Kicauan burung yang awal nya terus terdengar, seperti lenyap entah kemana. Jantungku seperti berhenti berdetak selama tiga detik. Sepertinya bukan hanya burung yang bisa terbang. Tapi akal sehat dan hatiku telah melayang entah kemana. Perasaan ini membuatku tak bisa berhenti tersenyum.
"Kakak, kenapa megang kepala saya?" ucapku, sambil menunduk malu. Seperti banyak balon yang beterbangan di hatiku, yang perlahan pecah satu persatu. Rasanya aku ingin berteriak mengeluarkan perasaan ini.
"Tadi ada serangga di atas kepala kamu" ucap nya sambil menunjukkan belalang seukuran kelingking. Jenna langsung berteriak sejadinya dan berjalan mundur. Hampir saja aku berniat kabur dari sana.
Suaraku cukup menggelegar sampai para siswa baru bergegas keluar, dan menciptakan kehebohan.
Jenna berjongkok sambil mengusap-usap kepalanya karena terlalu takut. Gadis itu agak merengek dan segera bersembunyi. Akhirnya semua orang menatap Tio dengan rasa penasaran. Mereka terlihat bertanya-tanya dan menggunjing Tio.
"Kenapa kalian keluar? Hah! Cepat kembali masuk" ucap Tio, memarahi para murid. Jenna yang masih agak ketakutan bersembunyi di celah tembok yang agak besar. Setelah mereka semua masuk, Tio terlihat mengecek sekeliling. Lalu dalam hitungan detik, lelaki itu terlihat tertawa.
"Kak, ini sama sekali gak lucunya!" Ucap jenna, yang masih bersembunyi. Gadis itu terlihat seperti kucing penakut yang langsung lompat untuk kabur. Lelaki itu mengangguk dan berusaha menahan tawanya kembali. Perlahan ia mengayunkan tangan, untuk memanggil ku.
Jenna berdiri dan kembali kehadapan nya dengan perasaan was-was. "Belalang nya udah pergi, kok" ucap Tio, dengan sedikit tawa kecil. Jenna menguatkan batin nya, dan berjalan selangkah demi langkah.
"Kamu kecil-kecil suara nya lantang juga Nya" ucap Tio, bersamaan dengan suara bel pulang. Begitulah akhir dari kisah sekolah hari ini. Jenna kembali dengan hembusan nafas. Ada apa dengan nya hari ini, di hari pertama sudah membuat malu dua kali.
Ke esokan harinya pun datang, berbeda dari kemarin. Jenna hari ini hampir terlambat dan tak sengaja berpapasan dengan seseorang. Siapa lagi kalo bukan Martio Bramantara satu itu. Lelaki itu sudah menertawai ku tanpa basa basi.
Sudah tamat kisah cinta dengan kakak kelas yang dingin. Tak mungkin ada harapan lagi, jenna pun masuk kelas. Karena perasaannya yang buruk, dia kembali tak mengajak orang berbicara. Ketika pukul sembilan, waktu istirahat tiba.
Aku memilih untuk berkeliling daripada hanya duduk sendirian di kelas. Seseorang sedang bernyanyi lagu yang akhir-akhir ini sering ku dengar. "Denyut jantung ku berdebar terasa indahnya dunia ini kita yang punya" suara lelaki yang merdu nan tinggi.
Aku kurang tau suara siapa itu karena mereka berada di dalam kelas. Sedangkan aku duduk dibelakang gedung, jadi tak bisa melihatnya. Karena terlalu terbawa suasana jenna mengeluarkan suara nya dengan nada tinggi. "Aku lah mataharimu, kau lah kekasihku" suara jenna yang mengkhiasi belakang gedung membuat mereka di dalam kelas tercengang.
Lelaki yang tadinya ingin mengambil nada tinggi itu terdiam dan mendengarkan nyanyian ku. "Kita kan bersama selamanya" suaranya benar halus dan menenangkan. Semua orang sampai terdiam dalam beberapa detik. Tio yang mendengar suara itu bergegas mencari jalan ke belakang gedung kalasnya.
Tapi sayang sekali, gadis bersuara merdu itu telah menghilang. Lalu dering handphone seseorang terdengar. Tio mengangkat handphone miliknya, yang tertulis Bu Syafa di kontak itu. "Dimana muridnya?" Tanya seseorang dari balik handphone.
