Beberapa hari ini, Mar Bett uring-uringan tanpa ada sebab yang jelas. Penampakan lelaki macho berpenampilan kekinian sangat mengusik lamunan sang gadis.
Desakan perasaan begitu mendalam, hasrat yang menggebu menepiskan perasaan malu.
"Meranti, aku naksir lelaki itu," pengakuan jujur seorang Mar Betty. Ia terkekeh malu menatap bintik mata temannya.
"Benarkah?"
Ia cowok seribu wajah.
"Mirip bunglon!" kelakarnya setengah bercanda.
Hhmm....ternyata cinta mengalahkan perasaan malu yang menggunung.
Meranti diam-diam mengenalkan culun pada lelaki bernama Alvin.
"Mar Bett, sini...!
Meranti berbisik di telinga Mar Bett pelan. "Aku telah titip salam, buat Alvin."
"Alvin semringah," ujar Meranti setengah meledekinya, lalu tertawa lebar.
"Apa apaan, kamu Ranti!"
"Bett cuma simpati, doang, kok!" ujarnya berdalih.
Mar Bett bersemu wajahnya menahan rasa malu, lalu masuk ke kamar. Ia menuju arah lemari dan menggantikan baju seragam yang mulai gerah Diam diam si. Gadis culun merasa kegirangan duduk di ruang TV sambil menyunggingkan perasaan nano-nanonya.
Hari itu, Mar Bett mendapat giliran mengambil makanan di dapur. Ia bertemu Alvin lelaki berpenampilan rapi dan kelimis di sana, ia melemparkan senyum manja padanya. Mar Bett begitu salah tingkah, deg-degan dan justru menggelitik hatinya. Alvin meletakan sepucuk surat bersampul biru lalu berbisik.
"I love you, Mar Bett. Aku tunggu di pustaka, ya!" bisik manja sangat romantis.
Mar Bett duduk di bangku kayu berhadapan dengan Alvin di pustaka. Ia baru memperhatikan secara jelas wajah lelaki yang unik menarik. Benar-benar sangat tampan dengan kulit berwarna gelap, gigi agak sedikit maju ke depan seperti betinho pemain film "little missy." Ia juga mempunyai kaki panjang dan tangan yang kokoh nantinya sanggup mengangkat diriku yang mungil ini.
Lelaki itu membuatku gelisah dan ingin bertemu dengannya sekadar melintas wajah sudah memadai. Rambutnya model kekinian acak acak curly.
Alvin menepuk-nepuk bangku kayu di sebelahnya.
"Sini... duduk berdekatan denganku?" bujuknya tanpa segan-segan sepertinya sudah terbiasa dengan teman wanitanya.
"Eih, aku suka banget bibir Mar Bett seperti gula-gula," rayu Alvin mengelus elus tangan Mar Bett.
Mar Bett begitu salah tingkah berduaan di pustaka tanpa ada satu manusia pun. Alvin malahan mengunci ruangan itu dengan perasaan menang.
Keringat dingin bercucuran waktu itu tampaknya hening seolah keadaan mendukung tindakan Alvin untuk berbuat mesum. Segala upaya ku tepis untuk.menghindari perbuatan asusila itu.
Pergulatan hebat antara aku dan Alvin sempat menimbulkan keributan hingga menyusup keluar pustaka. Terdengar suara derap langkah kaki menuju pintu pustaka, seorang kakek tua penjaga pustaka membuka pintu yang sudah terkunci dari dalam.
Dheerr....dag....dig....dug
Jantungku bermain sudah tidak normal lagi, suara deburan aorta memacu saling menabuh genderang.
"Mar Bett sudah tamat riwayatmu," suara hati berdegup kencang lamat-lamat diikuti suara langkah kaki hilir mudik berpatroli di sekitar pustaka.
Gadis culun polos kepergok sedang cipokan sama pacar play boy. Begitu bodohnya gadis itu, sok cantik dan gemar berhalusinasi. Terbayang bulian teman-teman di sekolah meremehkan harga diri si gadis culun miskin dan jelek.
"Ya Rabb, selamatkanlah aku dari aib ini. Aku berjanji tidak akan mengulangi lagi ajakan tingkah mesum lekaki play boy mana pun," janji hati mar bett merasa menyesal dengan kejadian itu.Tapi ia tetap merajut hari - harinya dengan sempurna dengan kehadiran lelaki playboy tersebut. Mereka berduaan terus menyusuri bedeng sawah hingga di cotok ular sawah.
