Gemuruh guntur menghias malam yang penuh dengan sukacita, nampaknya semesta ikut menyambut kedatangan penerus keluarga kerajaan Gadha. Raja Nala yang khawatir akan kedatangan keturunannya tak berhenti berjalan mengitari meja depan ruangan bersalin selirnya. Suara jerit dan rancauan terus terdengar, sudah hampir satu jam Rahayu berusaha mengeluarkan anaknya yang selama ini sudah ditunggu kehadirannya oleh seluruh kerajaan. Berbeda dengan suasana didalam kerajaan, diluar kerajaan nampak sepi dan hanya terlihat penjaga yang berbaris mengitari lingkungan kerajaan. Berjaga-jaga barangkali ada penyusup yang masuk ke area kerajaan dan berniat buruk pada keturunan Raja Nala, seluruh penaga berbekal senjata juga tak lepas berkeliling mengitari lingkungan dalam kerajaan untuk berjaga-jaga akan hal yang sangat tidak diinginkan.
"Oeeekkk!!!" tangis bayi dalam ruangan.
Raja Nala bergenyit kegirangan, akhirnya keinginannya selama ini mendapat seorang keturunan dikabulkan oleh Sang Hyang Widhi. Dirinya segera bersujut mengucapkan syukur atas berkat yang diterimanya saat ini. Selang beberapa menit berlalu, keluarlah Ratu Andari dengan seorang bayi dipelukkannya. Sedangkan dibalik tubuhnya yang menutup sebagian pintu menunjukkan seorang wanita yang terbaring lemah diatas ranjang dengan terus menatap Ratu Andari yang meninggalkan ruangan. Disambutnya Ratu Andari dengan penuh sukacita, Raja Nala yang amat bahagia segera menggendong bayi yang dibawa Ratu Andari.
"Segera carikan jodoh dari kerajaan besar. Dia seorang putri" kata Ratu Andari sambil memberikan bayi yang digendongnya kepada Raja Nala.
Ratu Andari segera pergi meninggalkan Raja Nala dengan putrinya, dirinya memutuskan pergi ke kamar untuk melepas penat setelah beberapa jam menunggu kelahiran seorang bayi yang ternyata diluar dari keinginannya. Andai saja bayi itu seorang laki-laki, mungkin reaksi yang diberikan Ratu Andari jelas berbeda.
Ratu Andari sangat mengidamkan seorang pangeran yang akan meneruskan kerajaannya, dirinya memang sangat terobsesif dengan kerajaan yang sedari kecil ia bangun bersama ayahnya. Dirinya bahkan rela bersekolah ditanah cina untuk mencari pengalaman dan ilmu dalam pengembangkan kerajaan, oleh sebab itulah dirinya tidak akan dengan mudahnya menyerahkan kerajaan Gadha kepada Raja Nala. Namun, takdir sedang mengutuk dirinya agar tidak memiliki keturunan. Dicarilah seorang selir yang sangat membutuhkan uang untuk keberlangsungan hidup orang tua dan adik-adiknya. Ialah Rahayu, gadis cantik yang dibeli Ratu Andari dari rumah bordil dengan harga yang melambung tinggi karena usianya yang masih muda dan keperawanannya yang belum terjamah siapa pun. Hingga suatu hari dikandungnya seorang bayi berusia dua bulan yang sehat dan tanpa cacat, lagi-lagi semua menurut tabib kerajaan. Namun sayang, jenis kelamin bayi itu belum diketahui sebelum hari kelahiran itu tiba. Seorang bayi perempuan dengan rambut yang lebat, saking lebatnya hingga nampaklah bulu-bulu tipis disekitar punggung, tangan serta kakinya. Bibirnya yang merah serta matanya yang tajam bak mata pisau yang siap menusuk siapapun seakan tahu penderitaan ibunya dalam mengarungi hidup yang tak selamanya seindah paras wajahnya.
"Anora, berarti cahaya dan Amaranggana artinya sutera. Cantik parasnya serta putih kulitnya seperti kain sutera, bagaimana ratu?" kata Raja Nala diatas singgasananya.
"Semua terserah paduka, nama yang indah tentu pantas untuk putri kita yang cantik jelita" kata Ratu Andari dengan senyum palsu diwajahnya.
"Baiklah, mari kita panggil putriku dengan nama Putri Anora!" seru Raja Nala memperkenalkan putrinya.
"Hidup Putri Anora!".
"Hidup Putri Anora!".
"Hidup Putri Anora!".
