Chereads / Friendzone? / Chapter 2 - 2. Pesan dari seseorang

Chapter 2 - 2. Pesan dari seseorang

Tania masuk ke dalam rumahnya yang besar, tapi tanpa kehidupan yang hangat. Bisa dibilang, bangunan ini layaknya sangkar emas, di mana induknya pergi tanpa tahu arah.

Iya, Tania lebih menyukainya seperti itu. Sebab, kedua orang tuanya yang jarang sekali untuk berada di rumah ini. Mereka lebih suka berada di jalanan, ketimbang bercengkrama bersamanya.

Nani, pengasuh Tania semenjak keci. Ia menggeleng ketika mendengarkan pernyataan polos yang ke luar dari anaka majikannya ini.

"Non, jangan pernah mengatakan yang seperti itu lagi, ya. Kedua orang tua Non Tania tentu sangat sayang, hanya karena pekerjaan mereka saja yang membuatnya jarang pulang. Bukan karena sudah tidak sayang, Non," terang Nani, dengan suara lembutnya.

Tania mendongak untuk melihat mata pengasuhnya tersebut, yang seringkali dipanggil 'ibu' oleh dirinya. Itu semua dilakukan, hanya untuk mengobati rasa rindu dalam dirinya saja.

"Ibu, tapi kalau mereka benar-benar sayang dengan Tania, tidak seharusnya sibuk dengan pekerjaan melulu. Di sini, Tania juga pengen merasakan kasih sayang mereka, pelukan, juga bisa tertawa renyah di ruang keluarga ini," adu Tania, dengan mendudukkan dirinya pada salah satu sofa yang ada di ruang keluarga.

Menatap pigura yang berisikan keluarga harmonis mereka. Setidaknya, orang-orang yang datang ke tempat ini pasti akan mengatakan hal yang sependapat dengan dirinya.

"Lihatlah ke sana, Bu!" tunjuk Tania, pada bingkai besar yang bergambar dirinya serta kedua orangtuanya tersebut. "Keluarga ini nampak sangat hangat, bukan? Tapi sayang sekali, itu semua hanya terlukis di dalam foto saja. Tidak benar-benar nyata."

Nani tidak menyangkal perkataan dari Tania, yang memang benar adanya. Sebaliknya, ia hanya tersenyum masam, mendengar keluhan dari anak yang sudah memasuki masa pubertas ini.

"Nak, lebih baik sekarang kamu mandi, dan bersiap-siaplah untuk makan malam." Nani menyuruh Tania untuk berdiri dari duduknya.

Tania dengan malas pun akhirnya mengalah untuk berdiri, seraya pergi dari tempat tersebut. Ia melangkah menuju kamarnya gontai, dan kesedihan sangat jelas terlihat pada matanya itu.

"Semoga saja, Ayah sama Bunda lekas datang ke rumah. Dan tidak sibuk dengan semua pekerjaannya saja," gumam Tania, melangkah malas untuk masuk ke dalam kamarnya.

Nani sendiri, menatap Tania dengan tatapan penuh kasihan. "Semoga Tuan dan Nyonya lekas pulang ke rumah, dan melihat betapa sedihnya Non Tania tanpa mereka."

***

Tania masuk ke dalam kamarnya, dengan pandangan kosong. Ia melangkah menuju pintu balkon yang masih tertutup rapat tersebut, dan mulai membukanya.

Melihat awan hitam yang ada di luar sana, membuat bibirnya mulai melengkung tipis. "Segar sekali udara di sini, aku menyukainya." Tania menarik napas panjang, dengan kedua tangan yang merentang untuk merasakan betapa segarnya angin di atas balkon kali ini.

Saat-saat ternyamannya, mendadak ada satu suara yang sangat mengganggu pendengarannya kali ini.

"Tania! Masuk ke dalam kamar lo sana, jangan di luar seperti itu!" teriak Jordan, dari balkon rumahnya.

Tania segera menoleh ke samping untuk melihat Jordan yang mengibaskan salah satu tangannya, dengan wajah sangar seperti orang sedang marah.

"Ada apa sih, Jordan? Gue sedang menikmati udara di sini, jangan mengganggu dulu," gerah Tania, ketika melihat Jordan yang memaksanya untuk masuk. Ditambah lagi, sudah merusak suasana paling damai di dalam dirinya.

