Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 93 - ●Mandhakarma (6)

Chapter 93 - ●Mandhakarma (6)

Milind berdiri di gerbang Vasuki.

Di sisinya, panglima Vurna banna Jaladhi mendampingi.

Angin dingin dan mendung tebal penuh amarah di langit menjadi penanda kunjungan ini akan menemui banyak kendala. Gerbang Vasuki dengan simbol cakar, terlihat garang menerima tamu-tamu tak diundang. Para penjaga tinggi tegap berwajah bengis, menatap kehadiran Milind dan Vurna dengan mata liar.

❄️💫❄️

Tala tak langsung menemui kedua panglima berhadap-hadapan. Dari tepi bentengnya yang memiliki sudut luas dan tinggi, tempat sang raja biasa memantau pergerakan pasukan dan kondisi kerajaan, Tala berdiri.

"Ada apa datang ke mari, Milind? Kerajaanmu membutuhkan bantuan?" ejek Tala.

Milind, dalam jubah panglima berwarna kehijauan bersulam, memberi hormat yang dalam dengan tulus. Di sisinya, Vurna mengikuti gerakannya.

"Salam dari raja kami, Raja Vanantara banna Wanawa berikut kedua putrinya, Putri Yami dan Putri Nisha bagi Yang Mulia Baginda Tala hal Vasuki beserta Ratu Gayi dan Ratu Nagen," Milind membuka dengan kesopanan dan persahabatan, walau Tala tak menunjukkan sikap yang sama.

Vurna, mengikuti ucapan Milind dan menyampaikan salam sejahtera dari Raja Jaladhi banna Jaladhi berserta sang ratu, Jaladhini. Tak menggubris salam kedua panglima, Tala terus melancarkan ucapan yang menohok.

"Kau takut menghadapiku sendirian?" sindir Tala.

"Tidak, Paduka Yang Mulia Tala hal Vasuki," Milind berkata penuh hormat dengan kesantunan dan ketegasan. "Justru, hamba menghargai Paduka dengan hadir ke mari didampingi Vurna banna Jaladhi."

Tala tersenyum dingin.

"Kalau kehadiran panglima lain selain dirimu adalah bentuk penghormatan, harusnya Gosha hal Aswa dan Watsa hal Mina pun ikut pula bersamamu."

Sombong sekali, pikir Vurna geram. Ingin kubungkam mulutnya!

"Kalau Paduka berkenan, di waktu yang lain kami akan hadir bersama para panglima yang lain," Milind menjawab sopan.

Tala menatap Milind tajam.

"Apa yang kau bawa, Panglima Wanawa?" tanya Tala, masih dari sudut bentengnya yang tinggi.

Seluruh pasukan penjaga menghunuskan senjata. Mengisyaratkan bahwa kematian akan menjadi hadiah bagi Milind dan Vurna bila tak taat pada perintah raja Vasuki.

"Kami membawa berita penting," Milind menyampaikan singkat.

"Baik atau buruk?" tanya Tala, memicingkan mata.

"Hamba rasa, bukan kabar yang menyenangkan, Tuanku," Milind jujur berucap.

Tala mengangkat dagu dengan angkuh.

"Sepertinya, aku merasa kau membutuhkan bantuanku," Tala berkata getas dan pedas. "Kalau bukan karena kalian membutuhkan nasihat atau pertolonganku, mustahil dua panglima besar Akasha berkenan menginjak benteng Vasuki. Bukankah demikian?"

Milind menarik napas panjang.

Vurna mengatupkan geraham kuat-kuat.

Walau ucapan Tala mengandung kebenaran, terlalu sombong untuk diucapkan secara terbuka seperti itu.

"Aku akan berbicara denganmu lebih lanjut," Tala mengibaskan tangan ke arah Milind dan Vurna, "jika kau bisa melangkahi putra-putraku!"

Tala melangkah anggun ke atas singgasananya yang terletak di bilik tinggi. Tangga kokoh bersusun, berjumlah ratusan , terbentang meninggi sebelum tiba sebuah batu luas serupa altar tempat singgasana khusus sang raja.

Milind dan Vurna menarik napas. Mereka sudah memperkirakan ini semua. Tak akan mudah menemui Tala.

❄️💫❄️

Berjajar elok sepuluh pemuda dengan rambut hitam panjang yang diikat tali di tengkuk. Semuanya mengenakan baju hitam berbahan halus, bercorak ulir dan berkilau dengan ikat pinggang merah. Mereka siaga berada di sisi sebelah kiri, dengan cakar-cakar ramping berbisa yang mencuat dari jari jemari. Putra-putra Tala dari Ratu Gayi memiliki wajah mirip sang raja, dengan kebengisan dan pandangan tajam yang sama.

Di sebelah kanan, berjajar duabelas pemuda yang tak kalah rupawan, dengan rambut dikepang satu. Sama, mengenakan jubah panjang berwarna hitam dengan corak ulir lengkung berbeda, dihiasi tali pinggang berwarna coklat tua. Tak menggunakan cakar, sebaliknya, menghubus pedang warna coklat tua kehitaman dengan bentuk gilig runcing. Wajah putra-putra Tala dari Ratu Nagen memiliki raut wajah yang lebih halus, seperti sang ratu. Mata mereka berkilau licik dan menghujam.

