"Apa yang kamu takutkan? Stella yang meminta kita melakukan ini. Penjaga penjara juga tahu, kalau mau menghukum pasti akan menghukum mereka terlebih dahulu!"
Stella? Sebelum aku pingsan, kata-kata Stella terngiang di benakku, "Aku akan membuatmu hidup lebih lama di penjara, sampai kamu tua dan mati."
Ya, dia meminta penjaga penjara menghasut para tahanan wanita yang membenciku untuk menyiksaku dengan segala cara. Jika aku melawan, maka pasti akan terjadi perkelahian. Orang yang mencari masalah akhirnya akan mendapatkan hukuman masa tahanannya diperpanjang.
Saat aku menyadari arti dari kata-kata Stella, mataku menjadi gelap dan aku tidak bisa membuka mata lagi.
Ketika aku bangun, aku sudah berada di rumah sakit. Penjaga penjara akhirnya takut mendapat masalah dan melaporkan kepada atasannya. Aku dan anak di perutku akhirnya bisa selamat.
Dengan begini, kehamilan yang aku sembunyikan dengan susah payah diketahui oleh polisi.
Hal yang sangat ironis adalah setelah aku dan Candra menikah, aku mencoba segala macam obat pahit dan segala macam metode, tapi aku tetap tidak bisa hamil. Setelah masuk penjara dan bercerai, aku malah menyadari aku sedang hamil.
Janin diperutku terselamatkan, pada saat yang sama polisi menemukan bekas luka di sekujur tubuhku selain wajah dan kedua tanganku. Polisi bahkan lebih terkejut dengan bekas luka di tubuhku.
Tahanan wanita yang membalas dendam padaku dihukum dengan tegas, aku tidak tahu hukuman apa yang mereka dapatkan karena tubuhku tidak memungkinkan aku meninggalkan rumah sakit. Penjaga wanita juga mendapatkan hukuman serius, kabarnya dia dipecat dari jabatannya.
Aku meminta polisi untuk tidak memberi tahu Candra bahwa aku sedang hamil, tapi polisi masih mencoba menghubungi Candra. Namun, informasi yang disampaikan oleh seorang polisi yang menyampaikan berita adalah Candra berkata itu bukan anaknya.
Dia menyuruhku untuk segera menggugurkan anak itu, dia tidak mau aku bergantung padanya. Selain itu, aku adalah wanita keji yang hampir membunuh kekasih dan anaknya. Dia tidak akan ingin memiliki hubungan denganku lagi.
Saat polisi mengucapkan kata-kata ini, aku yang berada di dalam kamar rumah sakit mendengarnya dengan jelas. Saat itu, ujung jari dan hatiku bergemetar. Mataku memerah, hati dan tubuhku terasa dingin.
Lelaki itu adalah lelaki yang pernah aku cintai dengan sepenuh hati, lelaki yang berhubungan intim denganku saat usiaku baru menginjak sembilan belas tahun sebelum lulus kuliah, lelaki yang selalu membisikkan kata-kata menyentuh di telingaku. Dia sangat tidak berperasaan, janin di perutku adalah darah dagingnya sendiri.
Meskipun aku tidak ingin berhubungan dengannya lagi, itu tetap anaknya. Dia bukan hanya tidak menginginkan anak ini, bahkan dia juga menyuruhku untuk menggugurkannya. Dia bersikap sekejam ini, hatiku seakan terjatuh ke dalam gua es. Aku bersumpah, Candra, asalkan aku keluar dari penjara ini, aku tidak akan pernah membiarkanmu dan Stella hidup berbahagia.
Lima bulan kemudian, aku melahirkan bayi laki-laki yang sehat dan gagah melalui operasi caesar. Namun, sebagai tahanan aku tidak dapat merawat anak itu. Aku adalah yatim piatu, jadi aku tidak memiliki kerabat. Aku meminta polisi untuk mencarikan orang tua kepada anakku. Suami dan istri yang baik hati dan keduanya memiliki pekerjaan yang stabil. Pria itu menderita azoospermia dan tidak bisa melahirkan anak. Anak itu pun dibawa pergi oleh mereka.
Aku hanya melirik anak itu sebentar, aku mengingat wajah kecilnya yang tembem, suara tangisan dan tanda lahir biru di paha anak itu.
Aku tidak meninggalkan tanda apa pun kepada anakku yang dapat membuktikan bahwa kami adalah ibu dan anak. Aku tidak ingin ada jejak Candra dalam hidupku. Meskipun tindakanku ini sangat kejam, aku memberikannya pada orang tua yang bisa menyayangi dia, sehingga dia tidak perlu hidup menderita.
Cindy pernah menangis dan ingin mengambil anak itu, tapi aku tidak memberikannya. Dia sudah sulit untuk menghidupi dirinya sendiri. Selain itu, ini adalah anak Candra. Bagaimana mungkin aku membiarkan anak Candra menyusahkan sahabatku?