PoV ECY.
"Tenanglah, aku hanya ingin menolongmu. " Ucapku sambil mengulurkan tangan ke arah perempuan berambut oranye dengan mata berwarna hijau gelap.
"Terima kasih... " Ucap perempuan itu, bukannya langsung menjabat uluran tanganku, dia malahan sedang merada rada di sekitar tubuhnya dan ngambil sebuah tongkat yang terbuat dari batang kayu, kemudian berdiri.
Apa dia tidak bisa melihat? Pikirku sambil menarik lagi tanganku.
"Siapa namamu? dan kenapa kamu bisa sampai gang gelap ini? " Ucapku bertanya dengan berhati-hati.
"Eh, apa mereka sudah pergi?... " Ucap perempuan itu tiba-tiba panik.
"Tenanglah, mereka sudah pergi... " Ucapku sambil mengalihkan pandangan ke arah tiga mayat pria yang tergeletak dengan api berwarna hitam membakarnya.
"*huftt*syukurlah... terimakasih kasih telah menolongku... tu-" Ucap perempuan itu tapi sebelum dia memanggilku dengan sebutan tuan, aku telah memotongnya terlebih dahulu.
"Ecy, panggil saja Ecy. Kalau boleh tau siapa namamu? " Ucapku sambil memperhatikan setiap geraknya.
"Eh, m-aaf maaf saya lupa memperkenalkan diri, nama saya Risu, panggil saja Risu... " Ucap Risu dengan nada sedikit panik di awalnya.
Dia mudah panik akan hal sesuatu yang kecil, pikirku.
"Kalau begitu bisakah, saya mengantar Risu ke rumah? " Ucapku dengan nada sedikit kaku, entah mengapa setiap ingin berbicara sesuatu di hadapan pasti terasa canggung.
"Eh, tapi saya bisa sendiri untuk berjalan pulang... " Ucap Risu.
"Tapi itu tidak baik membiarkan seorang gadis berjalan di hari yang hampir gelap ini. " Ucapku mencoba menyakinkan Risu.
"Apa!! B-agaimana i-ni, aku harus segera kembali... " Ucap Risu kembali panik setelah mendengar kalau hari hampir gelap.
"Tenangkan dirimu dulu, aku akan membantumu... " Ucapku cepat saat melihat dia kembali panik lagi.
Dan berhasil, dia kembali tidak panik lagi dan mulai tenang
"Benarkah?... "Ucap Risu entah mengapa matanya seperti sedang melihatku secara langsung.
" I-ya... "Ucapku.
Kemudian aku memegang tanganya secara tiba-tiba , meski sempat terkejut dengan apa yang aku lakukan tapi aku tetap memegang tangannya dan mengucapkan sesuatu.
" Teleportasi... "Gumanku pelan yang masih dapat didengar oleh Risu, mungkin.
Seketika, Aku dan Risu berpindah tempat yang tadinya di sebuah gang kecil dan gelap kini berada di sebuah bangunan tua seperti peninggalan sejarah di atas sebuah bukit.
" Sekarang sudah sampai... "Ucapku pada Risu sambil melepaskan tangannya.
" Dimana ini?.. "Ucap Risu dengan bingung.
Astaga aku lupa kalau dia tidak bisa melihat. "
"Ini di... rumahmu... kan? " Ucapku sedikit ragu, saat melihat sekitar.
"Eeeeh, maksudmu kita berada di Panti asuhan?... tapi bagaimana bisa?... bukannya tadi kita berada di pusat desa? " Ucap Risu dengan bigung.
"Panti asuhan?... ah tadi aku mengunakan teleportasi untuk memindahkan kita sampai ke sini dengan dibantu ingatanmu. "Ucapku dengan sedikit menjelaskan tentang teleportasi tadi.
"Ingatanku?... " Ucap Risu tambah bigung.
"Intinya, aku meminjam sedikit ingatanmu saat bergandengan tangan tadi dan membuat kita bisa ber teleportasi ke sini... Tapi tadi kau bilang ini panti asuhan kan... " Ucapku.
"Ooo, jadi begitu maaf maaf soalnya aku baru pertama kali berpindah tempat secara tiba-tiba... Kalau soal itu. " Ucap Risu kemudian ia berjalan merada rada mengunakan tongkatnya sampai pada pintu bangunan tua tersebut.
Tok... tok...
"Aku pulang...! " Ucap Risu sambil mengetuk pintu bagunan tersebut.
