Masa perkenalan sekolah pun selesai, hari ini adalah hari pertama kelas tetap. 10.7 jurusan IPA, aku harap hari ini adalah keberuntungan ku. Jenna kembali seperti biasanya, bangun terlambat karena nonton drama sampai jam satu malam. Gadis itu berlari dengan cepat sambil melihat namanya di papan pengumuman.
"10.7!" Ketika dia menemukan namanya, dia lekas berlari. Mana kelas milik nya adalah kelas paling pojok. Semoga saja guru belum masuk kedalam kelas. Ketika melihat Plang kelas miliknya, jenna bergegas masuk. Sampai tak menyadari bahwa ia menginjak tali sepatunya. Brak! Bunyi itu terdengar sangat keras, sampai seluruh kelas terdiam.
Sakit nya sih emang sakit, tapi rasa malunya yang sangat terasa. Gadis itu lekas berdiri dan melihat lutut nya. "Oh! Kau berdarah?" Ucap seorang wanita berkerudung putih. Jenna langsung panik memeriksa dengkul dan pergelangan tangannya. "Gak ada kok?" Ucap Jenna, kebingungan.
Tapi sesuatu mulai menetes kelantai entah dari mana. Bentuk nya kental dan berwarna merah lekat seperti darah. Wanita berkerudung putih itu segera menghampiri ku dan memberi ku banyak tisu. "Hidung! Hidung!" Ucapnya yang terlihat lebih panik dariku.
"Ma... Makasih" ucap Jenna, sambil melihat cermin dilemari. Baju gadis itu sudah dipenuhi darah, dan hidung yang terus mengalir. Jenna ikutan panik sendiri, segera mengelap darah yang terus mengalir dari hidungnya. Para siswi juga terlihat panik dan terkejut ketika melihat aku mimisan parah.
Mereka langsung membantu ku untuk menuju UKS, dan perawat UKS itu juga ikut terkejut. Jenna akhirnya disuruh istirahat dulu beberapa jam agar memastikan dia baik-baik saja. Selama di dalam UKS dia bertengkar dengan dirinya sendiri. Gadis itu terus menendang-nendang tembok dan memukuli bantal.
"Kenapa harus di hari pertama sih?" Ucap gadis itu sedih. Seorang siswi membawa beberapa buku, dengan siswa lainnya. Sepertinya dia yang menolong ku tadi, jika di liat lagi dia sangat cantik. Wajah ovalnya tetap membuat dia imut, mata kecil nya seperti puppy. Bibir mungil berwarna pink, dan kulit seputih susu.
"Dia sangat baik, apakah dia mau berteman dengan ku?" Tanya Jenna, pada diri sendiri. Seseorang tengah berlari menyusuri lorong koridor, setelah mendengar bahwa jenna terluka. Lelaki itu langsung mendobrak masuk, padahal cuma ada aku disana. Kedua siswi dan siswa teman sekelas ku juga ikut terkejut, dan melihat kami.
"Dek, kamu gapapa?" Tanya Tio yang terlihat panik setengah mati. "Mana yang luka, saya dengar kamu jatuh terus ngeluarin darah banyak... Banget" lelaki itu terdiam ketika menyadari baju ku yang sudah merah. Tangannya segera memeriksa seluruh tubuh ku. Bahkan aku diputar beberapa kali layak nya gasing.
"Kak Tio, aku gapapa" jawab jenna kembali duduk, "yang ada saya pingsan karena pusing bukan mimisan". Lelaki itu menghembuskan nafas lega ketika mendengar bahwa aku hanya mimisan. Di kira aku kecelakaan motor kali nya, berdarah sebanyak ini.
Ketika keduanya sama-sama sudah tenang, Jenna baru sadar Tio masih menggenggam tangan nya. Gadis itu diam, sekaligus bingung harus apa. Perlahan situasi terlihat canggung, aku dan kak Tio tak berani menatap satu sama lain. "Aku..." Jenna dan Tio tak sengaja berkata secara bersamaan.
Mereka kembali terdiam untuk beberapa waktu, dan situasi makin canggung. "Saya pergi dulu, saya masih ada urusan" ucap Tio yang bergegas pergi meninggalkan Jenna. "Eh, iya kak. Hati-hati" jawab Jenna, sambil melihat lantai. Tio pun pergi, dan tak lama seseorang kembali menghampiri ku.
"Kamu gapapa?" Tanya seorang siswi, yang tampaknya aku kenal. Dia adalah siswi yang memberikan ku tisu karena panik. Ayu Dwi Almira itulah yang tertera di nametag nya. "Makasih ya, ayu" ucap jenna, menyambut nya.