"Hati-hati, Milind," Vurna berujar.

"Kau pun juga," bisik Milind. "Waspada!"

"Aku hadapi para pangeran bercakar itu! Heaaaaa!" Vurna berteriak, tak bergerak maju menyerang tetapi memilih memundurkan langkah. Sang panglima Jaladhi menarik napas, merapal mantra, mempersiapkan senjata di kedua lengannya yang berubah menjadi tentakel-tentakel kuat. Ia menyimpan pedang trisulanya di belakang punggung, akan menggunakan di waktu yang lain bila menghadapi musuh dengan senjata berbeda. Sepuluh pangeran dengan jumlah cakar yang banyak, harus juga dihadapi dengan tangan-tangan yang banyak!

Milind memisahkan diri dari Vurna.

Mencari tempat yang lebih lapang di depan gerbang Vasuki.

Dua belas putra Nagen memburunya sembari menghunjamkan senjata mereka. Milind tak ingin melukai para putra mahkota. Ia tetap menggunakan pedang Dahat dan Tanduk, dalam sarung masing masing.

Vurna menggunakan lengan lengannya meladeni serangan.

Pertarungan berjalan selama beberapa waktu dalam kekuatan dan kecepatan yang sama-sama ingin mengukur ketahanan lawan.

"Mereka melawan dengan ganas. Apakah kita harus melukai mereka?" ujar Vurna, menggunakan bahasa jarak jauh yang langsung merasuk ke pikiran Milind.

"Jangan! Bertahanlah. Bersabarlah!" Milind mencegah.

"Gila. Mereka benar-benar berniat membunuh kita!"

"Jangan ikuti kemarahan mereka, Vurna! Tujuan kita bukan saling membunuh!"

"Tapi aku pun tak mau mati konyol di sini. Aku tak ingin melihat mereka mencincangmu, Milind!"

"Aku baik-baik saja! Kau berhati-hatilah. Mereka tak akan menjatuhkanku atau pun dirimu. Waspada, Vurna!"

Vurna bertarung dengan lincah, menghadapi sepuluh putra Gayi yang menyerang keras dan ganas. Pilihan Vurna tepat untuk memilih musuh. Lengan-lengannya yang liat dan keras, tak mudah ditembus cakar-cakar. Apalagi, lengan Vurna dipenuhi lendir yang juga berbahaya bila mengenai tubuh lawan.

Milind pun tak kalah cerdik melawan duabelas putra Nagen. Walau pedang para pangeran bersabuk coklat itu berlumur bisa, ketrampilan panglima Wanawa memainkan pedang kembarnya tak bisa dianggap enteng. Ia telah berkelana ke empat kerajaan Wanawa dan seluruh kerajaan Pasyu. Sudut bumi mana lagi yang belum pernah dijelajahi Milind?

"Hati-hati, Pangeran, Putra Ratu Nagen Halla Vasuki!" Milind berhasil mendesak para pangeran muda yang tampak belum pengalaman. Beberapa kali lengan mereka terkena sodokan pedang Tanduk bersarung.

"Keparat! Sombong sekali kau di tanah Vasuki!" geram pangeran tertua dari duabelas putra Nagen. "Kau pikir bisa ke luar selamat dari sini??!"

Pangeran tertua dari duabelas putra, mengubah satu lengannya dipenuhi cakar tajam. Dengan tangan kanan menggenggam pedang dan tangan kiri dipenuhi kuku berbisa, Milind harus sangat berhati-hati.

Sangat terpaksa, Milind membuka satu sarung pedangnya.

"Kau mulai ketakutan, Bedebah!?" teriak pangeran tertua mengejek sembari tertawa.

"Tidak juga, Pangeran," ujar Milind tenang. "Aku hanya ingin segera mengakhiri pertarungan dan bertemu dengan Paduka Raja Tala."

"Sialan! Jangan kau pikir bisa naik ke altar raja dan bertatap muka dengan ayahku!" bentak pangeran tertua.

Pedang Tanduk di tangan Milind bagai bernyawa.

Cepat ia memainkan pedang, menembus pertahanan lawan, membuat ayunan bersilangan bagai mencacah dinding udara di depannya menjadi serpihan. Pangeran-pangeran yang lebih muda tampak sedikit pucat, ragu melanjutkan serangan. Melihat adik-adiknya mulai kehilangan nyali, sang pangeran utama berteriak marah. Melepaskan cakaran berbisa ke arah Milind sembari mengayunkan pedang.

Milind menaikkan tubuhnya ringan ke udara, menunggang angin. Berkelit menghindar sembari memukul pedang lawan menggunakan sarung Dahat-nya. Dengan ketajaman mata dan ketepatan pukulan, Milind menusukkan pedang Tanduk ke arah lengan bercakar pangeran tertua.

Arrrrggggggh!

"Hentikan! Cukup!" teriakan Nagen membelah udara. "Paduka Raja Tala! Jangan biarkan putraku mati di tangan Milind!"

❄️💫❄️