Chereads / Kelembutan yang Asing / Chapter 4 - ##Bab 4 Kelicikan Wanita Jalang

Chapter 4 - ##Bab 4 Kelicikan Wanita Jalang

Setelah hari itu, ini adalah pertama kalinya aku bertemu dengannya lagi. Dia terlihat jauh lebih kurus, tatapan matanya sangat dingin.

Dia membawa surat cerai. Asalkan aku menandatangani surat itu, dia akan mengurus semua prosedur yang lain.

Saat aku menandatanganinya, dia berbalik untuk merokok seolah-olah tidak ingin melihatku. Sampai polisi keluar untuk melarangnya merokok, dia baru mematikan rokoknya. Dia mengambil surat cerai yang aku tandatangani dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Aku tidak membaca satu kata pun surat cerai yang berjumlah tiga halaman itu. Aku sudah putus asa, apa yang aku pedulikan lagi?

Malam itu Cindy datang. Aku baru tahu Candra telah mempublikasikan berita perceraian kami. Secepat itu dia terang-terangan mengumumkan berita perceraian kami. Dia benar-benar sangat ingin segera lepas dari aku yang merupakan pembunuh ini.

Candra, seberapa besar kamu membenciku.

Hatiku yang putus asa ini sekarang masih seperti sebuah pohon mati.

Cindy menangis dan memarahiku, "Kenapa kamu begitu bodoh, bajingan itu yang mengkhianatimu, dia yang mempermainkan perasaanmu, harusnya dia yang tidak mendapatkan harta sepeser pun."

Aku bisa melihat air mata berlinang di mata Cindy, ekspresinya terlihat sangat sedih dan sakit hati, tetapi aku hanya tersenyum lembut, "Cindy, aku sudah lelah."

Jika seseorang telah putus asa, dia tidak ada bedanya dengan orang yang telah mati.

Pertemuanku dengan Cindy berakhir begitu saja. Beberapa hari kemudian, penjaga penjara wanita membawaku keluar, dia berkata seseorang ingin bertemu denganku.

Aku tidak mengerti siapa lagi yang ingin melihatku kecuali Cindy. Saat aku melihat Stella mengenakan pakaian cerah dan memakai cincin berlian mahal di jari manis tangan kirinya berdiri di ruang rapat, hatiku tetap tidak merasakan apa pun.

Suami berselingkuh dengan cinta pertamanya, tapi aku malah menyalahkan wanita selingkuhannya. Cara ini adalah cara yang dipikirkan oleh orang bodoh. Jika lelaki ini tidak bejat, wanita lain tidak akan bisa mendekatinya. Apalagi pemicu masalah ini adalah Candra. Dia telah menikahi wanita lain, tapi masih melahirkan anak dengan cinta pertamanya.

Dari awal Candra adalah seorang bajingan.

"Ada apa?" tanyaku dengan acuh tak acuh tanpa menatap Stella.

Stella tampak sedikit terkejut dengan sikap acuh tak acuhku. Dia menatapku dengan sepasang mata yang indah, bahkan pandangan itu seakan sangat akrab, "Bagaimana? Apakah kamu bersenang-senang di sana? Aku pikir kamu akan mati. Tapi, tidak disangka kamu sangat beruntung, hanya dipenjara lima tahun. Tapi tidak masalah, aku akan membuatmu hidup lebih lama di penjara, sampai kamu tua dan mati."

Kebencian terlihat jelas di mata indah Stella, kebencian yang tidak bisa membunuhku, tapi tetap ingin membuatku terus dipenjara.

Aku tidak mengatakan sepatah kata pun. Aku rasa mungkin itu adalah jebakan yang dibuatnya dari awal. Dari Stella mengirimiku MMS hingga ketika aku menabraknya.

Benar saja, Stella memainkan cincin yang bersinar di jarinya sambil berkata dengan bangga, "Aku tahu kamu pasti akan mengikuti Candra ke Kota Canis dan aku juga tahu bahwa wanita bodoh sepertimu akan melakukan hal bodoh, seperti ...."

Stella mengedipkan mata ke arahku dengan mata indahnya, "Menabrak kami dengan mobil."

Dia tertawa dengan aneh, seolah-olah apa yang aku lakukan sesuai dengan harapannya.

"Yuwita, ini hasil yang aku inginkan. Kamu masuk penjara dan Candra kembali padaku."