Jordan menggeleng pelan. Ia melangkah mendekat pada tembok pembatas balkonnya itu, seraya berbicara, "Kalau lo masih ada di atas balkon sekarang ini, nanti hujan datang malah sakit besoknya, Tania. Ayolah, gue tahu kalau lo itu tidak mudah untuk dibujuk, tapi untuk kali ini dengarkan ucapan gue baik-baik."

Melihat awan hitam yang ada di atas langit sana, menandakan kalau hujan sebentar lagi akan datang. Apalagi, angin yang bersemilir kali ini sangat dingin, itu pasti sebentar lagi rintiknya akan turun.

Tania menggeleng pelan. "Kata siapa sebentar lagi akan hujan? Jordan, gue itu tahu persis kalau lo bukan peramal, jadi tolong jangan mengada-ngada begitu!"

"Tania."

"Gue ingin di sini, Jordan!"

"Tania!"

"Iya-iya. Lo maksa banget sih, menyebalkan!" Ekspresi Tania kali ini hanya menekuk kesal wajahnya, dan mulai melangkah masuk ke dalam.

Jordan yang melihat Tania hendak masuk ke dalam kamarnya lagi, tersenyum tipis. Ia menghela napas panjangnya, seraya berteriak, "Nanti besok, gue akan membelikan makanan kesukaan buat lo, Tan!"

Tania ke luar sebentar, hanya untuk memberikan acungan jempol pada Jordan. Ia sangat senang kalau sudah mendapatkan ganti rugi seperti itu, karena saat Jordan sudah mengatakan begitu pasti bukan sebuah bercandaan.

"Thanks, Jordan!"

"Sama-sama!"

Tania dan Jordan pun kembali melangkah masuk kamar mereka masing-masing.

Tidak berapa lama, hujan pun turun dengan lebatnya. Membasahi bumi yang sudah lama menunggu kehadirannya.

"Hujannya sangat sejuk sekali." Tania membatin, kala melihat hujan yang begitu lebatnya kali ini.

Namun, sesuai dengan permintaan Jordan waktu itu, hingga mau tidak mau pun harus menepatinya. Tania menurut begitu saja ketika sahabat masa kecilnya sudah mengatakan jangan.

"Baiklah, Jordan bilang jangan. Sayang sekali, hujan selebat ini tidak digunakan untuk main basah-basahan kayak waktu dulu," gerutu Tania, wajahnya cemberut kesal.

Tania memilih untuk melangkah masuk ke dalam kamar mandi, dan mulai membersihkan tubuhnya. Sesuai dengan permintaan dari Nani, untuk segera turun dan bersiap makan malam.

Selesai membersihkan dirinya, Tania duduk di depan meja riasnya. Ia melihat pantulan dirinya yang sangat cantik di depan sana.

Surai yang cokelat tebal, dengan bola mata berwarna hazel. Tubuh yang proporsional, membuatnya sangat terlihat cantik untuk siapa pun mata yang memandang.

"Huft! Membosankan, bukan?" Tania mengeluh di depan cermin tersebut.

Sangat membosankan.

Drttt!

Suara dering pada ponsel, mendadakan pesan masuk itupun mengalihkan perhatian Tania. Ia buru-buru untuk mengambilnya, seraya melihat beberapa nomer yang menghubunginya sekarang ini.

"Mereka siapa sih?" tanya Tania, dalam benaknya sendiri.

Pesan tersebut. 'Halo, apa benar ini dengan Tania?'

Dengan kening yang mengerut, Tania membalas pesan tersebut. 'Iya, gue Tania. Siapa lo?'

"Bodo amat gue ketus begini, lagian tidak kenal juga. Masalahnya, siapa mereka? Dan bagaimana bisa caranya mendapatkan nomer ponsel gue?" tanya Tania, dalam benaknya sendiri.

Tidak menunggu waktu lama, akhirnya pesan itupun didapatkannya kembali. 'Syukurlah, gue kira salah nomer tadi.'

'Tan, gue Adelio. Salam kenal, ya.'

Tania semakin mengernyit ketika membaca nama yang menurutnya tidak begitu asing ini. Ia lantas tersenyum cerah, dan segera beranjak dari duduknya.

"Aaa! Ini benar tidak sih? Kak Lio kabarin gue nih?" tanya Tania, dengan suara menjerit hingga seseorang mengetuk pintu cukup keras.

"Non, apa ada masalah di dalam sana?"

"Tidak ada! Ibu tenang saja, Tania baik-baik saja di sini, jangan cemas!" teriak Tania, yang masih bertingkah gila.