"Iyaaa.. " sebuah balasan dari dalam bangunan disusul dengan terbukanya pintu.
"Siap-Risu!... Kamu sudah kembali... " Ucap seorang perempuan berambut hitam sebagai sudah memutih paru baya berusia 66 th, mungkin. Sambil memeluk Risu dan menangis.
"Hum, aku pulang... " Ucap Risu ikut memeluk perempuan paru baya tersebut.
Semantara aku hanya melihat pemandangan yang mengharukan itu dari belakang.
"Syukurlah....apa kau baik baik saja... dari mana saja kau pagi ini... Eh, siapa yang berada di belakangmu? " Ucap perempuan paru bayu tersebut melepaskan pelukannya dan menghujani berbagai pertanyaan ke Risu, ya walau akhirnya yang dia tanyakan ada keberadaan aku.
"Ahh, itu namanya Ecy... dia telah menyelamatkan aku saat aku bertemu dengan orang orang yang berniat jahat tadi... " Ucap Risu memperkenalkan diriku.
"Halo, nama saya Ecy, seperti yang dikatakan Risu tadi, saya pendatang baru di desa ini-... " Ucapku kembali memperkenalkan diri dengan sopan.
"Terimakasih kasih banyak tuan, terimakasih kasih banyak... maaf saya tidak bisa membalas kebaikan tuan.... " Ucap perempuan paru baya itu tiba-tiba saja bersujud di hadapanku.
"Bibi Aya... " Ucap Risu secara tiba-tiba dengan nada sedih, seperti seolah olah Risu dapat melihat dari pendengarannya.
"Bibi, berdirilah... aku jadi tidak enak... kalau masalah itu tidak usah bibi pikirkan, aku memang hanya berniat untuk menolong Risu saja... " Ucapku sambil mencoba membangunkan bibi Aya yang bersujud di hadapanku.
"Terima kasih tuan, terimakasih kasi-" Ucap Bibi Aya.
"Ecy, panggil saja Ecy... " Ucapku memotong ucapannya untuk tidak memanggilku Tuan.
"Baiklah, nak Ecy.... Sekali lagi saya ucapkan terimakasih.... " Ucap Bibi Aya.
Panggil Ecy saja.... tapi kurasa Nak Ecy lebih baik dari pada tuan.
"Tidak usah, dipikirkan Bibi... Baiklah aku akan kembali dulu ke penginapan-"Ucapku terpotong.
" Tapi ini sudah hampir gelap, lebih baik nak Ecy menginap dulu disini dan keesokan harinya baru kembali ke penginapan... "Usul Bibi Aya dengan nada khawatir.
" Hmm, kurasa tidak ada salahnya juga, baiklah... maaf merepotkan Bibi. "Ucapku menerima usulan Bibi Aya.
" Tidak tidak itu bukan apa apa, mari masuk sebelum hari gelap... "Ucap Bibi Ayu sambil membantu Risu masuk ke dalam bangunan tua tersebut dan disusul denganku.
***
Sore yang cerah mulai digantikan dengan malam yang gelap dan dingin diluar sana.
Didalam bangunan tua tersebut kini, Aku sedang ikut duduk di meja makan dan makan malam bersama anak anak panti asuhan yang lain yang berjumlah 10 termasuk Risu.
Suasana di meja makan ini benar benar canggung apalagi tidak ada yang membuka suara dari tadi, anak anak panti asuhan menatapku dengan berbagai tatapan yang berbeda, kecuali Risu.
Ada yang menatapku dengan tajam, waspada dan ketakutan. Entah apa yang mereka takutkan dariku? Apa karena penutup mataku.
"Kakak, apa Kakak bisa sihir? " Ucap seorang anak perempuan berusia 9th yang tiba-tiba saja bertanya kepadaku.
"Bisa, sedikit. hehehehe. " Ucapku dengan tertawa canggung.
"Benarkah?, kalau begitu bisakah kakak menunjukannya. " Ucapnya lagi dengan tatapan polos yang di arahkan ke aku.
Tidak hanya dia kuarasa yang penasaran tapi hampir semua orang disini juga penasaran tentang sihir.
"Bisa kok. " Ucapku kemudian aku menujuk ke arah api yang sedang membakar lilin dan mengendalikannya melayang-layang di udara kemudian api itu berubah warna seperti putih, biru, hijau, Ungu, hitam dan kembali putih kembali.