Chereads / Pangeran Arsana / Chapter 9 - Aku Malu

Chapter 9 - Aku Malu

Embun menetes menyentuh hamparan rerumputan yang hijau dengan bunga-bunga liar menghiasi. Gendhis masih berdiam diri dikamarnya, sedangkan Pangeran telah selesai membersihkan diri dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Beberapa kali Pangeran memanggil Gendhis untuk makan bersama, namun tidak ada jawaban dari Gendhis yang membuat Pangeran memutuskan menikmati sarapannya lebih dulu. Rupanya Gendhis masih menahan malu atas tidakannya semalam, dirinya memang takut dengan petir, namun tindakannya kepada Pangeran terkesan berlebihan. Dirinya bukan takut dihukum, toh dia tidak hidup di kerajaan Pangeran. Dirinya juga gengsi untuk mengucapkab maaf pada Pangeran. Karena itulah ia mencari cara untuk tidak berinteraksi dengan Pangeran.

"Dia didepan deh kayaknya" gerutus Gendhis mendengar suara sendok menyentuh cangkir teh.

Diam-diam dirinya keluar dari kamar membawa handuk dan bergegas mandi untuk selanjutnya pergi ke kebun dan bekerja.

Tubuhnya terasa lebih segar dan perutnya mulai lapar, dirinya segera mengambil sepiring nasi goreng yang dibuat Pangeran dan berlalu menuju kamarnya. Menikmati makanan sebelum berangkat kerja memang enak, namun dirinya harus mencari cara untuk keluar dari rumah tanpa berpapasan dengan Pangeran. Beberapa cara ia pikirkan hingga salah satu cara ia coba terapkan, sepertinya akan cukuo membantu Gendhis kelaur dari rumah dan pergi bekerja.

"Pangeran!!!" seru Gendhsi memanggil Pangeran.

"Hmm, iya" jawab Pangeran setelah meneguk tehnya.

"Tolong bantu aku bersihkan kamar mandi ya. Udah licin soalnya" ucapk Gendhis mencoba mengalihkan Pangeran ke kamar mandi agar dirinya dapat keluar dari rumah.

"Baiklah" ucap Pangeran berlalu menuju kamar mandi sembari meletakkan cangkir tehnya yang kosong kedalam tempat pencuci piring.

Berhasil, akhirnya Gendhis dapat kelaur dari rumah. Diambilnya celemek serta kaos tangan yang biasa dipakainya berkebun. Tak lupa pula sepatu boot yang sebelumnya telah ia pakai. Bergegas ia pergi meninggalkan rumah setelah sebelumnya berpamitan dengan Pangeran dengan cara pertama, yaitu berteriak.

"Syukurlah, akhirnya bisa keluar juga" ucap Gendhis lega sambil menggunakan celemek dibadannya.

"Sini aku bantu ikat" ucap Pangeran mengagetkan Gendhis.

"Loh, Pangeran.. Kok.. Kok kamu kesini. Tadi kan.. Tadi aku suruh kamu.." ucap Gendhis terbata-bata melihat kehadiran Pangeran dibelakangnya.

"Iya, aku mau ikut kamu. Nanti aku bersihkan kamar mandi setelah pulang dari ikut kamu" ucap Pangeran beralasan.

"Emm, aku mau kerja" ucap Gendhis lagi.

"Tidak apa-apa, aku tidak akan merepotkan mu" jawab Pangeran lagi.

"Oke" ucap Gendhis berlalu meninggalkan Pangeran dengan berjalan agak cepat didepan.

Perjalanan yang sangat canggung hingga sampailah mereka di kebun strawberry milik salah satu warga yang terkenal kaya didesan.

Inilah pekerjaan Gendhis untuk menyambung hidupnya didesa, segera dirinya mengambil beberapa keranjang plastik yang masih tersusun rapi. Pangeran hanya mengamati Gendhis yang sibuk bekerja memetik beberapa buah selain strawberry. Dengan tekun Gendhis memetik setiap buah yang kemudian ia masukkan dalam keranjang secara hati-hati agar tak rusak dan mampu dijual dengan harga tinggi sesuai penyortiran. Sesekali diliriknya Pangeran yang menahan kantuk hingga pikiran jahil menghampiri pikiran Gendhis. Jam makan siang pun tiba, ia bergegas keluar dari perkebunan dan menghampiri Pangeran yang masih terkantuk-kantuk menunggu Gendhis.

"Kasian banget, ngantuk parah kayaknya nih. Hahaha" ucap Gendhis tertawa lirih melihat Pangeran dengan kantuk yang tak tertahan lagi.

"Pangeran, bangun" ucap Gendhis lirih membangunkan Pangeran.

"Ah, sudah selesai? Kenapa lama sekali?" tanya Pangeran tersadar dari kantuknya.