"Iya, gapapa yang penting sekarang kamu baik-baik aja kan?" Tanya ayu. Ayu terlihat risau melihat bajuku yang berbecak darah. Aku mengangguk, dan tersenyum ramah. Ayu terus melihat bajuku dengan wajah cemas. "Kayak nya kamu gak bisa balik ke kelas kayak gini deh" ucapnya risau.
Jenna menghembuskan nafas cemasnya, dia tidak membawa pakaian ganti hari ini. Seseorang kembali mengetuk pintu, itu adalah kakak perawat. "Ini, tadi katanya buat kamu ganti" ucap nya memberikan baju olahraga yang kebesaran. Jenna terlihat bingung sambil memegang baju itu.
"Dari siapa, bu?" Tanya ayu, tanpa melihat coretan di balik baju. Baju ini milik Kakak Kelas itu, tertulis Tio di balik bajunya. "Gak tau, tadi ada anak cowok yang ngasih ke saya" jawab perawat itu, sambil menggelengkan kepalanya. Jenna tersenyum karena tau dari siapa baju olahraga tersebut.
Ketika malam datang, jenna lagi-lagi bertelepon dengan sahabatnya itu. "Apa!? Terus, apakah dia sudah menyatakan cintanya?" Tanya yaya ketika mendengar seluruh cerita ku. Aku langsung menggelengkan kepala sambil menutup wajah dengan bantal. Gadis itu hampir saja berteriak sangking gembiranya.
Tak lupa Jenna tak berhenti nya untuk terus melompat-lompat, dan terjun ke kasur. Yaya yang mendengar kericuhan ku, mengerti bahwa teman nya jenna sedang terlalu senang. "Ayolah, bagaimana kisah selanjutnya? Sepertinya, teman jomblo kita harus bersiap mendapatkan pacar pertama nya" jawab yaya.
"Apa? Apa? Emangnya kenapa? Kok bisa?" Tanya nya kebingungan. "Tentu saja, kak Tio akan segera menembak mu bodoh!" Ucap Yaya, sambil tertawa kencang. Tanpa sadar jenna tertidur setelah berbicara cukup panjang dengan yaya. Jenna mengalami mimpi yang amat indah baginya.
Disana, jenna sedang berjalan menuju ruang kelasnya bersama beberapa teman siswi nya. Entah kenapa cuaca hari ini sangat sejuk, tanpa adanya mendung. Suara kicauan burung yang bernyanyi ditelinga nya. Seseorang datang menghentikan lamunannya.
"Kak Tio?" Tanya jenna, yang agak sedikit terkejut. Lelaki itu diam dengan senyum hangat diwajahnya. Perlahan ia mengelus pipi ku dengan tangan hangat dan lembut nya. "Jenna, bangun" jawab Tio, membuat gadis itu kebingungan.
"Ha? Aku sadar kok kak, hahahaha" jawab jenna yang mengira lelaki itu sedang bercanda dengan ku. Lalu perlahan Tio mencubit pipi Jenna dengan kuat, membuat dia merintih kesakitan. "Sakit kak! Sakit..." Jawab jenna, yang perlahan membuka mata. Butuh beberapa detik untuk dia kembali sadar, dan kekecewaan lah yang terlukis di wajahnya.
Sudah jelas seorang wanita dengan celemek abu-abunya, sedang membawa sapu di hadapan ku ini. Martio yang manis dan hangat itu hanyalah sebuah mimpi. Jenna menghembuskan nafas dengan penuh kekecewaan. Belum sempat dia berleha-leha, ibunda tercinta sudah menyiapkan alat tempurnya.
Tanpa memperlambat waktu Jenna segera bersiap untuk pergi ke sekolah. Di hari ke dua ini, jenna benar-benar berdoa agar tuhan membiarkan dia selamat hari ini. Siapa yang menyangka bahwa ia akan telat, dan yang menjaga gerbang adalah Tio. Anggota OSIS berwenang untuk mendata anak yang telat dan berpakaian tidak rapi.
Siapa yang mengira bahwa Jenna akan seapes ini, tidak memakai ikat pinggang dan telat secara bersamaan. Gadis itu hanya pasrah dan membiarkan dirinya di ocehi. Ketika kakak tingkat lainnya mulai memarahi ku, Tio berdeham menyuruh nya diam. "Biar dia saya yang urus, kamu urus yang lain aja" jawab tio mengusir yang lainnya.