Mar Betty gadis belia dengan tingkah yang lucu menjadi bahan gunjingan di kelasnya. Makian dan hinaan orang kadang menjadi kekuatan hidupnya. Dan kadang ia menangis pingin seperti teman temannya yang eksis dan percaya diri
Berita kehilangan benda benda berharga santer terdengar sampai ke kupingnya. Mendadak ada pemeriksaan tas siswa secara bergiliran di hari itu. Aku si gadis miskin yang tidak tau apa-apa menjadi risih dipanggil satu persatu.
Mar Betty mengedarkan pandangan was was ke sekeliling dengan sorotan mata yang tajam.
Suasana lengang tak ada satu pun yan berani bicara, apalagi menghadapi bu ning yang mulai meninggi nada bicaranya.
"Jangan ada yang bergerak, apalagi meninggalkan kelas. Duduk yang rapi dan tangan dilipat di atas meja," pekik bu ning dengan arogan.
Mar bett yang mendengar hal tersebut langsung salah tingkah dan malu. Kegelisahannya mengundang perhatian bu ning yang sebentar bentar mengawasi gerak gerik siswa itu yang mencurigakan.
Padahal ia malu kalau digeledah karena tasnya sobek dan dompet kumalnya punya emak.
"Hhmm...sialan Mar Bett hari ini!?!" rutuk hatinya menahan rasa malu.
"Mar Betty, ayo, maju ke depan!" panggil bu ning menaruh curiga melihat gelagatnya yang tidak tenang.
"Kau dari tadi ibu perhatikan sepertinya menahan rasa takut. Ayo! buka tasnya, apa yang kau sembunyikan dalam tas itu?" perintah bu ning sangat lantang buatnya takut dan malu.
Seluruh isi kelas menegang, mereka separuh deg-degan, akankah terjadi sesuatu hal yang aneh atau berita buruk yang menghancurkan masa depan Mar Betty?
"Angkat tas kau? Buka resletingnya, Ayo bu-kaaa!?" perintah bu ning tegas.
Dengan hati yang diliputi rasa malu dan sedih tas kumal itu dibukanya perlahan, lalu bu ning merogohnya ke dalam celah-celah tas yang mulai robek sana-sini. Diambilnya dompet kecil punya emak, lalu dibuka satu persatu hingga ia memamerkan pada teman lainnya.
"Jangan, bu ning. Jaaa-ngaann!" pekik Mar cepat.
Spontan suaranya bernada tinggi saat bu Ning mengambil dompet kecil itu. Gegas ia merebut dari tangan bu ning dan mereka saling tarik menarik dompet azimat rahasia.
Ulah Mar BEtty merebut dompet tersebut memancing ibu jutek dan keluar taringnya
"Heehh...menjauh kau...!" ada apa kau takut, emang kau menyimpan barang curian, ya?" tuduh bu ning penuh alasan.
Mar tertunduk pilu, rasa malu membuat rona wajahnya memerah. Beberapa teman sangat kasian melihat insiden penuh drama pada hari itu.
"Nih, ambil punya kau! tidak ada apa apapun, kok kayak aneh gitu," ujarnya melunak.
Segera diberesin dan uang receh yang berserakan dipungutnya kembali dalam dompet kecil, sedangkan tas tua yang sudah robek sana sini, dibawa kembali ke tempat duduknya.
"Terima kasih bu." Ucap Mar Betty sedikit merunduk badannya sambil beranjak duduk.
Dan bu ning mulai memeriksa yang lainnya. Tidak ditemukan barang mencurigakan di kelas kami, hanya gelagat risih tadi hampir menjadi terdakwa
"Udah, kalian sekarang jangan berisik. Ambil buku pelajari dulu di halaman berikutnya..." Lanjutnya.
"Ada, pertanyaan? Siapa yang belum paham?" tanya bu ning seraya melotot pada siswa yang terdiam penuh rasa ketakutan.
Mar Betty bangkit berjalan dengan wajah yang menyimpan sejuta amarah, ia berlalu ke kamar mandi untuk mengusap hatinya dengan dingin hawa kamar mandi. Ia sukses dipermalukan oleh seorang guru yang killer dengan wajah sangar dan tanpa perasaan.
Sementara itu...
Suasana kelas kembali riuh oleh celotehan remaja yang sedang meninggi hormon reproduksinya.
Mar Betty sedang duduk di kursinya dengan muka masam, lalu datang sandy menghampiri, lalu berujar lembut dan menghibur.
"Aahh, tak usah dipikirkan, Mar!" anggap aja mimpi buruk di siang hari. Guru toxic ada juga yang perangainya semena-mena. Yang penting teman-teman lainnya pada baik sama Mar Bett.
"Ayo, senyum, dong?!
