Chereads / Friendzone? / Chapter 8 - 8. Pembicaraan di kantin

Chapter 8 - 8. Pembicaraan di kantin

Jordan mengangkat bahunya tak acuh, dengan tangan menyugar rambutnya ke belakang karena menutupi sebagian penglihatannya. Ia tidak ingin perduli dengan ocehan Tania yang menyuruhnya untuk berkenalan sama para gadis pilihannya, sedang dirinya tidak tertarik sama sekali.

Tania menggembungkan pipinya, ketika melihat Jordan yang tak acuh seperti ini. Kalau begitu, artinya ia sendiri tidak bisa memaksa apa pun. Termasuk, tidak bisa membantu banyak Aurel yang katanya meminta untuk dikenalkan dengan sahabatnya tersebut.

"Baiklah, kalau begitu inginnya lo mah, gue gak akan maksa deh," ucap Tania, dengan suara lirihnya.

Jordan yang sekarang duduk di depan Tania, melengkungkan bibirnya untuk tersenyum cerah. Ia senang sekali mendengarnya. Karena, untuk menjalani hubungan itu bukan saat dirinya sedang menuntut ilmu.

"Bagus deh kalau lo sadar!" Jordan berdecak ringan. "Oh iya, memangnya hubungan lo sama Adelio sejauh apa sih, Tan? Gue penasaran dong, kenapa bisa lo kenal sama dia?"

Tania melirik ke arah Jordan yang sedari memperhatikannya. "Gimana caranya gue bisa kenal sama dia, begitu?" Jordan mengangguk lemah. "Oh, apa lo tidak berpikir kalau gue itu gadis yang menarik? Lihatlah, tubuh gue ini sangat seksi, pasti dia akan jatuh cinta begitu saja."

Tania berdiri untuk memamerkan lekuk tubuhnya di depan Jordan yang memandang dirinya dengan tatapan jijik. Ia tidak perduli itu, yang terpenting kepuasan untuk menjelaskan pada sahabatnya sudah dilakukan.

"Tania, bisa tidak lo duduk di bangkuk lagi? Malu tahu dilihat orang-orang begitu," ujar Jordan, dengan menarik tangan Tania agar bisa kembali duduk, dan tidak memamerkan lekuk tubuh padanya. "Tan, duduklah!"

"Baiklah, berisik banget kamu ini, Dan." Tania mengibaskan tangannya ke atas, dengan bibir tersenyum lebar. "Bagaimana? Lo sudah mengakui belum kalau gue memang cantik? Dan pastinya cocok bukan kalau menjadi pasangannya ... Adelio?"

"Tidak!" Jordan dengan cepat menjawabnya. "Lo gak pantes buat jadi pasangannya."

"Jordan, bercanda lo kali ini sangat tidak lucu."

"Memang kelihatan kalau muka gue lagi bercanda ya, Tan? Gue serius ngomong kayak gini, lebih baik memang lo gak usah dekat-dekat dengan dia deh," ungkap Jordan, dengan mimik wajahnya yang sangat serius dalam mengatakan hal tersebut.

Tania menatap Jordan dengan pandangan yang sangat aneh. Setelahnya ia malah menanggapi semua perkataan itu dengan tawa renyah. "Ada-ada saja," katanya.

"Lo kenapa sih, Dan? Mendingan kita makan deh sekarang, mumpung pesanan kita juga sudah diantar nih," tunjuk Tania, pada beberapa makanan yang sudah terhidang di atas meja.

Segera mengambil bagian miliknya, dan membiarkan Jordan yang tengah gundah karena pikirannya sendiri. Tentu saja Tania tidak akan mendengarkan perintah konyol dari sahabatnya tersebut, yang bilang untuk segera menjauhi lelaki seperti Adelio.

Seperti apa yang pepatah selalu bilang, "Cinta adalah buta. Kita tentu tidak akan pernah bisa melihat juga menentukan, dengan siapa hati akan terjatuh." Kurang lebih seperti itu. Persis sekali untuk menggambarkan perasaan dari Tania sekarang ini.

"Susah banget memang kalau bicara sama kepala batu, semua aja dianggap guyonan." Jordan menggerutu kesal, dan itu tentu tidak luput dari perhatian Tania.

Namun, yang dilakukan Tania sebaliknya, tidak perduli sama sekali.

Mereka berdua menghabiskan waktu istirahat di dalam kantin, hingga Adelio datang menghampiri dan mengambil tempat duduk tepat di samping Tania.

