ, selain Tala dan Calya.

"Kuperkenalkan dua ratu utama Vasuki, Putri Calya," Tala bersuara tenang, "di sebelah kananmu adalah Ratu Gayi. Sementara di sebelah kirimu adalah Ratu Nagen."

Gayi dan Nagen menoleh anggun ke arah Calya, mengangguk kepadanya, mencoba tersenyum ramah. Demikian pula sang putri, mencoba santun menundukkan separuh bagian atas tubuhnya, hingga rambut halus cemerlangnya menyapu pelan permukaan meja.

"Di sisi Ratu Gayi adalah putra pertamaku, Pangeran Shaka," Tala menjelaskan, "di sisi Ratu Nagen adalah Pangeran Ananta, putra pertama kami."

Putra pertamaku. Putra pertama kami. Gayi dan Nagen memasang telinga baik-baik, menyimak dan harus selekasnya memahami, mengapa Shaka dan Ananta disebutkan berbeda. Kedua ratu merasa tegang dan selalu dibuat bertanya-tanya akan keputusan-keputusan sang raja.

Calya mencoba tersenyum, walau kegugupan membuat wajahnya sedikit aneh. Ia melemparkan pandangan ke arah Shaka dan Ananta yang sama tegangnya seperti dirinya. Tala dapat melihat perubahan raut muka kedua putranya, ketika bertatapan dengan Calya. Ia dapat menduga, kedua pangerannya merasakan apa yang pernah dirasakannya dahulu.

Kali ini berbeda, pikir Tala. Tak akan kubirkan putraku kalah seperti diriku dulu.

"Shaka," perintah Tala. "Tuangkan minuman bagi Putri Calya."

Shaka menunduk, memberi hormat, berdiri kemudian. Calya terkesiap.

"Jangan pernah meminum cairan merah dari Raja Tala," Jagra memperingatkan. "Atau, jangan meminum dan memakan apapun, Putri!"

Shaka meraih guci kecil berukir, menuangkannya ke dalam cawan perak berbentuk cekungan indah di hadapan Calya. Tanpa sadar, Ananta menoleh ke arahnya, saat Calya terjebak dalam kebingungan dan keadaan tak pasti. Senyum di wajah Ananta memberikan isyarat bahwa semua akan baik-baik saja.

Cairan yang dituangkan Shaka berwarna jernih dan bening, aroma wangi apel yang menyegarkan.

"Cawan perak menghilangkan racun," Tala menjelaskan, memahami pikiran buruk Calya. "Tuan Putri Calya tak perlu khawatir."

Calya mengulum bibirnya, masih tak percaya.

"Aku memang pernah menyuguhkan minuman beracun pada tamuku," Tala berucap jujur. Kejujuran yang menakutkan hingga mata indah Calya terbelalak. "Tapi tidak untuk Tuan Putri, tamu istimewa kami dari Aswa."

Calya menelan ludah.

"Untuk menemanimu, mari kita minum bersama," Tala mengangkat cawannya tinggi-tinggi. "Untuk kejayaan Vasuki!"

Hanya Calya yang menggumam lirih, menyebutkan kalimat terakhir. Hingga Tala perlu mengulang tiga kali agar suara keras ke luar dari mulut Calya. Suara sumbang yang dipenuhi rasa gentar. Begitu gugupnya Calya hingga setelah minum, saat meletakkan kembali cawannya, tersenggol dan tumpah. Ananta bergerak lebih cepat dari Shaka, sama-sama bergegas mendekatinya sembari menawarkan saputangan hitam untuk mengelap jari jemari Calya yang gemeter. Calya tampak malu, cemas dan was-was ketika menatap Ananda, bergantian ke arah Shaka.

"Kedua putraku tampaknya sangat ingin melayanimu," Tala berucap tajam, tersenyum penuh makna. Kedua pipi Shaka dan Ananta memerah dibuatnya. "Nah, katakan Putri Calya. Apa yang bisa kulakukan untukmu? Kau ingin berbicara di hadapan para ratu dan pangeran, atau kau ingin berbicara berdua saja denganku?"

Terbata Calya berujar.

Ia bahkan nyaris tak dapat mendengar suaranya yang begitu lirih, hingga Tala memintanya mengulangi lagi kalimat-kalimatnya. Hanya berdua. Ya, hanya berdua saja yang diinginkan Calya.

Tala mengembangkan tangan kiri, hingga lengan jubahnya menjuntai anggun. Mempersilakan Calya naik menuju altar dan singgasanya, melewati berpuluh anak tangga atau bahkan ratusan. Menuju kursi raja yang dipenuhi mutu manikam.

❄️💫❄️