Suara motor itu cukup menggelegar sampai membuat para burung berterbangan. Jenna yang mendengarnya di buat takut sekaligus terkejut. Dengan rasa pasrah dan terpaksa akhirnya Jenna memilih untuk naik. Motor itu cukup tinggi baginya, Tio menepuk bahunya. Agar jenna berpegangan pada bahu Tio untuk naik.
Wanita itu bingung untuk berpegangan atau tidak, tangan jenna terus berada di samping. "Harus pegangan apa enggak nya? Kalau bahu gapapa kali nya" gumam Jenna. Tio sekali lagi menancap kan gas nya. "Ha!" Teriak jenna, yang hampir saja terjatuh. Tangan jenna refleks memeluk Tio, lelaki itu hanya terus menancapkan gasnya.
Seperti adegan mencari maut, Tio melaju motor nya seperti di acara motor balap GP. Jenna yang orang nya penakut, dibuat ketar ketir oleh lelaki itu. "Martio Bramantara... Kalo kakak mau mati jangan ngajak-ngajak, dong!" Teriak jenna, sekencang mungkin.
"Ha? Saya gak denger kamu bilang apa tadi?" Tanya Tio, yang masih memacu motornya. Jenna hanya terus memeluk erat lelaki itu. Sampai Tio agak tercekik, karena jenna memeluk nya erat.
Singkat cerita yang terasa tidak singkat ini, jenna berhasil selamat sampai dirumahnya. Dalam keadaan tangan dingin dan jidat berkeringat. Wanita itu turun dengan mematung, dan membeku. Fikiran jenna kosong karena terlalu takut, Giginya bahkan bergetar.
Perjalanan yang biasanya dua puluh menit, kini hanya memakan waktu 5 menit. Aku tak bisa merasakan letak kaki ku dimana lagi. "Udah, sampe kan?" Tanya Tio. Jenna membutuhkan waktu untuk berhasil menjawab pertanyaan singkat Tio. "Kakak kok tau dimana rumah saya?" Tanya Jenna, tanpa ekspresi. Jenna bertanya dalam keadaan setengah sadar.
"Ah... Waktu perkenalan kamu kan ngasih tau alamat, kebetulan rumah temen saya di deket sini" ucap Tio, sambil memasang kembali helm nya. Jenna mengangguk dan melihat rumahnya sekali lagi. "Makasih" belum selesai jenna menyelesaikan kata-katanya. Martio telah kembali memacu motornya meninggalkan gadis itu sendiri.
Jenna terlihat linglung, dan mencari sesuatu. "Rumah ku dimana nya?" Ucap Jenna, sambil menarik nafas panjang. Jenna kembali menghadap kebelakang, dan menunjuk rumah berwarna abu-abu itu. "Oh iya, aku lupa... Yang ini kan" ucap Jenna, sambil berjalan lemas. Entah wanita itu tertawa atau menangis, ekspresi nya susah di tebak.
Jiwa gadis itu sudah pergi dibawa entah kemana. Malam pun tiba, seperti biasa jenna akan bertelepon dengan seseorang. Wanita itu terus bercerita tentang pacar nya yang tak menghubungi nya beberapa hari ini. Serta beberapa masalah lainnya, jenna hanya mendengarkan sambil memakai skincare nya.
"Lalu, kenapa kau tak memilih untuk putus saja?" Ucap jenna, dengan dingin. Wanita itu menghembuskan nafas panjang. "Ayolah, aku tau dia akan mencariku lagi dan bersujud untuk meminta maaf" jawab seorang wanita di seberang telepon. Seorang wanita dengan pony tail nya, serta baju tidur berwarna pink. Hidung mancung, dengan mata sipit bersamaan dengan bibir tipis nya yang lemes.
"Maiya Jatmatika Ali Sarati," ucap jenna menghentikan ocehan teman nya. "Iyaa" ucap Yaya, dengan manis. Wanita itu menunggu teman nya untuk melanjutkan pembicaraan. "Ya, buat apasih kamu berjuang buat lelaki itu" jawab jenna, sambil menaruh kembali lipbalm nya.