Aku melihat bibir merah Stella terbuka dan menutup di hadapanku. Kata-kata yang dia ucapkan membuatku merinding. Kesanku tentang Stella hanyalah sebuah foto di dompet lama itu. Kenapa dia bisa begitu mengenalku?

"Dari awal kamu tahu aku akan menabrakmu dengan mobil, tapi kamu masih mengambil risiko ini. Bahkan meski kamu harus mempertaruhkan nyawamu dan putrimu. Semua ini hanya untuk membuat Candra dan aku bercerai?" kataku dengan dingin.

Stella tersenyum, "Ternyata kamu tidak terlalu bodoh. Kalau aku tidak melakukan ini, Candra tidak enak hati untuk menceraikanmu. Kalau tidak merelakan anak, aku tidak akan bisa mendapatkan apa yang aku mau. Demi keluarga kami bisa segera berkumpul, aku harus mengambil risiko ini. Tapi, tidak sia-sia aku mengambil risiko ini, Candra menceraikanmu, bukan? Bahkan dia tidak memberikan sepeser pun harta untukmu."

Senyum di wajah Stella semakin merona, "Kamu tahu sudah berapa lama aku menunggu hari ini? Empat tahun, hampir empat tahun. Awalnya, Candra masih merasa bersalah padamu, tapi sekarang sudah tidak lagi. Kamu sendiri yang memberikannya padaku. Yuwita, aku harus berterima kasih padamu."

Bibir merah Stella terus bergerak dan matanya terlihat semakin menawan.

Sekujur tubuhku bergemetar, apa yang aku lakukan? Aku seharusnya mengulur waktu mereka, bukan menabrak mereka. Sekarang aku sendiri yang sudah menyatukan pasangan bajingan ini.

"Ngomong-ngomong, namamu ini sudah harus diganti."

Saat tubuhku masih bergemetar, Stella kembali berbicara. Wajahnya yang cantik menunjukkan kebanggaan dan ejekan, "Yuwita, Candra dan aku akan menikah. Mulai sekarang, kami, Julia akan hidup bahagia bersama. Kamu dan Candra tidak memiliki hubungan apa pun lagi. Kamu sudah boleh mengubah namamu ini. Candra menyuruh untuk membuang semua barang-barangmu karena dia merasa jijik dengan semua itu, jadi aku mencari pengemis dan memberikan barang-barangmu padanya. Haha ...."

Stella pergi sambil tertawa. Tawa puas itu terus terngiang di telingaku. Aku memejamkan mata, rasa sakit yang dalam di hatiku membuat mataku terasa hangat.

Sampai di sini, aku lupa menceritakan namaku Yuwita Kusuma ini diberikan oleh Candra. Karena aku adalah seorang yatim piatu. Margaku seperti anak-anak lain di panti asuhan, diberikan oleh dekan panti asuhan. Setelah aku bersama Candra, dia memintaku untuk menggunakan marga itu dan memanggilku Yuwita. Dia berkata nama itu sangat cocok denganku yang memiliki senyum sangat menawan.

Senyuman yang membuat orang terpersona.

Saat pertama kali dia bertemu denganku, senyumanku yang telah meninggalkan kesan mendalam padanya.

Namun, sekarang aku berharap aku tidak pernah memakai nama itu.

Candra, aku akan mengingat perbuatanmu.

Aku masih dikurung di sel yang aku tinggali selama tiga bulan, hanya saja aku mengalami pendarahan.

Tahanan yang sangat membenciku masih menggunakan rencana lama mereka untuk menyiksaku dengan kejam, pengawas wanita yang melihatnya juga tidak berniat untuk menghentikan mereka.

Hal ini bukan pertama kali penjaga wanita berada di luar sel saat tahanan wanita diam-diam menyerangku. Penjaga wanita gemuk itu malah tersenyum dengan dingin dan angkuh.

Pendarahanku semakin parah. Perutku terasa sangat sakit sehingga aku memegang perut dengan tanganku dan tidak bisa meluruskan pinggangku lagi. Aku tidak tahu siapa yang pertama kali berteriak, "Lihat, darah!"

Pada saat ini, darah segar telah membasahi dan mengalir keluar dari celanaku, darah itu terus-menerus menetes ke lantai. Aku benar-benar merasakan sakit yang tidak tertahankan.

Para tahanan wanita yang baru saja menyiksaku dengan kasar menjadi panik, aku mendengar suara mereka yang panik, "Celaka, dia berdarah. Kalau dia mati, hukuman kita pasti akan lebih berat!"