"Hiduuuuupppp!!!" seru seluruh isi tamu dan keluarga kerajaan yang hadir pada pesta kelahiran Putri Anora. Semuanya bersukcita merayakan kedatangan penerus keluarga Gadha yang sangat diinginkan, meskipun hanya seorang putri dan bukan pangeran yang dengan mudah mempertahankan kedudukan Ratu Andari di Kerajaan Gadha. Berbeda dengan Ratu Andari yang hanya berpura-pura mencintai dan menyayangi Putri Anora, Raja Nala justru seperti merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Dilihatnya ujung hidung Putri Anora yang sangat mirip dengannya, rasa benci dan sesalnya menikahi Ratu Andari seakan lenyap dan terobati oleh putri yang sangat cantik dan putih kulitnya. Sedikit khawatirnya akan nasib putri kecilnya ditangan Ratu Andari yang terkenal serakan dan tidak mau perintahnya ditolak siapapun.
Benar saja, delapan belas berlalu. Putri Anora tumbuh sebagai putri yang amat pintar =, dirinya sanggup menyelesaikan pendidikan kerajaan pertamanya diusia 17 tahun, kini dirinya berencana melanjutkan pendidikan kerajaan dan pergi ke tanah cina seperti ibu ratunya. Namun, betapa terkejut dirinya saat mendapati keluarga Kerajaan Bramala yang hadir di aula kerajaan. Kabar pernikahan Putri Anora dengan Pangeran Arsana kini menyeruak disekitar istana, para pelayan dan prajurit tak henti mengeluh-eluhkan pasangan yang dinilai serasi. Seorang Pangeran bijaksana dan gagah berani bersanding dengan putri cerdas nan anggun, hayalan mereka sudah sampai ke tahap keturunan keduanya yang diibaratkan bak dewa dewi yang cantik dan gagah perkasa. Kabar tersebut juga menggelitik telingan Putri Arona yang sedari tadi sibuk dengan tenunannya, dirinya kemudia beranjak dari kursi tenunnya berlari menuju aula kerajaan yang berjarak cukup jauh dari kamarnya. Betapa terkejutnya dirinya saat berpapasan dengan seorang laki-laki berambut panjang dengan mata yang indah dan tubuh yang perkasa.
"Oh, maaf nona" kata laki-laki yang tidak sengaja menabrak tubuh Putri Anora.
"Siapa dirimu?" tanya Putri Anora dengan suaranya yang lembut.
"Aku? Aku hanya panglima yang mengantar pangeranku bertemu putrinya, apakah paduka seorang Putri Anora?" tanya laki-laki yang kini melepas topinya.
"Benar, katakan pada pangeran mu. Bahwa aku tidak ingin menikah dengannya, aku ingin pergi ke tanah cina dan menjadi seorang pengrajin kain tenun terkenal" kata Putri Anora dengan lembutnya dengan wajahnya yang penuh ambisi.
"Apakah ada sisa makanan diwajahku?" tanya Putri Anora menyadari laki-laki itu menatap wajahnya dengan tajam.
"Tidak, hanya sedikit benang dirambutmu" kata laki-laki itu berbalik badan dan meninggalkan Putri Anora yang sibuk membersihkan sisa benang dirambutnya.
Rupanya itu hanya tipuan kecil laki-laki bertopi yang iseng mengerjai Putri Arona, Putri Arona yang kesal malah lupa untuk pergi menuju aula istana untuk membubarkan perjodohan mereka. Ia ingin mengatakan bahka dirinya tidak mau bertunangan atau menikah langsung, Putri Anora ingin sedikit demi sedikit mencintai laki-laki yang bahkan tidak dikenalnya selama hidup. Dirinya kemudian berlari menuju aula yang hanya beberapa langkah dari tempat dirinya berdiri, dikerahkan seluruh tenaganya dan tidak lupa dirinya mengangkat gaun yang bisa saja menghambat lajunya. Namun sayang, dirinya yang hampir sampai dipintu aula malah menyaksikan keluarga Kerajaan Bramala yang pergi meninggalkan kerajaan dengan kereta Kerajaan Bramala. Kecewa dan menyesal menyelimuti dirinya, andai saja laki-laki itu tak menghadang jalannya, mungkin saja keluarga Kerajaan Bramala akan menerima permintaanya. Dirinya kini berjalan menuju taman dengan kolam ikan disudut luarnya, diamatinya ikan-ikan yang dengan bebasnya berenang kesana kemari. Keluhnya pada ikan yang ia bandingkan dengan kehidupannya, betapa senangnya menjadi ikan yang bebas memutuskan hidupnya.