Dia mendekatkan hp nya untuk melampiaskan unek-unek nya. "Lagi pula pada akhirnya bakal putus, buat apa sih di bawa serius hubungan" jawab jenna. Yaya terdiam dan terlihat sedikit ngambek dengan jawaban jenna. "Kamu belum tau sih apa itu cinta, aku sama kamu beda jenna" ucap yaya, membela diri.
"Oh? Emang bedanya apa? Aku lebih logis dari kamu soal hubungan" jawab jenna, yang kembali ketempat tidurnya. "Kamu pasti abis menyukai cowok baru lagi, yang kamu bilang lebih ganteng?" Ucap yaya, yang berhasil menebak perasaan jenna.
"Kok tau?" Jawab jenna bingung, dia was-was yaya sedang mengawasinya saat ini. Yaya terlihat tertawa, dan bertanya kepadaku. "Seperti apa bentuk nya kali ini?" Tanya yaya, yang mulai mendengarkan ocehan ku. Gadis itu tak langsung menjawab dan kembali memikirkan Tio.
Alisnya tebal, tatapan mata nya tajam, hidung nya memiliki lekuk yang tegas, tentu rahang yang terlihat sempurna. "Wajah nya sepuluh persepuluh deh pokoknya!" Jawab jenna, yang kembali tertawa malu sendiri. Yaya menggelengkan kepalanya setelah mendengar perkataan jenna. "Kan, kamu tuh selalu bilang cowok baru yang kamu temuin lebih tampan dari sebelumnya" jawab yaya.
Jenna mengerutkan alisnya, dan memikirkan opini yaya yang terdengar tidak salah. "Lalu? Bukankah kita harus mencari yang terbaik dari yang terbaik" jawab jenna. Yaya yang sedari tadi tiduran, memilih untuk duduk ketika menjawab pertanyaan jenna. "Jenna, ketika kamu udah menemukan cowok yang kamu cintai… kamu gak bakal bisa ngelirik cowok lain" jawab yaya.
Jenna terlihat mengabaikan ucapan yaya, yang terdengar tidak logis. Mana ada cinta sejati di dunia ini. Jenna tak pernah benar-benar menjalin kasih sebelumnya. Wanita itu hanya menyukai wajah para pria tampan, dan tak pernah berharap lebih.
Karena sebenarnya, jenna pernah beberapa kali menyatakan cintanya duluan. Kisah ini sudah cukup lama, jika bertanya kapan mulai nya. Mungkin saat kelas enam SD. Jenna pernah memberikan coklat kepada teman nya, benda itu malah di berikan kepada wanita lain.
Lalu ketika ia menginjak bangku kelas 3 SMP. Gadis itu kembali memberikan surat kepada teman kelas nya. Berharap kali ini berjalan lebih baik, tapi apa yang terjadi. Lelaki itu ternyata playboy brengsek, bukan nya menolak ku dengan serius. Dia kesana kemari mengajak yang lain nya pacaran.
Yang pasti tak pernah ada satupun kisah yang berjalan dengan benar di hidup jenna. Tapi jika ditanya dia masih berharap atau tidak. Jenna masih berharap akan berbeda untuk kali ini. Tanpa melakukan hal yang berlebihan. Dia berharap akan bertemu dengan prince miliknya sendiri.
"Tapi, tapi yaya… dia nganterin aku hari ini" jawab jenna. Yaya terlihat terkejut, baru beberapa hari Tio sudah berani mengantar jenna pulang. "Ayah kamu gak ada kan?" Tanya yaya, agak panik. Karena terakhir kali teman jenna yang berniat meminjam tugas di lempar bata. Karena takut anak nya dibawa kawin lari oleh orang lain.
"Gak ada, ayah kebetulan belum pulang" ucap jenna, sambil membuka snack di dalam lacinya. Gadis itu hampir melupakan adegan yang hampir memakan nyawa itu. Sejujurnya anak itu masih selamat kok, cuma patah tulang doang. Sehabis itu, tak ada anak lelaki yang berani mengambil tugas kerumah ku.
"Tapi jen, menurut aku itu lampu hijau loh!" Ucap yaya, terlihat senang. Jenna menaikkan alis nya sebelah, sambil penasaran maksud yaya. "Kayak nya Tio tertarik deh sama kamu" jawab yaya, yang membuat jenna terkejut.