"Belum, ayo makan. Namanya juga kerja, sebentar lagi selesai. Atau kamu mau pulang duluan abis makan?" ucap Gendhis membuka bungkusan tas berisi makanan yang sebelumnya ia sediakan untuk bekal.

"Tidak, ini apa?" tanya Pangeran bingung.

"Ini, makan aja. Enak" ucap Gendhis sembari menahan tawa.

"Awwhh, asam sekali" ucap Pangeran mengernyitkan mata dan alisnya.

"Hahahahaha, itu strawberry, Pangeran. Enak kan? hahahaha" ucap Gendhis dengan tawanya.

Pangeran menatap Gendhis serius, dirinya seperti tersihir oleh senyum lebar diwajah Gendhis, namun Gendhis menangkap hal lain dari tatapan Pangeran. Dirinya seakan mengetahui amarah yang ada pada tubuh Pangeran hingga tawanya berubah menjadi senyum canggung tak enak hati.

"Maaf, Pangeran. Aku cuma becanda" ucap Gendhis tak enak.

"Jangan marah ya? Aku antar kamu pulang biar bisa minum teh buat ngilangin rasa asemnya" ucap Gendhis merayu Pangeran yang sangat menyukai teh.

"Tidak usah, nanti saja. Aku akan menunggu mu sampai pulang. Karena ada yang ingin aku bicarakan dengan mu" ucap Pangeran sembari menyuap makanan ke mulutnya.

Sontak Gendhis menyemburkan air dalam mulutnya, untung bukan kearah Pangeran. Pangeran pasti akan membicarakan tingkah lakunya semalam, pikir Gendhis. Ah, itu sungguh memalukan.

Dengan cepatnya Gendhis menghabiskan makan siangnya dan kembali meninggalkan Pangeran seorang diri dengan makan siang yang belum habis. Dirinya benar-benar menghindari Pangeran dan Pangeran pun menyadari hal itu.

Semua makanan habis tak tersisa, dengan telatennya Pangeran memberekan tempat makan mereka yang kotor dengan hanya membilasnya dan kembali memasukkannya paa kantong yang telah disediakan Gendhis. Rasa lapar dan kantuk yang ia tahan sedari tadi telah terobati, dirinya kemudian berjalan mengitari kebun dengan menikmati teriknya matahari dari sela-sela daun menembus kebun yang bersatu dengan hutan.

"Kamu siapa?" tanya salah satu mandor dikebun itu.

"Aku, Pangeran" ucap Pangeran memperkenalkan diri.

"Dia kakak sepupu saya, pak" ucap Gendhis menghampiri Pangeran dan mandor itu.

"Ohh, kenapa nggak diajak kerja aja?" tanya pak mandor lagi.

"Kerja?" tanya Pangeran bingung.

"Ini, kerja panen buah. Metik-metik buah, kamu mau?" tanya Gendhis sembari memperkenalkan kata 'kerja'.

"Boleh?".

"Tentu saja, besok kamu sudah bisa kerja" ucap pak mandor.

"Buat hari ini udah cukup, Ndis. Kamu bisa pulang" suruh pak mandor sembari memberikan upah harian pada Gendhis.

"Oh, iya pak. Makasih ya".

Gajinya memang dibayarnya setiap bulan, namun jatah uang makan selalu ia terima tiap harinya. Hari ini terasa melelahkan, namun cukup menyenangkan karena ditemani Pangeran ditemat kerja. Entah apa yang sedang dirasakan Gendhis hingga seharian ini merasa semangat melakukan pekerjaannya.

Lama berlalu hingga sampailah mereka berdua dirumah, Gendhis bergegas masuk kekamar mandi untuk membersihkan badan dan Pangeran seperti biasa, menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Gendhis masih saja menghindari Pangeran saat telah selesai mandi dan makanan dimeja telah siap, dan Pangeran yang telah selesai mandi pun bersiap menikmati makan malam yang sebelumnya ia buat dengan bahan seadanya. Beberapa sayran dan lauk pauk ia sediakan layaknya jamuan makan malam dikerajaan. Gendhis yang sedari tadi dikamar tak kunjung kelaur membuat Pangeran geram dan mengetuk pintu kamarnya.

"Tok! Tok! Tok!" ketuk Pangeran lirih.

"Gendhis, ayo makan" ajak Pangeran lembut.

Tidak ada jawaban, Gendhis hanya duduk menatap pintu dengan bingung dan gelisah.

"Ada yang ingin aku tanyakan, bisakah kamu keluar sebentar?" tanya Pangeran lagi.

"Aku belum lapar, Pangeran. Kamu dulu saja yang makan" ucap Gendhis berbohong karena ternyata perutnya sudah berbunyi sejak sore tadi.

"Baiklah, aku tidak akan makan sebelum kamu mau keluar dari kamar. Aku hanya ingin bertanya, semalam…" ucap pangeran terputus.