"Hallo, apa gue bisa ikut gabung sama kalian berdua?" tanya Adelio, dengan senyum juga satu alis terangkat naik ke atas.

Tania mendongak ke atas untuk melihat Adelio yang tengah tersenyum lebar ke arahnya, dengan lesung pipi yang kentara. Membuatnya terpukau akan ketampanan milik lelaki tersebut.

Menggeser duduknya, dan memberikan tempat untuk Adelio. "Silahkan, lo bisa duduk di samping gue."

"Wow, terima kasih banyak Tania."

"Sama-sama." Jangan bilang kalau Tania bisa bersikap biasa saja di depan lelaki yang disukainya? Tentu saja tidak, sekarang bahkan ia sibuk untuk memilin kuat-kuat rok yang tengah dikenakannya tersebut.

"Tania, gue lupa ada tugas yang harus diselesaikan sekarang," kata Jordan. Buru-buru untuk bangun dari duduknya, dan berniat pergi.

Tania mendongak dan melihat Jordan yang sedang siap-siap untuk pergi sekarang juga. "Dan, kenapa lo pergi sih? Gue mau ikut," rengek Tania.

Jordan menoleh dan senyum tipis pun terulas pada bibirnya. "Kan lo lagi diajak ngobrol sama Adelio, ngapain coba ikut gue? Gak sopan, Tania. Udahlah, gue mau balik ke kelas dulu, bye!" Menghampiri Adelio untuk menepuk bahunya pelan. "Gue titipin Tania, pergi duluan."

Adelio mengangguk pelan. "Tenang saja, Bro."

"Oke." Jordan berjalan cepat untuk pergi dari sana, dengan Tania yang terus memperhatikan langkah kakinya yang semakin menjauh dari area kantin tersebut.

Beberapa saat berlalu, Adelio melirik ke arah Tania saat memperhatikan bahwa Jordan benar-benar sudah pergi dari area kantin ini.

"Tan," panggil Adelio, dengan menatap wajah tenang milik Tania.

Tania lekas menoleh ke samping dengan senyum tipisnya. "Kenapa, Kak? Lo mau ngomong sesuatu kah?"

"Iya." Adelio pun mengangguk pelan, dan berkata, "Sebenarnya lo sama Jordan itu apa sih, Tan? Kok gue lihat dari kemarin-kemarin akrab betul."

Tania mengernyitkan keningnya, setelah itu terkekeh pelan. "Dia itu sahabat gue, Kak. Dan kita saling mengenal sejak masih kecil sih, memangnya kenapa lo tanya gitu, Kak?"

"Gue cuman penasaran aja itu kemarin," jawab Adelio, singkat. "Karena, gue udah perhatiin lo cukup lama. Mau kenal lebih dekat pun, segan gue."

"Segan? Kenapa? Gue kan bukan orang populer di sekolah ini, haha." Untuk mengurangi rasa canggungnya itu Tania memilih tertawa, saat Adelio dengan jujur mengatakan seperti itu.

Jangan tanya segugup apa Tania. Karena tentu saja itu sudah jelas, ia bahkan sepertinya ingin cepat-cepat lari dari sana. Dengan jantung yang berdegup sangat kencang ini, seolah ingin meledak.

Adelio mengambil gelas yang berisi minumannya, dan meneguk hingga hampir habis. Ucapan Tania barusan memang benar juga, tapi masalahnya bukan ada di sana.

Sekarang, Adelio menoleh dan menatap Tania dengan mimik seriusnya. "Karena .... gue kira lo kekasihnya Jordan. Lo tahu sendiri, siapa sih sahabat lo di sekolah ini. Juga pengaruhnya bagaimana, itu kenapa gue segan mau coba kenal dekat sama lo."

Tania mengangguk paham, dengan mulut sedikit terbuka. "Apa Jordan sangat seram di mata lo, Kak? Dan kenapa juga punya pikiran begitu, aneh!"

"Lo benar, tapi sekarang udah gak aneh dong. Karena, udah tahu dari lo juga." Adelio tersenyum lebar, hingga lesung pipinya tercetak jelas.

Tania menikmati maha karya Tuhan itu dengan tercengang. Ditambah lagi degup jantungnya semakin gila saja ketika melihat itu, seolah ingin ke luar dari tempatnya.

"Ya Tuhan, kenapa lelaki ini sangat manis dan tampan? Apa gue bisa memilikinya suatu hari nanti?" Adelio menoleh ke arah Tania yang menatapnya sedari tadi.

"Tan, lo baik-baik saja, kan?"

Brukk!