"Bibir sexinya bikin gemes," goda sandi, ia balas dengan cubitan di tangannya.
Kedua tangan Sandy reflek membalas cubitan di lengan Mar. Lalu berpindah ke pipi.
"Huuftt...sandiiii, kamu ngelaba ya?" teriaknya panik.
Sandi juga menowel pipi dan bibir yang kononnya merah jambu merekah, padahal tanpa diolesi lipstik sekalipun.
"Mana duit beli lipstik segala, uang jajan aja sering tak punya." sungutnya gerah.
"Kenapa teriak macam tarzan, Mar Betty.." ledek sandi pingin dijewer lagi.
"Apa udah pondah habitat, ya?!"
"Maaf, canda, euyy!!" Sandy cekikikan suksws menggoda si pipi bersemu pink.
"Heii nanti malam gimana di asrama kita bakar-bakar ikan mau?" Melly dengan Ranti membuat suatu acara malam mingguan yang asik.
"Bagaimana? Apa kita persiapkan sekarang?" Tanya seorang Melly yang tengah memegang buku catatan kecil.
"Kita titip sekarang, Ranti, aku sudah tak sabar mencicipi ikan bandeng dan tongkol." Ucapnya dengan penuh nafsu.
"Loh, nasib anak asrama ya gini. Boro boro makan bawal atau kakap, bisa kena skak mat," seloroh melly ala opung opungnya.
"Baiklah..." Ucapnya semringah..
Kemudian persiapan menjelang malam mingguan terasa luar biasa di asrama putri. Kesibukan masing masing tugas, ada yang cari kayu bakar, siapkan ikan dengan bumbu-bumbunya. Ada yang masak nasi beserta perlengkapan lainnya. suasana indah yang tak terlupakan, terlihat asrama putra pun sedang membakar api unggun tanpa makan makan. Terdengar siulan para lelaki dari asrama putra silih berganti memberi kode ke arah asrama putri.
"Suiiitt...suuiiittt....oiiyyy, bagi dong?" Asrama putri seakan mengabaikan riuhan tersebut.
Diam-diam ada yang merondok pelan-pelan dari arah belakang semak-semak menuju pohon karasen yang banyak tumbuh liar di asrama kami. Pohon yang tumbuh subur meskipun tertanam di daerah tandus, demikian banyak manfaatnya.
Ranti dengan lahap memasukkan nasip persuap dengan cocolan ikan panggang. Candaan garing beberapa teman cewwk buat suasana meriah di malam minggu yang penuh gemintang.
Terdengar bunyi keresek keresek di rimbunan pohon. ada yang berpikir itu adalah suara kalong yang lagi berbagi rezeki. Tiba, tiba suara jatuh
Gedebuukk...braakkk....
Aauuww, jerit seorang lelaki disinyalir anak asrama putra yang menyusup.
Aampuunn...teriaknya
Untung hanya kakinya yang terkilir, terpaksa mereka kami ajak makan sama walau kesakitan tapi udah mendingan. Balsem mentol mengurangi sedikit rasa nyeri yang ditahan sedemikian rupa.
Jerry, Sandi dan Lukman mereka bertiga naas berat, lagi enak enakan makan, dari kejauhan pak sam penanggung jawab mengawasi keamanan muncul, lalu menegur mereka supaya membubarkan acara kumpul-kumpul lelaki dan perempuan. Dengan sigap pak sam memberi aba -aba agar kami berbaris kemudian diberi ceramahan.
Lukman yang sedari tadi meringis kesakitan, tapi ditahannya supaya tidak memperparah hukuman.
"Ayo kalian hitung berapa orang yang kena hukuman, kalian merusak keamanan lingkungan asrama. Awas ya, hari senin tanda tangani buku peringatan." Berang pak sam tanpa alasan yang jelas.
Kalian telah berbuat salah. Melakukan kegiatan seperti ini di asrama harus minta izin saya dulu
"Itulah Melly, kan udah aku bilang tadi. Kau nggak dengar saranku!" Ucap salah satu penghuni asrama putri.
Mereka semua terpelongo mendengar hukuman yang diberikan oleh pak Sam hari senin, berdiri satu jam dengan menghormat bendera maaih lumayan.
"Pak, maafin kami. Jangan segitunya kali pak. Hukuman lain aja pak," mohon Melly selaku pembawa gagasan
"Kau, ketuanya, Melly? Kau tanda tangan besok, dan yang lainnya hanya kena hukuman saja!" tegas Pak Sam yang memberatkan Melly.
"Pak...Pak Sam!"
"Maafkan Melly.
"Pakk ... Paakk!!" teriak melly sembari menahan isakan tangisnya.
"Bapak tidak adil dalam memberikan hukuman. Seharusnya semua kami dihukum samarata!" debatnya tak terima.