Chereads / Direktur, Ayo Cerai / Chapter 61 - ##Bab 61 Setidaknya Belajarlah Untuk Menolakku Dulu

Chapter 61 - ##Bab 61 Setidaknya Belajarlah Untuk Menolakku Dulu

Julian dengan mudah menangkapnya lagi, mata Julian yang tertuju pada Febi dipenuhi dengan api yang membara, "Febi, aku tiba-tiba penasaran seperti apa rasanya berselingkuh."

"… apa?"

Tubuh Febi bergemetar di tempat. Detik berikutnya, sebelum Febi bereaksi, Julian sudah meraih tangan Febi yang mendorongnya dengan paksa dan lengan panjang yang lainnya menarik Febi hingga tubuhnya terkurung erat di dalam pelukan Julian.

Di bawah mata terkejut Febi, Julian menundukkan kepalanya dan mencium bibir merah muda Febi. Napas yang sejuk dan pelan dengan aroma anggur merah yang lembut masuk ke mulut Febi dengan agresif. Ciuman itu seperti wisteria indah dan cantik yang menusuk ke dalam hatinya, hingga membuat seluruh tubuh Febi menjadi tegang.

Kesadaran Febi memberitahunya, dia harus meronta dan mendorong pria ini pergi. Namun, kesadaran terakhir yang susah payah dia pertahankan itu langsung hancur oleh lidah Julian yang menjulur masuk ke dalam mulutnya .…

Cuman ini sedikit berbeda dengan ciuman saat pagi dulu, cuman ini lebih terjerat, mesra dan sedikit lebih mendominasi.

Pengalaman berciuman Febi hampir seluruhnya diajari oleh pria ini, jadi bagaimana mungkin Febi mampu melawannya? Setelah beberapa saat, Febi sudah terjerat oleh ciumannya.

Saat mereka berciuman hingga napas mereka terengah-engah, Julian baru melepaskannya. Lalu, dia mengangkat wajah merah muda Febi dan menyipitkan matanya dengan berbahaya, "Kalau kamu ingin berpura-pura tidak mengenal satu sama lain, setidaknya kamu harus belajar bagaimana cara untuk menolakku terlebih dahulu."

...

Febi kembali ke restoran terlebih dulu, tidak tahu apakah dia mabuk karena anggur atau mabuk karena ciuman mesra tadi, dia bahkan sedikit terhuyung-huyung.

Ketika Febi keluar, pipinya masih memerah. Dia sangat kesal dengan ciuman tadi. Pada saat itu, dia hampir lupa bahwa dia sudah menikah. Sekarang saat Febi teringat ciuman itu, dia benar-benar merasa bahwa dirinya tidak berbeda dengan Nando.

"Tasya, apa kamu sudah selesai makan? Kalau sudah selesai, aku akan membayar tagihan." Febi ingin segera pergi. Untuk sementara waktu, dia benar-benar tidak tahu bagaimana menghadapi Julian.

"Aku belum selesai minum! Kenapa kamu lama sekali di kamar mandi? Wajahmu juga memerah." Tasya sudah hampir mabuk, jadi ketika berbicara dia tidak memperhatikan kata-katanya lagi. Suaranya tidak pelan, Nando yang duduk sendirian di sampingnya juga telah mendengarnya.

"Tentu saja wajahku memerah karena minum," jelas Febi dengan perasaan bersalah. Dia sama sekali tidak memperhatikan mata Nando. Tidak, tepatnya sekarang pikirannya penuh dengan bayangan Julian dan dia sama sekali tidak ingat dengan Nando. Dia memapah Tasya dan mendesaknya, "Ayo pergi, ini sudah larut."

"Oh." Tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan Febi, Tasya mengambil tasnya dan mengikuti Febi pergi.

Mereka baru berjalan dua langkah, jalan mereka sudah terhalang dan tiba-tiba tangan Febi ditangkap. Nando terus-menerus menatapnya, matanya sedingin es.

"Lepaskan!" Sekarang, hati Febi terasa sangat kacau.

"Apa yang baru saja kamu lakukan? Kamu pergi ke kamar mandi dan kebetulan Julian juga pergi ke kamar mandi?" tanya Nando.

Febi mencibir, "Tuan Muda Nando, kamu juga mau mengaturku pergi ke kamar mandi? Sekarang Nona Vonny-mu yang tersayang mungkin sedang menangis di kamar mandi, kenapa kamu tidak pergi melihatnya?"