"Gak ada bu, udah saya cari tapi kosong" jawab tio sambil terus menyusuri jalan. Lelaki itu terus melihat sekeliling berharap menemukan orang yang dia cari. "Ah... Sayang sekali, suaranya cukup bagus untuk di ikuti lomba" jawab bu syafa. Guru pembimbing dari Club Seni dan Budaya.
Setelah dia kembali ke ruang koridor, sudah banyak anak lainnya. Tio tak bisa menemukan gadis bersuara emas itu. Karena lelaki itu terburu-buru tio tak sengaja menabrak jenna. "Ah maaf, dek" ucap tio, sambil melihat sekeliling. "Kak tio, cari apa?" Tanya Jenna, sambil ikut melihat sekeliling.
"Ah iya! Kamu lihat anak di belakang gedung gak? Kakak lagi nyari nih" tanya tio. Jenna mengerutkan dahinya sambil berfikir. Lalu menggeleng kan kepala, karena hanya ada dia disana. "Gak ada kak" belum selesai aku berkata tio sudah bergegas pergi. "Selain aku" ucap jenna, bingung. Gadis itu terlihat menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Begitulah Martio Bramantara kehilangan wanita bersuara emas yang ia cari. Begitu juga jenna yang bergegas pergi, meninggalkan mereka. Beberapa hari kemudian, jenna merasa cukup lelah. Karena kurang istirahat beberapa hari ini. Mereka cukup membuat kami lelah selama beberapa hari.
Akhirnya aku memutuskan untuk istirahat di UKS, jenna terlelap dikasur. Sampai tak mendengar suara bel pulang. Gadis itu terbangun karena melihat jam yang sudah cukup petang. Gadis itu bergegas untuk keluar, dan benar saja gedung sekolah sudah cukup sepi.
Entah kenapa aku merasa sangat malu, mungkin saja mereka sudah berusaha membangunkanku dari tidur dengan susah payah. "Aduh... Jenna! Jenna, kenapa kamu tidur seperti babi sih!" Ucap gadis itu, memarahi diri sendiri.
Sesampainya di depan kelas, Jenna melihat seseorang sedang membawakan tas nya. "Kak, itu punya saya" ucap jenna, sambil menghampiri laki-laki itu. Dari punggung dan gaya berpakaiannya cukup familiar. "Kak tio?" Tebak ku, sambil menunggu dia berbalik. "Hm?" Jawab tio, sambil membawa tas ku.
"Kalau kamu masih cape lanjut tidur aja" lanjut nya, sambil berjalan membawa tas ku. "Eh... Tas nya kak! Itu punya aku" ucap jenna, gadis itu bergegas mengikuti kakak kelasnya itu. Karena perbedaan panjang kaki membuat gadis itu sedikit tertinggal. "Mau kakak bawa kemana barang aku?" Tanya Jenna agak panik.
Dia takut karena membuat tio jadi pulang telat, atau mungkin perasaan lelaki ini sedang buruk. Sifat tio sangat susah untuk ditebak oleh gadis bernama jenna. "Kak Tio, saya harus pulang. Gak bisa di maafin aja nya? Aku tau salah kok, kak..." Rengek gadis itu. Tio terdiam ketika dirinya telah sampai di depan parkiran. Lelaki itu berbalik dengan rasa kebingungan.
"Emang kamu salah apa?" Tanya Tio, sambil mengerutkan keningnya. Lelaki itu juga menyilangkan tangan sambil melihat Jenna dari atas sampai bawah. "Aku... Aku... Pokoknya aku tau aku salah kok, kak!" Ucapnya. Sambil menghentakkan kaki.
Tio tersenyum lalu mengembalikan tas gadis itu. "Makasih kak" ucap jenna, dia langsung memakai kembali tas dan bergegas pergi. Tio tiba-tiba menarik tasku kembali, dan menahan jenna. Jenna berbalik sambil menunjukkan wajah cemasnya. "Kenapa lagi kak? Apa kakak masih perlu aku?" Jawab Jenna.
Tio tak menghiraukan gadis itu, dan segera menghidupkan motor nya. "Cepet naik" jawab tio, sambil memberikan helm satunya. Motor sport berwarna hitam yang sering ia bawa. Ketika aku menggelengkan kepala. Lelaki itu menggeber keras motor nya.