"Aauuhh....sakit," jerit Bett menahan ketakutan dan perasaan geli.
Dengan cekatan lelaki play boy itu mengikat area kaki yang di gigit ular sawah, tidak ada tanda tanda bekas gigitan hanya jilatan dan sentuhan ular membuat gadis itu berteriak kecentilan.
Waktu itu Mar Bett memakai rok pendek sehingga belahan kaki panjang yang membunting padi sangat menambah hasrat ingin memilikinya.
Alvin memutuskan untuk membawa Mar Bett ke klinik. Bett tentu aja senang sekali, karena dapat berduaan dengan lelaki idamannya. Akan tetapi hari itu semua terungkap sudah tabiat buruk Alvin di luaran sekolah ia suka menebar pesona pada gadis-gadis cantik lalu diajak mesum. Di klinik ada pacarnya Bella menceritakan semua ulah alvin yang suka gangguin cewek.
Oalaahh ...
"Kelaut aja, sanaah!"
"Jijik, aahh! ... Dekat dekat kamu!" gumamnya lirih
Hari minggu tiba, waktu kunjungan wali murid pun di nantikan. Mentari pagi dengan angkuhnya menerobos teras di asrama menyengat setiap orang yang berteduh di situ. Kebetulan Bett tengah bersender di teras depan, saatnya ketiban piket.
Dari kejauhan, terlihat seorang ibu dengan mamerkan gelang kerincingnya berjalan dengan gestur tengadah. Hal itu menampakkan status berkelas di antara wali murid. Ia paling rajin berkunjung hanya untuk menunjukkan style kekiniannya. Mar Bett menatap dengan sedikit terpelongo, mengerjap lalu menyipitkan bola matanya.
"'Lihat mar bett selalu sukses di bangku sekolahnya. Sementara kamu berhitung aja salah. Bla... Bla... Bla...," ibu Mieke mulai nyerocos di suatu pagi saat berkunjung.
Sementara sang ibu semakin mempermalukan anaknya. Mieke tak angkat suara sama sekali meskipun semakin tak wajar. Mieke duduk di teras. Dia sudah terbiasa mendapat shock terapi dari ibunya, baginya, kicauan ibu seperti nyanyian penghibur hati. Meskipun Mieke tak akan memungkiri bahwa dia bukan orang yang pinter seperti Mar Bett. Setelah itu Ibu Mieke segera beranjak pulang tanpa merasa bersalah telah menbuat anaknya down.
"Mar bett Ada tugas gak?"
Tugas Pak ALiang yang belum selesai. Masih tersisa seperempat lagi yang belum dikerjakannya. Jangan tanya kenapa dia mengambil jurusan kesehatan dengan otaknya yang pas - pasan! Tentu saja itu karena desakan dari sang Mama.
Merasa belum cukup puas mempermalukan sang anak dan terkadang teman anaknya pun ikut ikutan menerima imbas menyakitkan.
Abaikan sejenak toxic yang ditebarkan oleh ibu Mieke, perlahan Mar Bett membayangkan ciuman pertama saat sweet seventeen.
Mar bett mengingat kejadian yang ada di ruang kelas, saat si gebetan mengucapkan ulang tahun ke tujuh belas. Cewek cewek begitu sakral di usia segitu entah apa maksudnya.
Mar bett mengingat wajah alvin yang tiba- tiba nyosor mengecup bibir mungilku. Sontak terkejut cowok tampan itu melumatnya ampe bonyok, ihh dasar playboy cap kampak. Rona merah menjalar di kedua pipi, penuh gurat-gurat halus tak dapat di sembunyikan lagi.
Hanya karena ia menikmati "first kiss" yang telah merubah gaya hidupnya, terlambat untuk menyadari, cowok itu tersenyum menyeringai penuh kemenangan. Mar Bett sangat menyesali perbuatan yang meruntuhkan kepolosannya.
"Entahlah Mieke!"
Mar Bett mulai menyesali akibat pergaulan bebas itu, ia berjanji tak akan mengulanginya lagi, titik!
Ia enggak tau apa yang akan terjadi, andai diterusin ciuman itu.
"Ouhh, Tuhan." Mar Bett menggelengkan kepala penuh penyesalan.
"Jangan terlalu seneng Mar Bett." ucap temannya cepat. kau harus hati-hati sama nih! cowok, dengan tampang buaya ia bisa memperdaya cewek lemah macam Mar Bett.
Mar Bett menekuk kepalanya mempertimbangkan ujaran Mieke.